“Sebagai muslim kami tetap memaafkan karena itu perintah dalam Islam. Namun, bagi penista agama tidak ada kata lain kecuali tangkap, proses dan adili,” ujar Slamet Ma’arif.
Wartapilihan.com, Jakarta –Jalan sekitar Medan Merdeka Selatan tidak seperti biasanya, puluhan pengendara motor harus menyisiri sebelah Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Puluhan ribu umat Islam tumpah ruah di depan Gedung KKP yang juga kantor sementara Bareskrim Mabes Polri.
Massa aksi mendesak pihak kepolisian guna memberikan hukuman yang sesuai terhadap Sukmawati Soekarnoputri. Pasalnya, selama ini, kata koordinator aksi Ustaz Bernard Abdul Jabbar dari mobil komando, aparat penegak hukum cenderung diskriminatif jika yang dituduhkan melakukan pelanggaran adalah umat Islam atau aktivis Islam.
Sebelumnya, putri mantan Presiden RI Soekarno itu membacakan puisi pada perayaan 29 tahun di ajang Indonesia Fashion Week 2018, pada 28 Maret 2018 lalu. Pembacaan puisinya viral di media sosial karena diduga melecehkan adzan dan cadar. Puisi-puisi tandingan pun dibuat oleh muslim lainnya untuk membalas puisi Sukmawati.
“Yang mengharumkan bulu tangkis dihargai, yang mengharumkan sepak bola dihargai. Tapi kami tidak minta dihargai. Pak Polisi, kami minta keadilan. Kami minta hukum ditegakkan. Seluruh warga negara di mata hukum sama,” ucap Bernard, lantang.
Senada dengannya, Ketua Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) Slamet Ma’arif meminta dan sesegera mungkin kepada aparat kepolisian untuk segera memproses, memanggil dan memeriksa Sukmawati Soekarnoputri sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Tangkap-tangkap si Bu Suk (Sukmawati Soekarnoputri). Tangkap si Bu Suk sekarang juga. Sebagai muslim kami tetap memaafkan karena itu perintah dalam Islam. Namun, bagi penista agama tidak ada kata lain kecuali tangkap, proses dan adili,” seru Slamet Ma’arif.
Sebab, lanjut Slamet, puisi tersebut telah menimbulkan kegaduhan, kontroversial dan keresahan di kalangan masyarakat Indonesia terutama umat Islam di Indonesia dan dunia internasional, karena hal tersebut mengandung unsur penghinaan dan pelecehan terhadap ajaran agama Islam dan menyinggung serta membuat ketidaknyamanan umat Islam di seluruh dunia.
“(Sari konde Ibu Indonesia itu lebih baik daripada cadar dan suara kidung nyanyian itu lebih merdu dari Suara Adzan-Mu), puisi tersebut telah melecehkan syariat Islam. Kami menyerukan umat Islam dimanapunnberada untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan serta ukhuwah islamiyah, jangan mudah terpancing dan terprovokasi terhadap upaya-upaya pihak tertentu yang akan memanfaatkan situasi ini dengan tujuan untuk memecah belah umat Islam,” tandasnya.
Wakil Ketua Umum DPP Front Pembela Islam (FPI) KH Ja’far Shadiq meminta aparat kepolisian agar adil dalam penegakan hukum. Menurutnya, upaya penegakan hukum ini akan memberi hikmah dan pelajaran agar kasus penistaan agama tidak terulang kembali.
“Setiap ada kasus penodaan agama selalu minta maaf, dan umat Islam selalu dituntut memaafkan. Tetapi ketika ada tokoh Islam yang memperingatkan bahaya PKI seperti Ustaz Alfian Tanjung itu langsung ditangkap, tidak ada kata damai, hukum harus ditegakkan katanya. Giliran penista agama minta damai,” ujar Ustaz Ja’far.
Dalam Islam, terang Ustaz Ja’far, umat Islam selalu berpatokan apa kata Nabi Muhammad Saw bahwa hukum harus ditegakkan. Tidak boleh hukum tumpul keatas dan tajam kebawah.
“Semua harus sama di mata hukum, dan tugas polisi memeriksa biar nanti pengadilan yang membuktikan,” tegasnya.
Ahmad Zuhdi