Menurut Amnesty International, blokade terhadap Qatar menyebabkan banyak keluarga terpisah, berisiko kehilangan pekerjaan, dan pendidikan terganggu.
Wartapilihan.com, Qatar – Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan menyerukan pencabutan sepenuhnya blokade yang dipimpin oleh Saudi terhadap Qatar. Sebab, krisis yang telah berlangsung sepekan ini semakin dalam di tengah kekhawatiran tentang dampak kemanusiaannya.
Komentar Erdogan muncul saat kelompok hak asasi manusia Amnesty International memperingatkan bahwa embargo yang mencakup pembatasan tinggal dan perjalanan baru yang keras dapat memisahkan keluarga karena persyaratan warga Qatar untuk meninggalkan negara-negara tetangga dalam waktu 14 hari.
Menurut satu perkiraan, ada lebih dari 6.000 keluarga di Teluk yang satu pasangan adalah warga Qatar dan menghadapi pemulangan paksa.
Intervensi Turki sangat berbeda dengan peran presiden AS Donald Trump yang pada hari Jumat (9/6) secara eksplisit mendukung tindakan Arab Saudi, Bahrain, Mesir, dan Uni Emirat Arab. Trump menuduh Qatar “secara historis adalah penyandang dana terorisme pada tingkat yang sangat tinggi”. Sebuah klaim yang ditolak oleh Qatar.
Erdogan bersikeras mengatakan bahwa mengisolasi Qatar tidak akan menyelesaikan masalah regional. Erdoğan bersumpah bahwa dia akan melakukan segalanya dengan kekuatannya untuk membantu mengakhiri krisis regional.
“Kami tidak akan meninggalkan saudara kami. Qatar,” kata Erdoğan kepada anggota partai AKP-nya pada makan malam tradisional Ramadan pada hari Jumat (9/6) di Istanbul. “Saya katakan itu harus dicabut sepenuhnya,” katanya tentang embargo tersebut, seperti dilansir The Guardian.
Komentar Erdoğan muncul di tengah meningkatnya dampak kemanusiaan dari blokade tersebut. Mengkonfirmasi klaim oleh organisasi hak asasi manusia Qatari mengenai dampaknya pada keluarga, Amnesty mengatakan bahwa blokade tersebut memisahkan keluarga dan “menabur rasa takut”.
Komite Hak Asasi Manusia Nasional Qatar (NHRC) mengklaim bahwa sekitar 10.000 warga Teluk telah terkena dampak embargo tersebut.
“Langkah-langkah ini mengakibatkan pemisahan keluarga, mengganggu bisnis, dan mengganggu pendidikan siswa di seluruh wilayah,” kata NHRC pada hari Kamis dalam sebuah konferensi pers di Doha.
James Lynch dari Amnesty yang baru saja kembali dari Doha menggambarkan hal yang sama mengerikannya.
“Tindakan drastis ini sudah memiliki efek brutal, memisahkan anak dari orang tua, dan suami dari istri,” kata Lynch. “Orang-orang dari seluruh wilayah—tidak hanya dari Qatar, tetapi juga dari negara-negara yang menerapkan langkah-langkah ini—berisiko kehilangan pekerjaan dan pendidikan mereka terganggu.”
Mendokumentasikan beberapa kasus, Amnesty menggambarkan kasus seorang pria Qatar yang tinggal di UAE bersama istri dan keluarga Emirati selama lebih dari satu dekade. Ia ditolah untuk masuk dan dikirim kembali ke Qatar saat ia mencoba untuk kembali ke Dubai dari Doha.
Pria tersebut menggambarkan istrinya memohon untuk melihat suaminya untuk terakhir kalinya saat seorang petugas menolak dan menyuruhnya untuk “kembali”.
Klaim Amnesty menggemakan lembaga serupa yang dijelaskan oleh Observer dalam beberapa hari ini dan juga dipublikasikan di media lokal—seringkali secara anonim karena takut dampaknya pada pekerjaan dan keluarga.
Parlemen Turki telah mengeluarkan undang-undang baru yang diratifikasi oleh Erdoğan yang mengizinkan negara tersebut untuk mengirim bantuan militer ke Qatar.
Turki, bersama dengan Iran, juga telah berperan dalam membantu Qatar membuka rute penerbangannya ke dunia luar setelah penutupan perbatasan darat dan wilayah udara oleh tetangga Teluk Arab Qatar. Turki juga terus memasok produk susu segar ke Qatar, komoditas yang terkena dampak dari embargo.
Ungkapan kuat dukungan untuk Doha dari Turki yang telah lama memiliki kebijakan luar negeri regional sejalan dengan Qatar, termasuk dukungan untuk revolusi selama musim semi Arab pada tahun 2011 dan hubungan yang lebih hangat dengan Iran daripada negara-negara Teluk lainnya telah membuat beberapa kecemasan di Qatar.
Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani, melakukan perjalanan ke Moskow pada hari Sabtu (11/6) untuk melakukan pembicaraan mengenai krisis tersebut setelah mengunjungi Jerman pada hari Jumat (9/6).
Trump telah berpidato pada hari Jumat meskipun ada peringatan dari Pentagon bahwa blokade tersebut dapat menghalangi rencana operasi AS di wilayah tersebut. Qatar menjadi tuan rumah pangkalan udara Al Udeid, rumah bagi lebih dari 11.000 tentara AS dan pasukan koalisi, banyak terlibat dalam perang melawan ISIS.
Moedja Adzim