Banyak umat bertanya berkenaan dengan sikap PP PERSIS dalam menentukan hari raya Idul Fitri 1438 H. Sebab, berbeda dengan keputusan di surat edaran awal sebelum Ramadhan.
Wartapilihan.com, Bandung– Sekretaris Umum PP Persis, Haris Muslim menjelaskan kronologis serta landasan hukum atau aturan jamiyah sehingga muncul keputusan seperti tertuang dalam EDARAN No. 0620/JJ-C.J/PP/2017.
Sidang Dewan Hisbah Persatuan Islam pada tanggal 24 Rabiul Awwal 1422 H/16 Juni 2001 tentang Kedudukan Hisab dan Ru’yah dalam Penetapan Awal Bulan.
“Pentetapan Awal Bulan Qamariah yang terkait awal Ramadhan dan ‘Idain untuk anggota jamiyah diserahkan pada Ulil Amri. Ulil Amri yang dimaksud adalah Pimpinan Jamiyyah. Sebagaimana keputusan sidang Dewan Hisbah tanggal 3 April 2013,” kata Haris Muslim di Bandung, Jumat (23/6).
Menurutnya, dampak sosial yang terjadi di tengah masyarakat jika terjadi perbedaan hari raya, sampai urusan teknis pelaksaan shalat ‘Id yang untuk sebagian Pimpinan Wilayah atau Pimpinan Daerah akan mengalami kendala jika terjadi perbedaan dengan pemerintah, karena lahan yang digunakan untuk shalat Id adalah merupakan fasilitas umum seperti jalan dan halaman milik pemerintah.
“Untuk saat ini, kita tinggal menunggu keputusan Ketua Umum (Ulil Amri Jamiyah) pada tanggal 29 Ramadhan 1438 H setelah terbenam matahari dan sebagai tindakan antisipatif, para pimpinan jamiyah terutama penyelenggara shalat Id agar mempersiapkan segala sesuatunya lebih awal,” saran Haris.
Berdasarkan rapat lengkap tersebut memutuskan bahwa PERSIS akan menjalin komunikasi dengan berbagai pihak untuk mempersatukan kriteria Hilal sehingga kriteria yang secara ilmiah sudah teruji validitasnya bisa menjadi rujukan bersama.
“Adapun untuk Idul Fitri 1438 H, PP PERSIS memutuskan apabila pada hari Sabtu 29 Ramadhan 1438 H/24 Juni 2017 M saat magrib ada kesaksian hilal dan terjadi di lebih dari dua lokasi yang kesaksiannya disumpah, maka Ulil Amri (Pimpinan Jamiyah) akan menerima kesaksian tersebut dan menetapkan 1 Syawal 1438 H jatuh pada hari Ahad 25 Juni 2017 M,” paparnya.
Pimpinan Pusat PERSIS memutuskan menetapkan awal bulan hijriyah dengan hisab, sah untuk melaksanakan ibadah serta diperlukan kaidah baku untuk menertapkan hisab persatuan Islam.
“Sidang Dewan Hisbah pada tanggal 25 Rabi’ul Awal 1433 H/19 Februari 2012 M tentang Kriteria Penetapan Bulan Qomariah antara Wujudul Hilal dan Imkanur Ru’yah yang memutuskan kriteria awal bulan qamariah adalah Imkanur rukyah. Kriteria visibilitas visibilitas hilal yang digunakan diserahkan kepada hasil sidang Dewan Hisab dan Rukyat Persatuan Islam,” Haris menerangkan.
Keputusan Bersama Dewan Hisab dan Rukyat dengan Dewan Hisbah No. 005/PP-C.1/A.3/2012 dan No : 019/PP-C.1/A.2/2012 tentang Kriteria Imkanur Rukyah PERSIS yang memutuskan riteria Imakanur Rukyah harus didasarkan pada prinsip visibilitas hilal yang ilmiah, teruji dan dapat dipertanggung jawabkan. Kriteria Imkanur Rukyah yang dimaksud pada saat ini adalah jika posisi bulan pada waktu ghurub (terbenam matahari) di salah satu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia beda tinggi antara bulan dan matahari minimal 4 derajat, dan jarak busur (elongasi) antara bulan dan matahari minimal sebesar 6,4 derajat.
“Sidang Dewan Hisbah terbatas di Kantor PP PERSIS pada 3 April 2013 tentang “Ulil Amri yang Berwenang menetapkan awal Ramadhan dan ‘Iedain” yang memutuskan : “Pimpinan Jamiyah adalah Ulil Amri untuk seluruh anggota jamiyah dalam penetapan awal Ramadhan dan Iedain (dua hari raya Islam),” imbuhnya.
