Presiden Jokowi pernah menjanjikan ingin menciptakan 10 juta lapangan kerja bagi anak-anak bangsa.
Wartapilihan.com, Jakarta – Isu masalah Tenaga Kerja Asing (TKA) kembali mencuat menyusul keluarnya Perpres 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Reaksi publik terbelah; kalangan pengusaha menyambut antusias, sementara dari kalangan pekerja (kelas buruh) cenderung negatif dan bahkan sebagian secara terbuka menyatakan menola. Para penentang Perpres TKA, menilai beleid tersebut semakin memperlemah posisi tawar pekerja lokal khususnya mereka yang masuk kategori kasar (unskilled).
Benarkah begitu? Menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), kepentingan nasional adalah prioritas pemerintah. Perpres No 20 tentang TKA hanya memberikan kemudahan dari sisi prosedur dan proses birokrasi perizinan. Tenaga kerja asing yang masuk ke tanah air tetap harus memenuhi syarat tertentu, sebagai bentuk pengendalian negara atas TKA. “Izin Tenaga Kerja Asing (TKA) makin mudah guna menggenjot investasi asing di tanah air,” ungkap Jokowi
Jokowi juga menginstruksikan kementerian saling berkoordinasi dan terintegrasi dalam menata masuknya tenaga kerja asing (TKA) ke Indonesia. Hal ini kembali diingatkan Jokowi, sebab ia masih menerima banyak keluhan dan ketidaknyamanan tenaga kerja asing, antara lain terkait aksi sweeping (penyapuan secara beramai-ramai). “Sangat penting pengendalian dan pengawasan terpadu. Ini harus betul-betul dikonsolidasikan,” ucap Jokowi.
TKA yang boleh bekerja di Indonesia, harus memiliki pendidikan tinggi. Kemudian mereka harus memiliki jabatan menengah ke atas atau setingkat manager. Mereka juga harus memiliki masa kerja tertentu, harus bayar levy dan lain-lain. “Jadi, nggak bisa seenaknya. Pekerja kasar yang dulu terlarang, sekarang juga tetap terlarang. Pengawasan di lapangan juga jalan dan terus diperkuat,” jelas Menaker Hanif Dhakiri.
Perpres 20 Tahun 2018, sejatinya adalah keniscayaan sejalan dengan perkembangan perekonomian Indonesia yang kian maju. Upaya pemerintah untuk menggenjot perekonomian, menarik minat investasi, membutuhkan kemudahan di bidang perizinan di segala bidang. Salah satunya adalah bidang tenaga kerja.
Menurut Menteri Hanif Dhakiri, kekhawatiran akan banjir TKA, khususnya TKA China, adalah tidak beralasan. Perpres nomor 20 justru untuk menguatkan TKI. Sebab dengan kemudahan perizinan TKA, dimaksudkan untuk meningkatkan investasi yang ujungnya adalah meningkatkan lapangan kerja bagi TKI.
“Kenapa harus disederhanakan? Agar investasi meningkat dan lapangan kerja meningkat. Agar daya saing kita sebagai bangsa juga meningkat, karena kita masih kalah dengan negara-negara tetangga di ASEAN,” katanya.
Pemerintah, melalui Menaker Hanif Dhakiri pun membantah adanya banjir TKA selama ini. Meski tidak memungkiri, mayoritas TKA berasal dari China, namun jumlahnya tidaklah mencapai jutaan orang sebagaimana yang tersebar di media sosial. Menurut Hanif Dhakiri, jumlah tenaga kerja asing (TKA) hingga saat ini meningkat di bandingkan akhir 2016. Selain, pekerja berasal dari China, TKA itu banyak berasal dari Jepang, Amerika Serikat, dan Singapura.
Wakik Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan Tenaga Kerja Asing (TKA) terbukti di istimewakan pemerintah. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing nyata tak berpihak pada kepentingan tenaga kerja lokal.
“Di tengah tren integrasi ekonomi dan kawasan, pemerintah seharusnya memberi perlindungan terhadap kepentingan tenaga kerja lokal dari gempuran tenaga kerja asing, bukan malah sebaliknya,” katanya.
Menurutnya, Perpres 20/2018 TKA ini salah arah. Padahal, Presiden Jokowi pernah menjanjikan ingin menciptakan 10 juta lapangan kerja bagi anak-anak bangsa. Namun, tiga tahun berkuasa pemerintah malah terus-menerus melakukan relaksasi aturan ketenagakerjaan bagi orang asing.
“Melalui integrasi ekonomi ASEAN, serta berbagai ratifikasi kerja sama internasional lainnya, tanpa ada pelonggaran aturan sekalipun, sebenarnya arus tenaga kerja asing sudah merupakan sebuah keniscayaan. Nah, pada situasi itu yang sebenarnya kita butuhkan justru bagaimana melindungi tenaga kerja kita sendiri,” terang Fadli.
Di sisi lain, ungkap Fadli, angka pemutusan hubungan kerja (PHK) memperlihatkan 1.599 kasus pada 2016 dan 2.345 kasus pada 2017. Ironis, di tengah tren PHK yang meningkat, pemerintah malah memberi keleluasaan aturan ketenagakerjaan bagi orang asing.
“Saya kira kebijakan-kebijakan tadi tak boleh dibiarkan tanpa koreksi. Itu semua harus segera dikoreksi. DPR sebenarnya pernah membentuk Panja Pengawas TKA. Tapi, rekomendasinya diabaikan,” tandasnya.
Ahmad Zuhdi