Lailatul Qadar, Mengapa Disembunyikan?

by
foto:istimewa

Oleh: Abdullah Murtadho, Pengasuh Pesantren Ilmu Alquran, Singosari

Menyembunyikan lailatul qadar ialah salah satu metode Allah swt untuk membuat hambanya semakin rindu & termotivasi untuk memperbanyak amal. Ia akan mengerahkan segala upayanya di setiap malam bulan Ramadhan demi mendapatkan peluang emas ini.

Wartapilihan.com, Jakarta –Bukan cuma beramal pada satu hari tertentu saja, lalu bersantai di sisa hari lain. Hanya karena merasa sudah mendapatkan tabungan amal selama 83 tahun 4 bulan. Metode ini tidak hanya berlaku pada lailatul qadar saja, tapi juga pada beberapa hal lain. Perkara yang Allah swt sembunyikan antara lain :

Saat yang mustajab untuk berdoa di hari Jumat. Dengan demikian kita akan terpacu untuk menghabiskan sebagian besar hari Jumat dengan banyak berdoa kepada-Nya.

Yang kedua, sirr atau rahasia-Nya yang disembunyikan pada setiap makhluk. Ini melatih kita berhati-hati dalam berhubungan dengan makhluk-makhluk Allah. Utamanya sesama muslim.

Kita akan selalu menjaga badan dan hati agar tidak sampai berburuk sangka. Merendahkan apa lagi menyakiti. Baik dengan tangan atau lisan. Sebab bisa jadi makhluq yang dihadapan kita memiliki sirr Allah. Jika sembrono, dikhawatirkan Allah murka dan genderang perang-Nya tertuju untuk kita. Dan tidak ada satupun yang pernah menang dari-Nya.

Nabi Muhammad saw pernah bersabda :
“Sesungguhnya Allah berfirman: Barangsiapa memusuhi wali-Ku maka Aku umumkan perang terhadapnya”. (HR. Bukhari )

Yang ketiga, ridho Allah pada setiap amal shalih. Hal ini akan membentuk kita menjadi hamba yang tidak meremehkan setiap amal shalih, sekecil apapun itu. Sebab bisa jadi di suatu amal yang kecil, ternyata Allah menitipkan ridho-Nya.

Sebagai contoh, kita lihat bagaimana kisah Imam al-Ghazali saat menulis kitab. Ditengah kesibukan menulis itu, tiba-tiba terbanglah seekor lalat dan hinggap di mangkuk tinta Imam al- Ghazali. Lalat itu tampaknya sedang kehausan. Ia meminum tinta dimangkuk itu. Melihat lalat yang kehausan itu, Imam al-Ghazali membiarkan saja lalat itu meminum tintanya.

Puncaknya, ketika Imam al-Ghazali wafat, selang beberapa hari kemudian sahabat dekat beliau bermimpi. Dalam mimpi itu terjadilah dialog. Sahabatnya itu bertanya, ” Apa yang telah diperbuat Allah kepadamu hai al-Ghazali? “.

Imam Al-Ghazali menjawab, ” Allah telah menempatkanku di tempat yang paling baik hanya karena pada saat aku menulis aku memberikan kesempatan kepada seekor lalat yang kehausan untuk meminum tintaku.”

Lihat, betapa sederhananya hal tersebut? Tapi rupanya Allah meletakkan keridhoan-Nya disana sehingga Imam Al-Ghazali pun mendapatkan tempat yang baik disisi Allah swt.

Yang keempat, murka Allah pada kemaksiatan. Meyakini hal ini akan membuat kita selalu takut dan berhati-hati dalam bertindak. Sehingga tidak mudah kita melakukan kemaksiatan terhadap Allah swt. Tentang ini cukuplah kisah tusuk gigi menjadi peringatan.

Konon di zaman nabi Isa as, beliau pernah membangunkan seseorang yang telah wafat selama 70 tahun. Ketika ia ditanya, bagaimana keadaannya selama ini, ia menjawab bahwa ia disiksa selama tujuh puluh tahun. Sebabnya ketika ia bekerja mengangkut kayu bakar milik orang lalu ia merasa ada bekas makanan di sela giginya. Iapun mengambil sedikit potongan dari kayu tersebut tanpa seizin yang punya untuk dijadikan tusuk gigi. Rupanya setelah wafat, perkara yang tampak sederhana inilah yang membuatnya diazab oleh Allah swt.

Semoga Allah melimpahkan taufiq, hidayah serta ampunan-Nya untuk kita semua.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *