Filosofi Isra’ Mi’raj Membentuk Pribadi yang Berkarakter Menuju Kebangkitan Ummat
Oleh:
Ust. Fahmi Salim, Lc. MA.
(Ketua MIUMI DKI Jakarta)
Assalamu’alaykum wa Rahmatullah wa Barakatuh
Alhamdulillah wa al-Sholatu wa al-Salamu ‘ala Rasulillah wa Aalihi wa Sahbihi wa man waalaah. Amma ba’du:
KHUTBAH 1 & WASIAT TAQWA
*Hakikat Isra’ Mi’raj*
Kaum Muslimin/Muslimat yang dimuliakan Allah ta’ala
Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah peristiwa besar dalam sejarah umat Islam, yang dialami Nabi Besar, Nabi Muhammad Saw. Isra’ Mi’raj adalah hadiah besar yang Allah karuniakan kepada Nabi Muhammad Saw., setelah ujian demi ujian berat menimpanya. Derita pengorbanan yang penuh derai air mata, tetesan keringat dan titisan darah dialami selama 11 tahun pertama berdakwah di Makkah. Pemboikotan 3 tahun di syi’ib Makkah terhadap Nabi dan kaum muslimin sungguh memilukan. Lepas itu, kesedihan mendalam dialami Rasulullah Saw. setelah ditinggal wafat pamannya yang begitu dicintainya, Abu Thalib. Di tahun yang sama istrinya yang selalu mendukung dakwahnya, Khadijah radliyallâhu ‘anhâ juga dipanggil Allah. Dua orang ini adalah orang paling berpengaruh dalam keberlangsungan dakwah Rasulullah Saw di Makkah.
Setelah Makkah menolak dakwah, Rasulullah berfikir untuk mencari lahan dakwah baru. Pilihan itu jatuh ke kota Thaif. Ujian semakin berat ketika Rasulullah Saw. bersama para sahabatnya hijrah ke Thaif. Dilempari batu, dihina, dierca, dan diusir dari Thaif. Kedua kaki mulianya bercucuran darah, kedua terompahnya basah dengan lumuran darah sucinya. Darahnya pun membasahi tanah Thaif menjadi saksi perjuangan berat menyebarkan dakwah Islam. Secara fisik, lukanya memang tidak sebanding dengan peristiwa Perang Uhud, tetapi pukulan psikologis lebih berat dirasakan Rasulullah Saw di Thaif.
Dalam kondisi seperti ini, Allah memberikan hadiah istimewa kepada Rasulullah Saw. Memperjalankannya dari Masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsha disebut dengan perjalanan Isra’. Dari Masjid Al-Aqsha lalu diangkat ke langit ketujuh untuk mendapatkan perintah shalat lima waktu, disebut perjalanan Mi’raj. Sehingga peristiwa dahsyat ini dikenal dengan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw.
Peristiwa agung ini diabadikan Allah dalam Al-Quran Surat Al-Isra` ayat pertama. Dalam satu ayat ini Allah menyebutkan dua masjid suci. Mengikat dua masjid ini sebagai kiblat bagi kaum Muslimin. Dua masjid yang diberkahi, dimuliakan, dan disucikan. Sehingga kedua masjid ini tidak bisa dipisahkan, tidak mungkin ditinggalkan, dan tidak boleh dibiarkan ada gangguan yang mengancamnnya. Umar bin Khatab radliyallâhu ‘anhu berkata, “Al-Quds (Yerussaem) bagi Allah tidak ada bedanya dengan Makkah.”
*Peristiwa Isra Mi’raj selain berdimensi relijus-spiritual (perintah solat 5 waktu, dukungan para rasul), juga berdimensi geopolitik global (mencabut mandat Bani Israil, mengalihkan kepemimpinan spritual dan politis Jerussalem kepada nabi akhir zaman Muhammad SAW). Sangat menarik jika kita perhatikan seksama, di dalam surah al-Isra ini terdapat ketetapan Allah bahwa Bani Israil merusak bumi dan sombong 2 (dua) kali. Pada akhirnya peradaban Israel akan dikalahkan oleh Nabi Muhammad SAW dan ummat Islam. Kekuatan dan kesombongan Bani Israil adalah akibat nikmat Allah yang diulur kepada mereka, merajalela untuk dikumpulkan semuanya di pusat Baitul Maqdis untuk menjalankan takdir Allah di ayat 7 surah Bani Israil.*
*Kenapa Harus Al-Aqsha?*
Kaum Muslimin/Muslimat yang dimuliakan Allah ta’ala
Ada yang bertanya, kenapa harus ke Masjid Al-Aqsha lebih dahulu? Seandainya untuk menerima perintah shalat, tentu sangat mudah bagi Allah untuk mengangkatnya langsung, dari Masjid Al-Haram menuju langit ke tujuh.
Setidaknya ada empat hikmah:
Pertama, Masjid Al-Aqsha adalah pintu gerbang menuju langit. Sebelumnya Nabi Isa a.s. diselamatkan Allah dari kejaran upaya pembunuhan Yahudi, sehingga beliau diangkat ke langit dan nanti pada akhir zaman akan kembali diturunkan, untuk membunuh Dajjal dan Ya’juj Ma’juj. Begitu juga Nabi Muhammad Saw. diangkat ke Sidratul Muntaha dan diturunkan kembali ke bumi melalui Masjid Al-Aqsha.
Kedua, Syarat pemimpin dunia harus mengunjungi dan memberikan perhatian ekstra serta loyalitas kepada Masjid Al-Aqsha. Sebab Masjid Al-Aqsha merupakan pusat kepemimpinan dunia. Pusat kerajaan Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman ada di Baitul Maqdis. Seluruh nabi-nabi kalau tidak lahir dan dakwah di Baitul Maqdis, Allah perintahkan untuk hijrah ke Masjid Al-Aqsha. Nabi Ibrahim a.s. sebelum hijrah ke Baitul Maqdis tidak dikenal (QS. Al-Anbiya: 60), disebutkan dalam bentuk keraguan dan nakirah (umum dan tidak definitif). Tetapi setelah Nabi Ibrahim Hijrah ke Baitul Maqdis, membawa misi Al-Aqsha, Allah sebutkan dengan menggunakan gelar pemimpin dunia, “Aku jadikan engkau (Ibrahim) sebagai pemimpin bagi manusia.” (QS. Al-Baqarah: 124).
Ketiga, di Masjid Al-Aqsha itulah Nabi Muhammad Saw. dinobatkan sebagai pemimpin dunia. Pada malam Isra’ Mi’raj Allah menghadirkan seluruh nabi dan rasul, mulai dari nabi Adam hingga nabi terakhir. Dalam riwayat hadis disebutkan 124.000 nabi dan 315 rasul dihadirkan di dalam Masjid Al-Aqsha. Seluruh nabi dan rasul shalat berjamaah dan Nabi Muhammad Saw. sebagai imamnya, sehingga Rasulullah Saw. mendapat gelar imâmul anbiyâ` wal mursalîn (imamnya para nabi dan rasul). Dengan dijadikannya Rasulullah Saw. sebagai imam, membuktikan bahwa kepemimpinan dunia yang sebelumnya dipegang para nabi sebelumnya, pada malam hari itu diwariskan kepada Nabi Muhammad Saw.
