Umat Islam Indonesia perlu punya peran lebih luas dalam membangkitkan sektor ekonomi syariah. Penyelamatan bank Muamalat, menjadi salah satu langlah awal yang bisa dilakukan.
Wartapilihan.com, Jakarta –Kabar tentang bank syariah pertama di Indonesia, Bank Muamalat yang akan disuntik dana oleh perusahaan sekuritas PT Minna Padi Investama Sekuritas Tbk (PADI) mulai menguat sejak perusahaan itu meluncurkan pengumuman keterbukaan informasi pada Rabu, 27 September 2017.
Manajemen Minna Padi menyampaikan telah melakukan penandatanganan pengambilalihan saham Bank Muamalat. Dalam keterbukaan informasi itu, Minna Padi akan bertindak sebagai pembeli siaga dalam rangka Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau right issue ke Bank Muamalat.
Nilai transaksinya pun cukup besar atau mencapai Rp 4,5 triliun. Nilai tersebut setara dengan 51 persen dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh oleh Bank Muamalat. Namun, manajemen Minna Padi menuturkan, transaksi ini masih dalam proses untuk dilaksanakan sesuai dengan isi dari perjanjian.
Minna Padi juga menyatakan tidak memiliki hubungan afiliasi dengan Bank Muamalat, dan sampai saat ini, transaksi masih dalam proses untuk dilaksanakan sesuai dengan isi dari perjanjian.
Dengan demikian, belum ada dampaknya terhadap kegiatan operasional, hukum, keuangan atau kelangsungan usaha dari Perseroan. “Meskipun demikian Perseroan akan mengungkapkan seluruh informasi sehubungan dengan transaksi yang termuat dalam perjanjian pengambilan saham berserta dampak materialnya terhadap perseroan.”
Secara bisnis Bank Muamalat memang saat ini mengalami tekanan. Rasio pembiayaan bermasalah perusahaan atau non performing financing( NPF) sejak tahun 2013 terus merangkak naik. Dari 4,69 persen terus menanjak di 2014 ke angka 6,55 persen dan puncaknya bertengger di angka 7,11 persen pada 2015.
Manajemen baru di 2016, berhasil menurunkan posisi NPF Muamalat ke angka 3,83 persen, atau hampir separuh dari level NPF di tahun sebelumnya. Di sini upaya manajemen untuk menekan laju NPF melalui jalur restruktusisasi baru mulai dirasakan.
Tahun 2017, bisnis perusahaan sudah mulai menunjukkan geliat positif. Di sisi keuangan, capital adequacy ratio (CAR) perseroan berada di level yang masih aman yakni di angka 12,83%. Namun, kinerja keuangan ini masih harus didongkrak lagi agar kemampuan untuk bisa berpacu dengan bank syariah lain.
Kemunduran kinerja Bank Muamalat juga mencerminkan industri perbankan syariah secara keseluruhan di Indonesia. Sampai saat ini, market share perbankan syariah di Indonesia berada pada kisaran 5% dari total Perbankan Indonesia. Banyak faktor penghambat yang membuat belum terjadi percepatan industri keuangan syariah ini.
Seperti tidak fokusnya pasar yang menjadi target. Bila di Timur Tengah, bank syariah punya pasar korporasi besar, atau di Malaysia semua badan usaha milik negara harus menempatkan uangnya di bank syariah, di Indonesia, pasar riil usaha kecil dan menengah yang punya potensi besar malah tidak digarap optimal.
Perbankan syariah di Indonesia masih membidik sektor korporasi yang notabene adalah target perbankan konvensional. Tentu saja bank syariah akan sulit memenangkan persaingan di sini. Apalagi hampir semua perbankan syariah aset dan modalnya masih kecil, maksimal berada di BUKU 2, dibandingkan dengan bank konvensional.
Di sinilah sesungguhnya tantangan bisnis itu dihadapi oleh perbankan syariah di Indonesia, termasuk juga Bank Muamalat. Dengan market share yang kecil tersebut, maka pertumbuhannya tidak signifikan, bahkan tenggelam dengan pertumbuhan bank konvensional.
Karenanya masa depan bank syariah di Indonesia tergantung dari pasar usaha kecil dan menengah, juga masyarakat muslim yang sebenarnya punya potensi bisa digerakkan menyelamatkan industri syariah dalam negeri.
Dengan masuknya investor baru, bisa dikatakan, prospek Bank Muamalat untuk tetap menjadi pionir keuangan syariah di tanah air masih bisa dipertahankan. Meskipun Minna Padi sudah menjadi pembeli siaga, namun, umat Islam Indonesia yang punya kemampuan, masih bisa masuk, menjadi salah satu pemilik Muamalat.
Setelah 25 tahun sejak berdirinya Bank Muamalat, komposisi kepemilikan saham saat ini, sekitar 65% lebih dimiliki oleh pemegang saham asing. Meskipun semuanya masih mewakili institusi Islam. Baik oleh Islamic Development Bank, Bank Boubyan, Atwill Holding Limited, National Bank of Kuwait dan lainnya.
Namun, semangat agar Bank Muamalat mewakili semangat ekonomi umat Islam, perlu terus dijaga. Karena itu, potensi-potensi ekonomi yang sudah dimiliki masyarakat muslim Indonesia perlu diarahkan untuk menyelamatkan Muamalat.
Pemerintah juga perlu didorong untuk memiliki keberpihakan yang kongkrit terhadap ekonomi umat. Karena itu, sudah tepat waktunya bila pemerintah membuat kebijakan terkait penempatan modal di Bank Muamalat dengan berbagai regulasi dan skema yang tidak bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Rizky Serati