WARTAPILIHAN.COM, Jakarta – Tim Advokasi GNPF-MUI, Kapita Ampera merasa bahwa Habieb Rizieq Shihab (HRS) telah dizalimi oleh pihak Kepolisian, yang memaksakan kasus baladacintarizieq untuk dijadikan kasus besar dan dihebohkan. Padahal menurutnya kasus ini sangat ecek-ecek dan masih banyak persoalan negara yang harus diselesaikan.
“Kasus Fahri Hamzah yang ingin dibunuh oleh beberapa orang yang tidak merdeka, Novel Baswedan seorang pejabat negara yang mengurusi banyak kasus tetapi sampai saat ini belum terungkap siapa pelaku yang menerornya, harusnya Kepolisian menangani kasus-kasus besar itu dan ini sekali lagi menurut kami kedzaliman yang sangat luar biasa,” kata Kapita Ampera saat dihubungi wartapilihan.com pada Selasa (16/5).
Lebih lanjut, Kapita menilai seharusnya kalau memang benar ada siapa yang menyebarkan harusnya di usut tuntas, namun sampai sekarang tidak ada pemeriksaan, penangkapan atau penyelidikan terhadap pelakunya Termasuk posisinya Firza Husein pada saat pemeriksaan dan penyelidikan, tanggal 21 Desember 2016 Firza hp-nya disita, jadi dia tidak memegang HP tersebut.
“Jadi harus diketahui, yang diperiksa oleh penyidik itu adalah chat antara Habib Riziq dengan Emma, cuma itu seakan-akan chat antara Firza dengan Emma yang mengirimkan gambar-gambar porno dan mengatakan saya lho ada hubungan dengan Habib Rizieq. Tapi dia sendiri yang berbicara kenapa malah Habib Rizieq yang diproses dan dijadikan barang bukti. Sedangkan Firza sendiri tidak pernah mengaku,” sambungnya.
Ia menegaskan, Habib Rizieq adalah ulama yang berani menantang mubahalah (sumpah), terhadap fitnah yang dialamatkan kepada dirinya. Ia menantang untuk mubahalah kepada siapapun apabila tuduhan tersebut benar.
“Mubahalah itu kan luar biasa di dalam Islam, dia bisa dilaknat dunia akhirat apabila berbohong. Tetapi kan sampai sekarang belum ada yang berani melakukan hal itu selain Habib Rizieq,” tegas Kampita.
Kapita menampik, keberadaan HRS di Malaysia karena takut dipanggil oleh pihak Kepolisian sebagai saksi dan melindungi keluarganya dari tekanan.
Ia menyarankan hal itu untuk di tanyakan kepada pihak kepolisian ada apa di balik kasus ini.
“Kebetulan Habieb Rizieq itu sedang umroh, kemudian desertasi beliau harusnya 2015 itu sudah selesai, untuk menyelesaikan program dokrotalnya, namun karena belum selesai beliau kesana lagi,” imbuhnya.
Kapita melihat, aparat penegak hukum diskriminatif terhadap proses dan penegakkan hukum yang menimbulkan keresahan dan gelombang protes dari masyarakat.
“Kalau kita melihat penanganannya bagaimana terhadap kasus-kasus Ahok misalkan, Kapolri mengatakan Ahok tidak bersalah kita masih ingat pada saat itu, tetapi terhadap kasus ini seolah-olah ini kasus yang melibatkan beberapa ulama, ini kan aneh gitu. Kita lihat tidak adil lah pejabat dalam membuat penegakan hukum seperti itu,” ujarnya.
Ia meyakini, kasus ini akan diselesaikan dengan baik termasuk beberapa laporan yang ditindaklanjuti seperti kasus di Bandung -Sampurasun- kurang lebih ada 16 laporan tentang HRS. Kapita mengingatkan Kepolisian untuk tidak mengancam, menjemput, memaksa klientnya seolah-olah umat Islam seperti sedang diprovokasi.
“Kami mengharapkan umat Islam tetap tenang, tidak terprovokasi, menunggu komando dari para ulama. Jadi saya harap dalam hal ini penyidik dari pihak Kepolisian iya berbalik lagi lah. Jangankan seorang Habib, seorang Ahok saja yang sudah jelas divonis bersalah dan dihukum 2 tahun itu ada orang yang siap mati membela dia, apalagi seorang ulama yang sekaligus juga mempertahankan negara,” pungkasnya.
Reporter: Ahmad Zuhdi