Keempat, karena Al-Aqsha adalah kiblat pertama simbol estafeta dakwah Islam dari Nabi Adam hingga Nabi akhir zaman, Muhammad Saw. Masjid Al-Aqsha merupakan kiblat pertama tidak hanya pada masa Rasulullah Saw., tetapi menjadi pusat ibadah dan kiblat para nabi sebelumnya. Nabi Zakaria bermunajat kemudian dipanggil malaikat untuk diberikan anugerah dari Allah, ketika sedang shalat di Mihrab (QS. Ali Imran: 38-39). Rasulullah Saw. juga menceritakan, bahwa Nabi Sulaiman membangun (memperbaiki) Masjid Al-Aqsha, kemudian berdoa kepada Allah meminta tiga permintaan; kebijakan yang tepat, kerajaan yang tidak dimiliki orang setelahnya, dan mengampuni seluruh dosa orang yang datang ke Al-Aqsha yang tidak ada niat lain kecuali hanya ingin shalat di dalamnya.
Selama di Makkah, Rasulullah Saw. bersama para sahabat shalatnya menghadap ke Baitul Maqdis, padahal Ka’bah ada di depannya. Sampai 16 bulan pertama setelah hijrah ke Madinah masih menghadap ke Baitul Maqdis. Selain mewarisi kepemimpinan dunia, Rasulullah juga mewarisi risalah kenabian dari nabi-nabi sebelumnya. Estafeta kesinambungan dakwah Islam.
Itulah sebagian tanda-tanda kebesaran Allah yang diperlihatkan kepada Rasulullah dan ummatnya di malam Isra’ Mi’raj, linuriyahu min aayaatina (Q.s. Bani Israil: 1)
*Sholat Membentuk Pribadi yang Berkarakter*
Kaum Muslimin/Muslimat yang dimuliakan Allah ta’ala
Kewajiban shalat 5 waktu berbeda sifatnya dengan kewajiban rukun Islam yang lain. Jika ibadah puasa Ramadhan, zakat dan haji Allah wajibkan kepada umat Islam dengan menugaskan Jibril mewahyukan kepada Nabi Muhammad di bumi, maka ibadah shalat 5 waktu Allah wajibkan langsung kepada Sang Rasul tanpa perantara malaikat Jibril ‘alayhi assalam. Dan Allah mewajibkannya di langit langsung di Sidratul Muntaha. Hal ini telah menunjukkan betapa penting dan utamanya kewajiban shalat 5 waktu bagi umat Islam. Sehingga ia disebut sebagai ‘tiang agama’ (‘Imadu ad-Diin), rukun agama yang paling pokok (Ruknul Arkan), pembeda antara muslim dengan kafir.
Sholat yang ditegakkan secara baik dan benar, sesuai syarat dan rukunnya, khusyu’ dan tuma’ninah dalam pelaksanaanya, mengerti dan menghayati bacaan dan gerakannya, pasti akan membuahkan kepribadian muslim dan mukmin yang berkarakter:
– Mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar. إن الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر
– Senantiasa mengingat Allah ‘azza wa jalla, dan menghadirkan-Nya dalam setiap tindakan dan geraknya. وأقم الصلاة لذكري
– Senantiasa hatinya terhubung dan terangkat ke langit dengan menyaksikan (musyahadah) keagungan Allah ‘azza wa jalla. الصلاة معراج المؤمن
– Membersihkan jiwanya dari noda dan dosa, seperti orang yang mencuci dan menyapu pekarangan rumahnya dengan air sungai 5 kali sehari. أرأيتم لو أن نهرا بباب أحدكم يغتسل منه كل يوم خمس مرات ما تقولون؟ هل يبقى من درنه؟
– Membuat hatinya bercahaya, sehingga dapat melihat yang haq itu haq lalu mengikutinya, dan menyingkap yang batil adalah batil lalu meninggalkannya. يرى به الحق حقا فيتبعه ويرى به الباطل باطلا فيجتنبه
– Menguatkan jiwanya di saat menghadapi berbagai ujian dan musibah. Selain kesabaran, sholat adalah penolong terbaik di saat galau dan gelisah. وجعل قرة عيني في الصلاة – كان رسول الله إذا حزبه أمر فزع الى الصلاة
Dengan bekal spiritualitas yang kokoh dan mantap seperti sholat, Allah ta’ala kemudian menurunkan pertolongan dan kemenangan bagi hamba-Nya yang beriman. Dengan sempurna tegaknya shalat 5 waktu yang terpatri dalam jiwa kaum muslimin, maka barulah HIJRAH ke Madinah diperintahkan oleh Allah kepada Nabi dan orang mukmin. Dengan demikian kualitas shalat yang baik merupakan pra-syarat mutlak dan titik tolak bagi lahirnya keadaban jiwa dan peradaban fisik yang kokoh di periode Madinah sebagai periode TAMKIN (pengokohan agama dengan semua perangkatnya: keluarga, sosial, ekonomi, politik, hukum dan perundangan, pertahanan dan keamanan) yang mewujudkan visi umat Islam sebagai ‘khayra ummah’ dan ‘ummatan wasathan’ yang menjadi saksi (syuhada’ ala nas) dan guru bagi peradaban manusia (ustadziyyatul ‘alam).
