Oleh: Djoko Edhi Abdurrahman, Anggota Komisi Hukum DPR 2004 – 2009, Advokat, Wasek LPBH, PBNU.
Tak lulus matematika Hanif Dakhiri. Ia katakan serapan Naker Jokowi melampaui janji Jokowi. Lo janji serapan Naker Jokowi berapa? Jika tak salah baca ialah sebesar pertumbuhan ekonomi 7%. Realisasinya 5%. Jelas kurang 2% dari janji pilpresnya Jokowi. Ngibul 2%.
Wartapilihan.com, Jakarta –Saat ini, pertumbuhan naker sebesar 430.000 per 1% pertumbuhan ekonomi. Untuk menyerap total 4,3 juta pertumbuhan Naker per tahun, dibutuhkan pertumbuhan ekonomi 10%.
Tiap 1% pertumbuhan ekonomi, menyerap 430.000 Naker. Karena pertumbuhan ekonominya hanya 5%, maka total penyerapan naker = 5 × 430.000 = 2.150.000 naker. Jadi, kurang 860 ribu naker dari janji Jokowi yang 7%.
Kalau ditambah impor Naker Cina, 100 ribu, maka daya serap yang 2.150.000 tadi dikurangi 100 Naker Cina. Tinggal 2.050.000 yang terserap. Makin besar Naker Indonesia yang menganggur.
Taruhlah Cina kasih investasi, misalnya 50 triliun. Dengan kata lain, investasi yang Rp 50 triliun tadi menaikkan daya serap Naker melalui multiplier effect investasi sebesar 100.000 impor Naker Cina! Tetap tak nyucuk bro Hanif.
Multiplier effect itu relasi interaksi growth x labour x invesment x multiplier effect x COR. Atau dikenal dengan hitungan economic return to scale. Prosesnya panjang. Apalagi angka ICOR (incremental capital output ratio) rezim Jokowi 6,7 atau 67% enefisiensi pembangunan akibat korupsi, oligopoli, dan ekonomi rente sehingga butuh investasi lebih banyak lagi. Zaman Soeharto dulu, ICOR 3.0 saja, Prof Soemitro sudah heboh.
Pengurangan dari impor naker Cina tadi, langsung, direct. Dumb itu jawaban Menkumham Laolly, seolah kalau investasi Cina itu tak ada maka tak ada pelebaran lapangan kerja. Lah, lapangan kerjanya yang dirampok. Dia pikir seperti hubungan dua bejana, tambah kurang. Tak begitu bro Laolly multiplier effect itu. Perlu waktu panjang meski proyeksi Growth per tahun.
Tolak saja investasi Cina itu. Terutama yang turnkey project. Sebab, semua investasi Cina berbahaya bagi Indonesia yang menampung total 24 juta Cina pada 2014, tertinggi di dunia. Dan mereka menjadi proxy geo politics. Sangat berbahaya.