Sekitar tiga jam setelah Ketua Umum Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) H. Usamah Hisyam mengantar surat Aktifis Pergerakan Islam (API) Bersatu ke Presiden Joko Widodo yang menuntut pencopotan Jenderal Pol. Tito Karnavian dari jabatan Kapolri melalui Kementerian Sekretariat Negara Kamis (1/2/2018), Ketua PD Parmusi Kabupaten Malaka yang terletak di perbatasan Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Timor Leste, Ustadz Wahidin Maring, dipanggil Polsek Malaka Barat.
Wartapilihan.com, Kupang –Ia dipanggil pihak kepolisian untuk mendesak segera membatalkan kunjungan Usamah Hisyam ke Malaka Barat, Jumat (2/2/2018) siang nanti.
“Dasar Polsek meminta saya batalkan kunker Ketum karena adanya surat penolakan dari umat Katolik kepada Kapolsek,” ujar Wahidin melalui telepon seluler.
Wahidin mengungkapkan, desakan pembatalan kunker Usamah Hisyam itu sangat mendadak. Menurutnya, para tokoh dipanggil bertemu Polsek Malaka Barat baru maghrib tadi. Padahal sepekan sebelumnya PD Parmusi Malaka Barat sudah melayangkan surat pemberitahuan kepada Polsek hingga jajaran Muspika.
“Kami diberitahu pintu Malaka akan diblokir 5000 massa untuk menolak Ketum Parmusi. Saya tidak tahu apa alasan sebenarnya. Saya didesak Polsek untuk menulis surat pembatalan kunjungan Pak Ketum. Tapi saya belum lakukan. Karena baru jam 11 malam tadi saya bisa bicara melalui telepon dengan Pak Usamah. Beliau instruksikan kunjungan ke Malaka Barat tetap dilaksanakan,” kata Wahidin.
Wahidin sangat menyayangkan adanya surat yang dirasakan sangat mendadak dari Keuskupan Attambua Paroki ST. Yohannes Baptista Besikama tertanggal 1 Februari kepada Kapolsek.
“Padahal, pagi tadi seluruh anggota masyarakat dan para tokoh lintas agama sudah berkoordinasi untuk menyambut Pak Ketum. Karena kehidupan antar umat beragama di sini sesungguhnya sangat harmoni. Eee… kenapa ini tiba-tiba ada Polsek dapat surat dan desak kami membatalkan kunjungan pak Ketum?” tanya Wahidin terheran-heran.
Ketika ditanya, apakah desakan pembatalan itu ada kaitannya dengan sikap Ketum Parmusi pada Kamis siang yang turut mendesak pencopotan Tito Karnavian dari jabatan Kapolri karena pernyataan Kapolri bahwa ormas lain di luar NU dan Muhammadiyah akan merontokkan negara, Wahidin mengatakan dia tidak tahu menahu dengan sikap ketum Parmusi tersebut.
“Kami di sini belum dapat informasi,” ujarnya.
Pada akhir November 2017 lalu, rombongan Ekspedisi Dakwah Parmusi ke Malaka yang semula akan dipimpin Usamah berjalan lancar. Saat itu Usamah harus kembali ke Jakarta secara mendadak, sehingga rombongan ke Malaka dipimpin oleh Ketua Lembaga Dakwah Parmusi KH. Syuhada Bahri.
Ketika itu, kisah Wahidin, KH. Syuhada menjanjikan Parmusi akan membantu pembangunan Taman Pendidikan Al-Quran (TPA), agar umat Islam setempat bisa fokus belajar mengaji yang akan dibimbing para dai Parmusi setempat.
Sesuai instruksi PP Parmusi, bantuan tersebut akan diserahkan langsung oleh Ketum Parmusi yang direncanakan meletakkan batu pertama pembangunan TPA di atas lahan seluas 10 x 46 meter di Desa Besikama Malaka Barat. Lahan tersebut merupakan tanah wakaf dari sesepuh setempat, Ibrahim, pensiunan polisi.
Menurut Wahidin, di kawasan tersebut terdapat 16 KK warga muslim yang masih perlu mendapat bimbingan agama dari para dai Parmusi.
“Saya sudah desak Pak Ketum untuk batalkan kunjungannya, karena ini diminta Polsek. Tapi Pak Ketum tetap bersikeras Jumat (2/2/2018) subuh nanti terbang ke NTT bersama 16 orang rombongannya. Dari Kupang, beliau akan langsung terbang menuju Attambua, dan langsung ke Malaka melalui perjalanan darat. Saya jadi bingung,” tandas Wahidin.
Kita Buktikan Siapa yang Intoleran
Sementara itu, Ketua Umum Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) H. Usamah Hisyam menegaskan, kunjungannya ke Malaka Jumat (2/2/2018) siang ini akan tetap dilaksanakan, meskipun Keuskupan Attambua Paroki ST Yohannes Baptista Besikama mengancam akan memblokir Kota Malaka dengan 5.000 massa umat Katolik.
“Saya akan temui Keuskupan Yohannes dan massa umat Katolik untuk berdialog. Kita buktikan siapa yang intoleran. Insya Allah Keuskupan setempat akan berubah pikiran untuk mengijinkan kunjungan saya,” ujar Usamah saat dikontak melalui telepon seluler pukul 00.12 Jumat dini hari (2/2/2018).
Usamah dan 16 orang rombongannya akan take off ke Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT) dini hari ini untuk transfer pesawat ke Attambua Jumat pagi dan melanjutkan perjalanan darat ke Malaka.
Ayah empat anak ini bersikukuh untuk tetap menuju Malaka. Karena menurut Usamah, kegiatannya untuk meletakkan batu pertama pembangunan TPA (Taman Pendidikan Al-Quran) Parmusi di Malaka Barat akan dilakukan di lingkungan umat Islam, dan tidak akan mengganggu kehidupan antar umat beragama setempat.
“Malaka itu bagian dari NKRI. Kita ini negara Pancasila, dimana kehidupan beragama di wilayah mana pun dijamin oleh undang-undang,” tandas Usamah.
Ia meyakini, para tokoh umat Katolik setempat akan tercerahkan setelah nanti berdialog dengannya. Sesama anak bangsa, kata Usamah, harus saling menghargai dan menghormati untuk membangun harmoni.
“Islam itu mengajarkan ukhuwah islamiyah (persaudaraan sesama umat), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sesama anak bangsa), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan sesama anak manusia). Jadi, meskipun agama kita berbeda, kita tidak perlu saling bermusuhan,” ujar Usamah.
Ketika ditanya, bagaimana bila nanti aparat Kepolisian tetap melarangnya berkunjung ke Malaka, Usamah mengatakan, sebagai aparatur hukum yang bertanggungjawab terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat, Usamah meminta justru pihak kepolisian harus dapat menjadi mediator bagi dialog yang diharapkan.
“Insya Allah, saya akan hadapi 5.000 massa umat Katolik untuk berdialog. Doakan saja semua lancar,” ujarnya.
Usamah yang saat dihubungi tengah bersiap-siap menuju bandara Soekarno Hatta Jakarta berpesan kepada kader dan dai Parmusi seluruh Indonesia serta umat Islam untuk mendoakan perjalanannya ke NTT agar tidak terjadi apa-apa.
“Doakan Allah melindungi perjalanan ini,” pinta Usamah yang berangkat ke NTT didampingi KH. Syuhada Bahri, Ustadz Buchory Muslim, Walpri Danyon Laskar Parmusi Jakarta Saleh Usman, sang isteri Daisyanti Astrilita Siregar, bendahara PP Parmusi Dewi Achyani, dan sejumlah rombongan lainnya. II
Sahrudi/Izzadina