Artinya apa? Untuk mewujudkan Peradaban (Adab) dan Tamaddun Islam, setiap individu muslim harus berkomitmen menegakkan nilai-nilai karakter shalat.
*Isra’ Mi’raj, Titik Tolak Kebangkitan Islam*
Kaum Muslimin/Muslimat yang dimuliakan Allah ta’ala
Maka peristiwa Isra’ Mi’raj menjadi titik tolak perubahan besar dalam diri Rasulullah Saw. dan kualitas dakwah Islam. Sebelum Isra Mi’raj, Rasulullah dan Umat Islam dalam posisi yang inferior, direndahkan, ditindas dan tak berdaya. Setelah Isra Mi’raj, kondisi berubah 180 derajat, Allah memberikan kemenangan demi kemenangan kepada Rasulullah Saw dan dakwah Islam, *an-nashr wa at-tamkin*.
Nabi Muhammad dinobatkan secara resmi sebagai pemimpin dunia, imam dua kiblat, dipilih sebagai manusia terbaik diantara hamba-hamba-Nya yang terbaik (al-mushthafa). Diangkat derajatnya, ditinggikan penyebutan namanya, mengiringi setelah penyebutan nama Allah, wa rafa’nâ laka dzikraka. (QS. Al-Insyirah: 2).
Pada masa inilah, pasca Isra Mi’raj Nabi Muhammad, terjadi peristiwa besar dalam sejarah dunia, yang erat hubungannya dengan kejayaan Islam, yaitu pertempuran dahsyat antara 2 negara adi daya dunia saat itu: Persia dan Romawi. Suasana sedih melanda Rasulullah dan umat Islam dengan kekalahan Romawi oleh Persia. Sehingga turunlah Surah Ar-Ruum yang meramalkan bahwa setelah kekalahan Romawi itu, selang beberapa tahun kemudian Romawi yang akan memenangkan pertempuran, dan Persia kalah.
Mukjizat Qur’an terbukti, setelah 9 tahun, Romawi berhasil kalahkan Persia. Umat muslim saat itu bergembira menyambut pertolongan Allah. Kemenangan Romawi itu adalah pembuka jalan bagi pertolongan Allah atas kaum muslimin kelak. Allah berfirman, “…setelah kekalahan, mereka (Romawi) akan menang, selang beberapa tahun kemudian…di hari kemenangan Romawi atas Persia itu, orang beriman bergembira” (Q.s. al-Ruum: 3-4)
Kenapa sedih dan kenapa gembira? (Ayat 2, ayat 5) bukan semata alasan kedekatan emosional keagamaan. Lebih kepada analisis perimbangan kekuatan global. Dimana umat Islam sedang dipersiapkan masa transisi mengambil alih dominasi Roma dan Persia di lingkup global. Kekuatan Persia lebih dominan, setelah dikalahkan Romawi maka Persia melemah. Setelah Romawi menang, kekuatan mereka juga melemah karena sumber daya terkuras menghadapi Persia. Rival yang kuat jadi lemah, rival yang lemah jadi semakin lemah.
Maka di Madinah setelah kekalahan Persia sesuai ramalan Qur’an itu, Rasulullah melancarkan perang Tabuk dan Mu’tah untuk melemahkan Romawi. Dilanjutkan di era khalifah Umar bin Khattab, melancarkan perang Qadisiyah mengakhiri era kejayaan Parsi, dan perang Yarmuk mengakhiri era Roma. Irak Iran (dominasi Parsi), Syam, Mesir dan Jerussalem (dominasi Romawi) takluk oleh umat Islam hanya 10 tahun setelah Nabi wafat.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahi al-Hamdu.
*Isra` Mi’raj sesuai tujuannya, memperlihatkan keajaiban kekuasaan-Nya kepada Nabi Muhammad Saw., linuriyahû min âyâtinâ (QS. Al-Isra`: 1). Sehingga menghilangkan segala bentuk ketergantungan kepada makhluk, hanya totalitas bersandar kepada Sang Khaliq. Menguatkan kembali tekad Rasulullah Saw. dan sahabatnya untuk menyebarkan risalah Islam kepada dunia. Mempersiapkan mentalitas Rasulullah Saw. untuk menghadapi ancaman dan terpaan ujian yang dahsyat silih berganti. Saat itu Rasulullah dan kaum mukmin berhadapan dengan kekuatan koalisi besar penghalang dakwah Islam; Quraisy, Yahudi, dan Kaum Munafiq di Madinah. Madinah pun menjadi pusat kejayaan Islam. Khaibar menjadi saksi hancurnya kekuatan sosial politik militer Yahudi. Fathu Makkah merontokkan kekuatan politik Kafir Quraisy dan membersihkan Makkah dari sistem keberhalaan yang menggurita di semua sektor kehidupan, sehingga penduduknya berbondong-bondong masuk Islam. Tabuk dan Mu’tah menjadi saksi cikal bakal dominasi umat Islam mengalahkan hegemoni Romawi dan Persia.*
Mengenang agungnya nikmat Allah dalam peristiwa ini, Rasulullah Saw. setiap malam selalu membaca Surah Al-Isra` sebelum tidur. Betapa cintanya Rasulullah Saw. terhadap Masjid Al-Aqsha. Hadis-hadis beliau banyak memotivasi umatnya untuk mengunjunginya, menjaganya, dan membelanya. Bahkan beliau mengisyaratkan munculnya kejayaan Islam kembali di Baitul Maqdis. Bagaimana mungkin yang mengaku umatnya meninggalkan Masjid mulia ini dikangkangi Zionis Israel.
Maka di saat kondisi umat Islam begitu kelam dan berada di titik nadir, di era dimana Islam dianggap sebagai ancaman dan bahaya bagi peradaban manusia, di saat umat Islam dilabelkan dengan aneka stigma jahat terorisme, radikalisme dan seabrek tudingan miring lainnya. Bahkan kini, agama dimonsterisasi, ulama dikriminalisasi, ummat Islam dicurigai, dakwah dianggap provokasi, kebaikan disebut radikalisasi. Kita perlu merenungkan ulang peran dan posisi umat Islam sebagai ‘khayra ummah’, ummat yang terbaik, dengan mengambil spirit Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw., agar kita dapat membentuk pribadi umat yang terpuji menuju kebangkitan Islam yang kita dambakan.
Allah ta’ala berfirman,
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur: 55)
KHUTBAH 2 & WASIAT TAQWA
DOA
Nasrun minallah wa fathun qariib.
Wassalamu’alaykum wa Rahmatullah wa Barakatuh
*Disadur dari teks pidato peringatan Isra Mi’raj Nabi Muhammad saw 1439 H di Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh*