Beberapa hari yang lalu, Presiden RI Joko Widodo menegaskan, eks narapidana dalam kasus korupsi memiliki hak untuk mencalonkan diri sebagai calon legislatif.
Wartapilihan.com, Jakarta –“Kalau saya, itu hak. Hak seseorang berpolitik,” kata Jokowi di Jakarta, kepada para awak media.
Jokowi mengatakan, secara konstitusi terdapat jaminan dan hak kepada seluruh warga negara untuk berpolitik, termasuk juga mantan napi kasus korupsi.
Jokowi mengaku, KPU memiliki wewenang untuk membuat aturan. Kendati demikian, Jokowi menyarankan agar KPU melakukan pengkajian kembali.
“Silakan lah KPU menelaah. KPU bisa saja mungkin membuat aturan. Misalnya boleh ikut tapi diberi tanda ‘mantan koruptor’,” kata Jokowi.
Niat KPU melarang mantan napi kasus korupsi untuk menjadi caleg ini juga sebelumnya mendapat penolakan dari DPR, Kementerian Dalam Negeri hingga Bawaslu. Namun, KPU menegaskan akan tetap membuat aturan tersebut dan memasukkannya dalam Peraturan KPU.
Komisi Pemilihan Umum tetap pada keputusannya untuk melarang mantan napi korupsi mencalonkan diri sebagai Caleg.
Sementara itu, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mendukung penuh larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif 2019. Sikap Kalla itu berbeda dengan sikap Presiden Jokowi yang menolak larangan tersebut.
“Bekerja saja harus ada surat berkelakuan baik, apalagi menjadi anggota DPR. Kalau anggota DPR-nya cacat, bagaimana nanti,” ujar Kalla di Kantor Wakil Presiden RI, Jakarta, Rabu (30/5/2018).
Kalla sepakat dengan larangan tersebut dalam rangka mengembalikan martabat DPR. Pasalnya, selama ini kehormatan DPR tercoreng dengan banyaknya wakil rakyat yang korupsi.
“(Saya) mendukung, setuju (dengan Peraturan KPU). Supaya betul-betul DPR punya wibawa yang baik,” kata Kalla.
Ia berharap, larangan tersebut akan bisa menekan terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh para anggota Dewan. Kalla turut menolak jika larangan tersebut dianggap melanggar hak pilih warga negara.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah Dahnil Simanjuntak mendukung penuh Peraturan KPU (PKPU) mengenai Pelarangan Mantan Napi Koruptor untuk mencalonkan diri menjadi calon legislatif (caleg). Ia meyakini, PKPU tersebut mampu mencegah praktik korupsi di DPR kembali terulang.
Di sisi lain, Dahnil Anzar Simanjuntak yang mendirikan Madrasah Antikorupsi ini mengatakan, korupsi di Indonesia merupakan laku laten. Eks koruptor yang kembali berpikir dapat berpotensi mengulangi tindakan koruptif.
“Bak residivis, ia habitual crime. Mantan Koruptor yang kembali ke politik berpotensi melakukan laku koruptif kembali,” kata Dahnil.
Dia menegaskan, PKPU yang melarang koruptor menjadi caleg adalah langkah preventif yang berkemajuan untuk melindungi rakyat secara keseluruhan.
“Sekaligus, sejatinya membantu mantan napi koruptor agar menjauh dari suatu pola atau kebiasaan dalam melakukan kejahatan. Jika dilarang kan itu baik, sehingga mereka tidak bisa mengulangi korupsi dan bisa hidup bersih dan berkah,” jelasnya.
Ia melanjutkan, upaya pelarangan tersebut sama halnya seperti upaya deradikalisasi terhadap mantan teroris supaya eks teroris tidak “kambuh” lagi, mesti dipastikan dirinya hidup di lingkungan yang mampu memoderasi ideologinya.
“Artinya, mantan teroris juga harus dijauhkan dengan lingkungan ideologi yang memungkinkan dia terjerat pada paham eksklusif kembali,” pungkasnya.
Senada dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Dahnil, Heru Susetyo selaku dosen hukum di Universitas Indonesia mengatakan, secara konstitusional memang legal dan diperbolehkan.
“(Tetapi) secara moral gak layak.” imbuh dia.
Eveline Ramadhini