Kontroversi Penjualan BUMN

by
Jazuli Juwaini

Saham dan aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menimbulkan banyak kontroversi. Bagaimana pandangan Fraksi PKS?

Wartapilihan.com, Jakarta –Jazuli Juwaini selaku ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan kurang setuju dengan adanya penjualan saham dan aset milik negara ini. Pasalnya, kebijakan tersebut dapat menimbulkan polemik panjang pada masyarakat, terkhusus juga berdampak pada penguasaan aset strategis milik negara.

“Ini adalah bagian dari pelaksanaan tugas konstitusional pengawasan terhadap kebijakan pemerintah, apalagi kebijakan menyangkut holding, sekuritisasi, penjualan saham dan aset BUMN ini menimbulkan polemik dan mendapatkan kritisi dari masyarakat luas serta berdampak terhadap penguasaan aset strategis negara,” terang Jazuli, dalam Diskusi Publik bertemakan ‘Jangan Jual BUMN’, di Komplek DPR, Senayan, Jakarta, Rabu, (6/12/2017).

Ia menegaskan, agar pemerintah berpikir strategis soal pengelolaan BUMN untuk kepentingan jangka panjang bagi rakyat, bangsa, dan negara.

“Jangan asal jual aset BUMN terlebih karena alasan-alasan jangka pendek soal likuiditas, kebutuhan membiayai infrastruktur, bayar hutang yang jatuh tempo, atau sekadar cari untung sesaat,” tukas Jazuli.

Terlebih jika aset-aset tersebut jatuh ke tangan investor swasta asing, ia mengkhawatirkan nasib anak cucu ke depan yang akan memimpin di republik Indonesia.

“Jika benar terjadi penjualan aset-aset BUMN, generasi mendatang akan kehilangan kewenangan pengelolaan atas sumber-sumber ekonomi yang strategis untuk kepentingan rakyat luas,” tandas dia.

“Kita bukan anti asing, ini soal akuntabilitas dan keberpihakan pada aset strategis nasional yang pembiayaannya juga bersumber dari uang rakyat, maka harus jelas akuntabilitasnya,” tekan Jazuli.

Sementara itu, Sekretaris Fraksi PKS, Sukamta, dalam sambutan pembukaan acara mengatakan, BUMN memiliki peran strategis dalam pembangunan dan bagian dari kedaulatan negara atas sumber-sumber kekayaan negara.

“Untuk itu harus ada jaminan agar aset strategis negara yang menguasai hajat hidup orang banyak itu tetap dikuasai negara dan ini amanat konstitusi,” kata Sukamta.

Salah satu yang ia kritisi ialah kebijakan holding sektor pertambangan seiring PP Nomor 47/2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara RI ke dalam Saham Perusahan Perseroan (Persero) PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) yang menempatkan PT. Antam Tbk, PT. Bukit Asam Tbk ataupun PT. Timah Tbk sebagai anak perusahaan PT Inalum.

“Padahal, berdasarkan PP No.72/2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada BUMN dan Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa anak perusahaan BUMN adalah perseroan terbatas yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh BUMN atau perseroan terbatas yang dikendalikan oleh BUMN,” terangnya.

Dengan demikian, ia menjelaskan, anak perusahaan BUMN (PT. Antam, PT. Timah dan PT. Bukit Asam) tidak lagi berstatus BUMN, karena sebagian besar sahamnya tidak lagi dimiliki Negara. Akibatnya, Pemerintah melalui Menteri BUMN tidak memiliki kewenangan terhadap anak perusahaan BUMN.

“Serangkaian kebijakan ini akan berdampak luas, berpotensi membahayakan BUMN serta aset dan kekayaan bangsa” kata Sukamta selaku Sekretaris Fraksi PKS DPR RI pada sambutannya.

Ia menilai, cukuplah kasus Indosat jadi pembelajaran bagi bangsa ini. Dengan perubahan struktur BUMN seperti ini, maka peluang untuk melepas dan mengalihkan saham-saham perusahaan yang bukan lagi masuk definisi BUMN menjadi terbuka.

“Apalagi di sisi lain, pemerintah sedang membutuhkan dana segar Rp.500 Triliun untuk membiayai proyek infrastruktur yang sudah “kadung” dibangun, membayar utang jatuh tempo serta untuk divestasi saham Freeport senilai Rp.50-100 Triliun,” imbuhnya.

Dengan kebutuhan dana sebesar itu, ia menuturkan, berbagai cara sudah dilakukan, menaikkan harga dari layanan publik (menaikkan tarif listrik, tarif tol, harga BBM), menambah pajak dan menaikkan bunga, lalu melakukan securitisasi asset PT. Jasa Marga, dan lain sebagainya.

“Kami mendorong Good Corporate Government (GCG) dengan konsep Non-Listed Public Company (NLPC). Karena melalui strategi NLPC, pengembangan BUMN dapat berjalan tanpa harus kehilangan BUMN ke tangan asing,” ujar dia memberi solusi.

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *