Hakeem Abdul Olajuwon lahir di Lagos, Nigeria, 21 Januari 1963. Tadinya ia adalah pemain sepak bola berposisi sebagai kiper. Ketika ia berusia 17 tahun, ia ikut sebuah turnamen basket lokal. Saat itulah dia baru bermain basket.
Wartapilihan.com, Depok— Awalnya ia kesulitan bermain basket, tetapi ia berkata, “Basket adalah sesuatu yang unik. Ketika. aku mulai memainkannya, aku merasa hidup dengannya. Olahraga yang lain menjadi usang”. Tahun 1980 adalah saat dimana Olajuwon berhijrah ke Amerika Serikat untuk bermain basket di University of Houston di bawah arahan pelatih Guy Lewis. Di Houston ia bermain bersama calon teman satu timnya di NBA, Clyde Drexler. Karirnya bersama Cougars—julukan untuk tim basket University of Houston—tidaklah terlalu cemerlang, tetapi dengan kelihaiannya dalam bermain basket, ia berhasil terpilih no. 1 di NBA Draft 1984 oleh Houston Rockets. Ia terpilih sebelum legenda basket, Michael Jordan yang terpilih no. 3 oleh Chicago Bulls.
Di Houston Rockets, ia dipasangkan dengan dengan Rookie of the Year musim sebelumnya, yaitu Ralph Sampson yang tingginya 2.24 m. Bersama Olajuwon yang bertubuh tinggi pula yaitu 2.13 m, keduanya dijuluki ‘Twin Towers’. Pada musim pertamanya, Olajuwon merata-ratakan 20.6 poin, 11.9 rebound, dan 2.68 blok setiap permainan. Ia menempati posisi runner-up dalam anugerah Rookie of the Year, kalah dari sang legenda basket, Michael Jordan. Di musim keduanya, ia membuat gebrakan dengan mengalahkan juara bertahan Los Angeles Lakers di babak final wilayah Barat. Padahal, Lakers waktu itu yang dijuluki sebagai Showtime Lakers, masih diperkuat oleh pemain-pemain seperti Magic Johnson, Kareem Abdul-Jabbar, James Worthy dan sebagaiannya. Olajuwon mencetak 75 poin pada game ketiga dan keempat. Pelatih Lakers saat itu, Pat Riley berkomentar, “Kami telah mencoba segalanya. Kami telah mencoba menjaga dia dengan empat orang. Kami telah menahan dia dari berbagai arah. (Tetapi) dia terlalu hebat”. Rockets lolos ke babak final kejuaraan NBA dimana mereka berhadapan dengan Boston Celtics, namun kalah 4-2.
Selanjutnya karir Olajuwon secara tim mulai menurun, terutama ketika Ralph Sampson dipindahkan ke Golden State Warrios pada musim 1987-88. Olajuwon mengalami berbagai kekalahan baik di musim regular maupun pada babak playoff. Baru pada musim 1992-93 ketika Rockets berganti pelatih ke Rudy Tomjanovich mulai terlihat secercah harapan bagi Rockets untuk menjadi juara. Harapan ini menjadi nyata pada musim berikutnya, bersamaan dengan pensiun pertamanya Michael Jordan dari NBA, Rockets berhasil menjadi juara NBA setelah mengalahkan New York Knicks 4-3. Olajuwon juga mendapat penghargaan MVP, Finals MVP dan Defensive Player of The Year pada musim yang sama dan sampai saat ini masih menjadi satu-satunya pemain yang mampu mencapai hal tersebut.
Pada musim selanjutnya, teman semasa kuliahnya di Houston, Clyde Drexler, ikut bergabung dengannya di Houston Rockets setelah sebelumnya bermain untuk Portland Trail Blazers. Mereka berdua membawa Rockets menjuarai liga untuk kedua kalinya secara berturut-turut, walaupun pada musim reguler, tim asuhan Rudy Tomjanovich tersebut berakhir di peringkat keenam di wilayah Barat. Mereka menjuarai liga setelah menyapu bersih duo Shaquille O’Neal dan Penny Hardaway serta Orlando Magic 4-0. Setelah itu, karir Olajuwon tidak dapat dibilang luar biasa, apalagi dengan kembalinya Jordan ke liga pada tahun 1995. Hakeem Olajuwon memutuskan untuk pensiun pada tahun 2001 setelah dipindahkan ke Toronto Raptors.
Ia menutup karir sebagai pemegang blok terbanyak di NBA dengan total 3.830 blok, sebagai satu-satunya center yang masuk ke dalam 10 besar total steal dengan jumlah 2.162.
Salah satu hal yang patut dikagumi dari Olajuwon bukanlah apa yang tercatat dalam statsitk atau apapun yang berada di atas kertas, tetapi apa yang dilakukannya tanpa diketahui banyak orang. Tahun 1995, Ramadhan jatuh pada bulan Februari dimana musim NBA sedang berlangsung. Walaupun begitu, Hakeem Olajuwon memutuskan untuk tetap berpuasa. Meski berpuasa, pada bulan Februari itu ia mendapat anugerah ‘Player of the Month’ dari liga. Beliau sendiri mengaku bahwa ia bermain lebih baik ketika berpuasa.
Ketika masih di kampus dan awal karirnya di NBA, Olajuwon tidak disiplin, bertengkar dengan wasit atau pemain lain dan sebagaiannya. Beberapa saat kemudian, ia mulai tertarik dengan kerohanian dan keagamaan, sehingga membuatnya menjadi Muslim yang lebih taat.
“I studied the Qur’an every day. At home, at the mosque … I would read it in airplanes, before games and after them. I was soaking up the faith and learning new meanings each time I turned a page. I didn’t dabble in the faith, I gave myself over to it. ( Aku mempelajari al-Qur’an setiap harinya. Di rumah, di Masjid… aku membacanya di pesawat, sebelum pertandingan dan setelahnya. Aku mendalami agama dan mempelajari hal baru setiap kali aku membalik halaman. Aku tidak hanya mencoba-coba saja, aku memasrahkan diriku)”, papar Olajuwon.
Clyde Drexler, teman lamanya berkata, “Religion dominates his life (Agama mendominasi kehidupannya)”. Hakeem Olajuwon menunjukkan pada kita bahwa walaupun seorang pemain Basket kelas dunia yang luar biasa, ia tetap taat pada agama, menjalankan semua perintah-Nya walaupun sulit. Setiap hal yang kita lakukan, setiap nafas yang kita hembuskan, setiap langkah kaki yang kita jalankan, pasrahkanlah segalanya untuk mendapat ridha Ilahi. (Bersambung…)
Faris Ranadi (santri PRISTAC)