Lampu LED untuk Palestina

by
foto:istimewa

Jalur Gaza merupakan salah satu wilayah Palestina yang minim pasokan listrik. Listrik hanya menyala paling lama 4 jam saja per hari, akibatnya wilayah Gaza gelap saat malam menjelang.

Wartapilihan.com, Gaza –-“Karena pasokan listrik kurang, hampir setiap rumah di Gaza memiliki panel surya untuk bisa mendapatkan aliran listrik. Itu pun paling hanya cukup untuk menyalakan lampu di malam hari dengan kualitas remang-remang,” ujar Andri Murdianto, Crisis Center Dept Head Rumah Zakat.

Keadaan ini berlangsung dari Juni 2017 lalu saat Israel memutuskan untuk mengurangi pasokan listrik bagi dua juta warga Palestina di Jalur Gaza. Sejak satu-satunya pembangkit listrik di Gaza kehabisan bahan bakar dan tidak bisa dioperasikan April 2017 lalu, maka pasokan listrik Israel menjadi sangat penting dan menjadi pemasok sekitar 80% ketersediaan energi di Jalur Gaza.

Karena itulah, Rumah Zakat mendistribusikan bantuan lampu LED untuk 1000 warga Palestina di Jalur Gaza pada hari Senin kemarin (15/01).

“Kami membagikan lampu LED kepada keluarga yang terdampak serangan Israel. Ada yang janda, kaum disabililtas dan keluarga tidak mampu yang tidak punya pekerjaan,” jelas Andri. “Setiap keluarga mendapatkan 2 jenis lampu LED, ada yang harus menggunakan aliran listrik dan ada pula yang menggunakan tenaga matahari seperti halnya panel surya,” tambahnya.

Sebuah laporan kemanusiaan yang dirilis Lembaga Kemanusiaan Himayah mendokumentasikan realitas hidup sulit yang dijalani rakyat Gaza, yang diblokade selama lebih dari 11 tahun. Laporanyang dimuat sahabatalaqsha.com itu menunjukkan rincian penderitaan rakyat Gaza sepanjang tahun 2017 akibat blokade.

Laporan itu menjelaskan bahwa kondisi perekonomian di Gaza menurun drastis, angka kemiskinan mencapai 65% dan kehilangan pekerjaan sekitar 50%.

Angka kehilangan pekerjaan di Gaza tahun lalu adalah yang tertinggi sejak 19 tahun terakhir. Menurut laporan tersebut, sanksi Otoritas Palestina yang diberlakukan terhadap rakyat Gaza termasuk yang paling berpengaruh menyebabkan menurunnya kualitas perekonomian di Gaza.

Tahun 2017 juga menjadi tahun paling sedikit dibukanya pintu Rafah oleh pemerintah Mesir dibandingkan tahun sebelumnya. Tercatat Rafah hanya dibuka selama 21 hari, selebihnya ditutup. Selain itu, penjajah Zionis menghalangi arus ekspor produk-produk Gaza ke luar, hanya beberapa saja yang diizinkan, serta melarang masuknya sejumlah barang dagangan ke Gaza.

Terkait krisis listrik di Gaza, laporan tersebut menjelaskan bahwa tahun lalu krisis listrik di Gaza semakin parah dengan defisit listrik 63%, dan jadwal listrik menyala rata-rata setiap hari hanya empat jam. Laporan itu menunjukkan, langkah Otoritas Palestina yang mengurangi 40% anggaran –yang dialihkan ke penjajah Zionis– semakin memperburuk krisis listrik di Gaza. II

Izzadina

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *