Jejak Muslim di NBA: Mahmoud Abdul-Rauf

by
Sumber Foto: Basketball Network

Terlahir bernama Chris Wayne Jackson di Gulfport, Mississippi pada 9 Maret 1969, Abdul-Rauf tumbuh hanya dengan seorang ibu yang bernama Jacqueline Jackson dan kedua saudara laki-lakinya, Omar dan David.

Wartapilihan.com, Depok– Awal kehidupannya tidak dapat dikatakan mengenakkan, karena memang penuh cobaan. Sejak kecil Abdul-Rauf hidup dengan kemiskinan, sampai-sampai sangat sulit baginya dan adik-adiknya untuk makan tiga kali sehari. Paling-paling konsumsi mereka hanya sirup sandwich dan air gula. Bila beruntung, mungkin ia bisa minum kopi. Ia juga mengidap Tourette Syndrome, kelainan yang ditandai dengan kebiasaan fisik dan verbal yang aneh.

Meski begitu, beliau tidak pernah menyerah sekalipun. Pertama kali ia mulai menginjakkan kaki di lapangan basket adalah ketika jenjang SMP. Meski belum paham peraturan basket—awalya ia hanya bermain basket di jalan saja, dia mencetak 24 poin di pertandingan resmi pertamanya. Di SMA, karirnya makin menanjak. Pada tahun terakhirnya, ia mencatatkan 29.9 poin/game dan 5.7 asis/game serta meraih gelar pemain terbaik di Mississippi (Mississippi Mr. Basketball) pada tahun 1987 dan 1988. Lanjut kuliah di Lousiana State University, permainannya pun masih luar biasa. Di game ketiganya bersama Tigers—nama tim basket LSU—ia membukukan 48 poin melawan Lousiana Tech Bulldogs di pertandingan ketiganya.

Pada 4 Maret 1989, Abdul-Rauf mencetak 55 poin—terbanyak bagi pemain tahun pertama—sembari memasukkan 10 kali tembakan tiga angka ketika melawan Ole Miss Rebels. Di akhir tahun, ia mencetak rata-rata 30.2 poin per pertandingannya dan mendapat gelar Pemain Terbaik di SEC (Southeastern Conference—Wilayah Tenggara). Tahun berikutnya, jumlah rata-rata poin per game-nya turun menjadi 27.8, tetapi ia tetap mendapat gelar Pemain Terbaik SEC untuk kedua kalinya secara berturut-turut. Setelah menghabiskan dua tahun di kampus, Abdul-Rauf memutuskan untuk masuk ke NBA.

Mahmoud Abdul-Rauf masuk ke NBA Draft 1990 bersamaan dengan Gary Payton dan Toni Kukoč. Ia terpilih di no. 3 oleh Denver Nuggets. Dua tahun pertamanya di NBA tidak dapat dibilang buruk, tetapi dikatakan bagus pun juga belum. Pada periode ini, Abdul-Rauf gagal untuk mencetak lebih dari 15 poin per game, sangat berbeda saat ia di SMA atau kuliah. Beliau seperti mempunyai masalah pribadi yang memengaruhi permainannya. Sampai akhirnya, ia bertemu Islam. Sebenarnya ia sudah dikenalkan pada tulisan-tulisan Malcolm X sejak di kampus, tetapi ketika di NBA ia berkenalan dengan al-Qur’an dan akhirnya memutuskan untuk masuk Islam dan mengganti namanya seperti saat ini.

Musim 1992-93 datang dan Abdul-Rauf sudah siap. Di musim ini performanya meningkat secara drastis. Ia mencetak 19 poin per pertandingan dan mendapat penghargaan Most Improved Player dari liga. Performanya menanjak dari musim ke musim sampai puncaknya di musim 1995-96. Pada November 1995, ia mencetak 30 poin dan 20 asis saat melawan Phoenix Suns, dan 8 Desember 1995 ia juga mencetak sejarah dengan membukukan 51 poin melawan Utah Jazz. Di penghujung musim ia kembali merata-ratakan 19 poin per game. Setelah itu, Nuggets memutuskan untuk menukarnya dengan Sarunas Marciulionis ke Sacramento Kings. Abdul-Rauf kemudian bermain untuk beberapa tim di beberapa liga di negara lain sebelum akhirnya pensiun pada tahun 2011.

Kenapa Nuggets menukarnya ke Kings padahal ia bermain sangat baik pada musim itu?  Jawabannya karena Abdul-Rauf menolak untuk berdiri saat lagu kebangsaan Amerika Serikat dinyanyikan sebelum pertandingan. Beliau merasa bahwa bendera AS adalah simbol penindasan dan rasisme.

Pada awalnya tidak ada yang menyadari hal tersebut. Ketika setiap orang, termasuk penyelengara liga sadar, barulah publik geger dengan tindakannya.  Pada 12 Maret 1996, liga memberikan sanksi berupa denda sekitar 32 ribu dollar per pertandingan yang ia lewati. Dua hari kemudian Abdul-Rauf berkompromi dengan liga bahwa ia akan berdiri pada saat penyayian lagu Star-Spangled Banner (lagu kebangsaan Amerika), tetapi sambil menundukkan kepala dan memejamkan matanya. Biasanya ia juga berdoa untuk setiap korban rasisme di Amerika.

Abdul-Rauf menunjukkan kepada kita untuk berpegang teguh pada prinsip kita walaupun mungkin beresiko besar. Karena prinsip yang kita miliki berharga mahal dan tidak dapat ditukar dengan apapun juga, terutama sebagai Muslim. “It’s priceless to know that I can go to sleep knowing that I stood to my principles,” kata Abdul-Rauf kepada The Undefeated. “Whether I go broke, whether they take my life, whatever it is, I stood on principles. To me, that is worth more than wealth and fame.” Selesai. Wallahu A’lam

M. Faris Ranadi (Santri Pristac)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *