Ketika Cendekiawan Berpuisi

by

Prof Wan Mohd Nor Wan Daud adalah intelektual multi talenta. Selain pandai dalam menulis dan berbicara tentang pemikiran yang serius, ia juga piawai menulis puisi. Tiga buku puisinya telah diterbitkan dan mendapat sambutan yang hangat dari para pembaca.

Wartapilihan.com, Depok– Prof Wan Daud telah menulis lebih 16 judul buku dan monograf serta puluhan makalah dalam jurnal di dalam negeri maupun internasional. Beberapa buku, monograf dan makalahnya telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa, yaitu : Melayu, Mandarin, Arab, Indonesia, Turki, Jepang, Persia, Rusia, Bosnia, Macedonia dan Malayalam.

Tahun 2020 ini, ia meluncurkan kumpulan karya puisi berjudul Jalan Pulang. Sebelumnya telah terbit karya unggulnya yang berjudul Mutiara Taman Adabi (2003) dan Dalam Terang (2004).

Puisi terbarunya ini sebenarnya mulai dicatat sejak 15 Januari 2013. Pendiri CASIS-UTM (Center for Advanced for Studies on Islam, Science and Civilisation) ini menulis,”Sejak 2013 itu saya cuba membuat catatan-catatan kecil apabila mendapat hembusan ilham daripada Yang Maha Pengasih yang saya simpan dalam Facebook supaya senang dihimpun nanti, juga untuk berkongsi dengan teman-teman di dunia maya…”

Menurutnya puisinya ini dan puisi-puisi yang sebelumnya ‘bukan manisan telinga tapi untuk renungan mendalam dan disusuli tindakan bijak, berani dan berimbang rasa, adil dan untuk semua.’

Puisi-puisi Prof Wan memang seperti puisi Taufik Ismail. Tidak banyak cuka atau basa basi kata, tapi lebih banyak isi. Renungan-renungannya mencerminkan kegelisahan yang mendalam terhadap kondisi umat Islam di berbagai negara khususnya Melayu. Tapi cendekiawan ternama ini tidak terbatas pada permasalahan, ia juga menuliskan solusi-solusi yang kreatif agar umat dapat mengatasi problematikanya.

Renungkanlah puisi ringkasnya yang berjudul Kerugian :
Gajah sama gajah berperang
Serigala juga akhirnya menang

Raja dan menteri tidak sehaluan
Belanda Feringgi menjadi tuan

Alim ulama saling bersengketa
Si jahil tukil angkuh berbicara

Sekolah university sibuk berniaga
Anak bangsa bilang adab keliru agama

Masjid dan istana ditutup rapat
Sarang maksiat tempat berehat

Ayah ibu sibuk tak terhingga
Anak kesayangan menjadi mangsa

Jagalah batas-batas segala kerja
Kawallah setiap amarah dan rasa!

Yang rugi bukan yang kini zahir
Tapi umat kita yang belum lahir!

Sebarkan kepada semua yang mahu berfikir
Gerak jiwa rasa kesal seorang fakir!

Dalam puisinya ini terlihat keprihatinannya terhadap kondisi negara, universitas, para ulama dan umat secara umum.

Di puisinya yang lain, Khianat Amanah, Prof Wan menjelaskan tentang bahaya bila adab hilang dalam masyarakat.

Bolehkah tikus menjaga labu
Serigala menjaga lembu?
Bolehkah khinzir dikalungi permata
Kera dihadiahkan mawar berharga?

Pabila ilmu ketandusan makna
Keras suara penentu wibawa
Tepukan kafir idaman hati
Umat sendiri disirami benci

Pabila hati diasap hasad
Silap sekelumit diingat berabad
Setiap luka disiram cuka
Segunung jasa sengaja dilupa

Pulangkanlah amanah pada yang berhak
Teguhkan jiwa dengan ilmu al haqq
Tikus serigala kera dijaga mesra
Hanya melambaikan seksa sengsara!

