Oleh: Herry M. Joesoef
Aktifitas sosial-keagamaan umumnya ditopang dari penggalian dana zakat, infak, sodaqoh, dan wakaf. Membekali diri dengan ketrampilan yang bernilai ekonomi akan membuat langkah kita lebih bernilai.
Wartapilihan.com, Jakarta —Dakwah itu mengajak kepada kebenaran dan ridho Ilahi. Ada beberapa macam dakwah di tengah-tengah masyarakat. Tersebutlah dakwah bil-Lisan(dengan lisan), bil-Maal(dengan harta), bil-Qolam(dengan pena), dan bil-Haal(dengan perbuatan).
Tidak semua manusia mampu melaksanakan dakwah dengan keempat-empatnya itu. Ada yang hanya bisa bil-Lisan, yang lain dia tidak punya kemampuan. Begitu pula sebaliknya. Itu adalah hal yang wajar-wajar saja dalam kehidupan ini.
Dakwah bil-Hal memerlukan talenta dan keuletan dengan kesabaran yang prima. Dalam Al-Quran, dakwah bil-Hal landasannya disandarkan pada ayat berikut ini:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang sholeh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (Q.S. Fushilat: 33)
Pesan moral dari ayat tersebut adalah, orang yang baik perkataannya adalah ketika dakwahnya dihiasi dengan amal sholeh secara nyata. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam selalu memadukan antara dakwah bil-Lisan dengan dakwah bil-Hal tersebut. Satunya kata dengan perbuatan adalah ciri-ciri orang Mukmin, lawan dari Munafik yang punya ciri-ciri sebaliknya.
Dakwah bil-Lisan mesti diikuti dengan dakwah bil-Hal, agar tidak seperti kata pepatah, “Tong kosong nyaring bunyinya.” Begitu pula berdakwah di tengah-tengah masyarakat yang tentunya punya problema sosial tersendiri.
Salah satu pelaku dakwah bil-Hal di negeri ini adalah Ustadz Sudarmin atau yang juga dikenal dengan nama panggilan Mbah Darmin, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Di Kabupaten Kubu Raya, DDII saat ini sedang membangun Masjid dan asrama untuk Pesantren Tahfidz Quran Khadijah. Untuk pembiayaannya, DDII melibatkan masyarakat dengan membuka saluran infak, sodaqoh, dan wakaf. Tapi, aktifitas DDII tidak hanya membangun masjid dan asrama pesantren, tapi juga peduli terhadap persoalan keumatan lainnya. Salah satunya adalah dengan pelayanan gizi dengan cara memberi telor untuk kalangan yang tidak mampu.
Bukan itu saja, Ustadz Darmin berusaha memberdayakan masyarakat dan kalangan pesantren, dengan jalan membuka koperasi untuk memasok sembako, dan berbagai ketrampilan yang diajarkan kepada santri dan masyarakat luas. Diantaranya adalah pembuatan sari kedelai, tahu dan tempe yang bebas pengawet dan bebas pewarna. Ada juga produksi roti untuk konsumsi sehari-hari. Selain itu, menyediakan layanan ternak lele, ayam potong, dan kambing dengan makanan herbal.
Lele yang diternak oleh Ustadz Darmin rasanya gurih dan tidak ada bau tanahnya; ayam dan kambing kotorannya tidak berbau menyengat. “Ayam potong rasa ayam kampung,” adalah salah satu produk unggulan dari Ustadz Darmin.
Untuk ternak lele, Ustadz Darmin memberi pelatihan dari pembibitan sampai pembesaran. “Pasarnya sangat luas, bahkan kami tidak selalu mampu melayani permintaan pasar,” tutur Ustadz Darmin.
Sebagai seorang Muslim, begitu kata Ustadz Darmin, untuk beternak lele, tauhid mesti dibenahi dulu. “Karena tauhid ini akan menentukan sukses tidaknya seseorang dalam beternak lele,” jelas ia.
Masalah niat dan selalu dekat dengan Yang Maha Hidup adalah kunci utamanya. “Tidak boleh ada syirik, tidak boleh ada kesombongan,” simpulnya. Jika kesyirikan atau kesombongan muncul, maka itu alamat akan terjadi kegagalan. “Obatnya ya selalu istighfar,” katanya.
Di dekat kolam-kolam lele, selalu diperdengarkan murotal ayat-ayat Al-Quran. Tak jarang terjadi, jika mendengar suara adzan, ikan-ikan lele yang ada di kolam pada naik ke permukaan air secara bersamaan. “Itu dia, lele bertasbih,” kata Ustadz Darmin sambil menjelaskan bahwa lele pun menyambut suara adzan. Begitulah cara lele bertasbih. Jika lele saja menyambut seruan adzan, bagaimana dengan manusia yang diberi berbagai kelebihan ini tidak bersegera menyambutnya?
Ustadz Darmin tentu tidak sendirian. Ia didukung penuh oleh istrinya. Juga para pengurus dan relawan DDII Kubu Raya yang rata-rata berusia muda. Mereka mendampingi sekaligus belajar dan memberi pelajaran kepada masyarakat luas agar bisa lebih mandiri secara ekonomi.
Apa yang ada di Kubu Raya dengan Ustadz Darmin yang multi-talenta itu, sudah selayaknya ditularkan ke berbagai penjuru tanah air. Kemandirian adalah kata kunci guna menuju masyarakat yang lebih sejahtera. Dengan mandiri secara ekonomi, maka lembaga-lembaga dakwah otomatis akan mendapat apresiasi dari masyarakat. Apalagi jika lembaga-lembaga dakwah tersebut kehadirannya dirasakan manfaatnya oleh lingkungannya. Maka benarlah pernyataan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ini:
خير الناس أنفعهم للناس
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain. (HR. Imam Ahmad dan Imam Thabrani)
Semoga, kiprah Ustadz Darmin bersama tim DDII Kubu Raya bisa menginspirasi Indonesia. Wallahu A’lam.