Atas dasar-dasar di atas, DHR PERSIS sejak keputusan Bersama Dewan Hisab Rukyat dan Dewan Hisbah tahun 2012 konsisten melakukan perhitungan Almanak Islam dengan prinsip imkanur rukyah berdasarkan kriteria visibilitas ilmiah, dan meninggalkan kriteria MABIMS yang dipandang tidak bisa dipertanggung jawabkan secara Ilmiyah.
Sementara itu, pemerintah masih menggunakan kriteria MABIMS. Sehingga konsekwensinya sering terjadi perbedaan perhitungan antara Almanak Islam yang dikeluarkan PP PERSIS dengan Almanak Pemerintah terutama dalam penetuan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha. Seperti yang terjadi pada Idul Fitri 1436 H (2015), dan Idul Fitri 1438 H (2017).
“Pada Idul Fitri 1438 H tahun ini, posisi Hilal Sa’at maghrib setelah ijtima (Sabtu malam Ahad 24 Juni 2017/29 Ramadhan 1438), di Indonesia beda tinggi bulan-matahari antara 2° 09’ 24,656’’ sampai 4° 50’ 55,57’’, Elongasi 4° 25’ 39,418’’ sampai 5° 59’ 22,563’’. Di Pelabuhanratu beda tinggi bulan-matahari 4° 14′ 51,98’’”, dan jarak elongasi bulan-matahari 5° 20′ 57,24″ yang menurut kriteria hisab astronomis belum bisa dilihat, sementara menurut kriteria Mabims sudah bisa dilihat. Sehingga Almanak Islam yang diterbitkan PERSIS menetapkan 1 Syawwal 1438H hari Senin, 26 Juni 2017. Sedangkan menurut kriteria MABIMS 1 Syawal 1438 H jatuh pada hari Ahad 25 Juni 2017,” jelasnya.
Mensikapi perbedaan ini, PP PERSIS pada tanggal 13 Mei 2017 mengadakan Focus Group Discusion yang menghadirkan nara sumber perwakilan DHR, Boscha ITB, dan Falakiah NU. Dalam diskusi tersebut Perwakilan DHR Ust. Usman Burhanudin (Abu Sabda) menyatakan bahwa DHR tetap pada perhitungan Almanak Islam-nya, karena kriteria MABIMS sulit untuk dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Sementara Dr. Mahasena Putra Dari Boscha menyatakan bahwa kriteria IR MABIMS tidak bisa dijadikan acuan.
“Sebab, tidak terbukti setelah 10 tahun pengamatan. Hilal minimal yang ditemukan Boscha paling di 8°. Adapun Lajnah Falakiyah NU yang diwakili Hendro Setianto menyatakan Kriteria MABIMS tidak bisa dijadikan acuan. Hilal minimal ditemukan di 5°.
Sehingga disepakati secara Hisab Astronomis, hilal di tanggal 29 Ramadhan 1438/24 Juni 2017 belum bisa terlihat. Pengakuan-pengakuan tanpa bukti Citra hilal tidak bisa diterima. 1 Syawal 1438 H secara hisab Astronomis jatuh pada Senin, 26 Juni 2017 sama dengan Almanak Islam,” tambahnya.
FGD tanggal 13 Mei 2017 dilanjutkan dengan Rapat Lengkap yang membahas berbagai pertimbangan dasar hukum dan aturan jamiyah dalam menetapkan hari raya (Id). Bagi PERSIS bagaimanapun Almanak Islam hasil perhitungan DHR adalah sebagai acuan utama.
“Inilah kronologis dan dasar-dasar aturan jamiyah yang melatar belakangi surat edaran PP PERSIS tentang Awal Ramadhan, Idul Firti dan Idul Adha 1438 H, terutama yang terkait dengan Idul Fitri. Semoga pemaparan ini dapat sedikit memberikan penjelasan dari berbagai pertanyaan yang muncul di kalangan jamaah. Bahwa PP PERSIS tetap menjadikan Almanak Islam sebagai rujukan utama penentuan ABQ, adapun sikap yang diambil dalam penentuan awal Ramadhan dan dua hari raya berdasarkan kepada keputusan Dewan Hisbah tanggal 3 April 2013,” demikian kata Sekretaris Umum PP PERSIS.
[Ahmad Zuhdi]