Menarik juga menyimak puisi Prof Wan yang berjudul Budaya Ilmu. Selain menulis puisi Budaya Ilmu, Prof Wan juga tahun 2019 lalu meluncurkan bukunya dengan judul yang sama. Peluncuran bukunya di tanah air ini, mendapat sambutan yang luar biasa dari para pembaca. Lebih dari 500 orang dari berbagai kalangan hadir memenuhi aula ruangan menyambut buku barunya yang ‘wow’ ini.

Budaya ilmu jiwa asli Bani Adam
Benar mengenali untuk apa kita di Sini
Apakah sekadar gigih mengejar mimpi
Lari dari kesunyian mengulit diri

Belajar menggunakan akal
Agar tidak berfikir dangkal
Tentang yang berubah, yang kekal
Mendapat manfaat menambah bekal
Pulang sejahtera ke Darussalam
Bersyukur berlibur bersama Kekasih Idaman

Melatih menajam deria
Agar tepat memilih mengira
Antara yang merosak dan berguna
Mengecap bahagia bangsa manusia

Berita tentang yang tidak terfikir
Cerita tentang yang tidak terzahir
Hakikat kehidupan di hari akhir
Hanya dari lisan Nabi bisa mengalir

Berita dan cerita alam tidak ternampak
Disampaikan kepada kita dengan tepat
Dari lidah Nabi dan ribuan sahabat
Kaum kerabat dan ahli makrifat

Budaya ilmu jiwa sebesar agama kita
Disemai bukan untuk membeli nama dan harta
Disebar bukan untuk dipuji sebagai pendeta
Dihayati seikhlas hati mencari Redha!

Setelah menghayati puisi Budaya Ilmu, pembaca juga perlu menyimak dengan serius coretannya yang berjudul Ingkar Ilmu. Di sini Prof Wan setelah membahas tentang perlunya manusia meneladani kalimat-kalimat para Nabi, ia kemudian mengritik tentang golongan yang ingkar ilmu.

Ingkar Ilmu


Ilmu dan pendidikan galak diperkilangkan
Nilai Ilmuan ditimbang jumlah dana dan penerbitan
Permainan halus teknokrat mengejar laba
Hampa menyelami hakikat semesta

Al Ghazali dipaksa menjual Ihya’ di pasar raya
Rumi disuruh membaca Mathnawi di dewan penguasa
Ibn Haytham disingkir kerana ciptaannya dikongsi semua
Ibn Sina dihina mengubat pesakit dengan percuma

Martabat Ihya’, Mathnawi bukan pada jumlah terjual
Tentu tidak pada jumlah orang yang mengenal
Hakikat murni tidak dingerti pendokong industry
Rekaan sendiri dinobat suci

Hujjatul Islam dan Maulana menerobos awan
Membawa umat mengenal semula tujuan kehidupan
Kenapa ditembak jatuh ke lembah hina kebendaan
Medan permainan Iblis dan angkatan syaitan?

Jangan ditanya sang helang jumlah bulu di sayapnya
Tanyalah betapa tinggi kudrat penerbangannya
Makna saujana pemandangannya
Lihatlah kegigihannya mencengkam mangsa
Hatinya yang tidak gentar
Pada mentari dan panah halintar!

Terakhir, patut direnungkan pesan Prof Wan bagi para intelektual/ulama atau mereka yang mempunyai status sosial tinggi di masyarakat.

Pangkat Tinggi

Pangkat tinggi, jiwa rendah
Amanah suci, jadi musnah

Pangkat tinggi, jiwa hampa
Hasrat murni, rugi belaka

Pangkat tinggi, jiwa berhasad
Orang berbakti, awak mengumpat

Pangkat tinggi, jiwa pengecut
Orang berbudi, awak menghasut

Pangkat tinggi, jiwa temberang
Seketul sejuta dibagi, awak sejuta seorang

Pangkat tinggi, jiwa hampa
Dijulang tinggi di Sini, disula-seksa di Sana

Pangkat tinggi, jiwa ilmuan
Ikhlas gigih berbakti, menjejak langkah Kenabian

Pangat tinggi, jiwa awliya’
Sukar dikecapi, khawwas al khawwas tempatnya!

II Nuim Hidayat (Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Depok dan Alumni IPB-UI).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *