Impor Berlebihan, Rente Panen Raya

by
Rizal Ramli. Foto: RMOL.co.

Air dan sinar matahari melimpah sepanjang tahun di Indonesia, tetapi pemerintah selalu memutuskan untuk impor berlebihan. Akibatnya, para rente berpanen raya, para petani makin miskin.

Wartapilihan.com, Jakarta – Hal tersebut disampaikan Rizal Ramli, ekonom senior. Ia mengatakan, karena kondisi matahari dan air yang ada sepanjang tahun, semestinya Indonesia dapat menjadi Lumbung Pangan untuk Asia.

“Harusnya kita jadi Lumbung Pangan untuk Asia paling tidak, kalau tidak dunia, bisa kalau kita mau. Tentunya harus ada program jangka menengah, tidak bisa cepat hitungan saya 4-5 tahun, kita bisa jadi produsen pangan, Gudang Pangan Asia,” kata Rizal optimis.

Tetapi ia melihat, ada kebijakan yang menciptakan ketergantungan terus menerus atau dalam istilah Rizal disebut sebagai permanent dependens, dimana terjadi ketergantungan yang terus menerus. “Saya berikan contoh, impor pangan ke Indonesia itu dikelola oleh Kartel, memang misalnya daging banyak pemainnya tetapi pemain sesungguhnya adalah paling 8-9 orang , gula juga segitu dan yang lain-lain juga segitu,” jelasnya.

Keuntungan yang didapatkan kartel tersebut, menurut Ramli adalah luar biasa besar. Pasalnya, harga gula, daging, beras dan bawang putih menjadi sangat murah lebih dari setengahnya karena menggunakan sistem kuota atau penunjukan.

“Kami waktu kami usul di sidang kabinet karena saya bukan bidang ekonomi tetapi bidang saya dalah maritim , jadi kalau ada apa-apa yang bukan bidang saya saya usul di cabinet,” ia bercerita semasa masih menjadi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman.

Ia pernah mengusulkan untuk mengubah sistem kuota ini menjadi sistem tariff, dimana siapapun memiliki hak untuk impor tetapi diharuskan membayar tariff sebesar 25%. Sehingga menurut dia, secara otomatis, harga daging, beras, tempe dan bahan pokok lainnya akan turun sebesar 75%.

“Itu sama saja kita kasih uang sama ibu rumah tangga yang kalau belanja sehari-hari itu kira-kira golongan menengah Rp200.000, dia nggak usah Rp200.000 lagi, cukup Rp150.000 karena harga daging turun, gula turun tempe turun, Pak Jokowi kalau lakukan itu, sama artinya dengan kasih uang Rp50.000 kepada ibu-ibu golongan menengah di kalihkan 1 Bulan sama dengan bagi uang 1,5 juta kepada ibu ibu rumah tangga ini kali 60 juta Ibu golongan menengah, ekonomi kita daya belinya akan naik, ekonomi akan pulih lebih cepat,” tegas dia.

Kendati Presiden Jokowi menyetujui hal tersebut, tetapi sayangnya sistem tersebut tidak diaplikasikan karena para menteri yang kurang loyal terhadap presiden; justru lebih loyal terhadap partai atau keuntungan yang cenderung menguntungkan pihak elit.

Pada kondisi suhu dunia panas sekali atau El nino, ia mengatakan, produksi beras itu akan turun 10% sehingga mau tidak mau harus impor dua sampai dua setengah juta ton. Tetapi, menurut dia, tahun ini curah hujan sangat banyak sehingga tidak ada alasan untuk melakukan impor berlebihan.

“Karena kalau kita impor berlebihan beras itu disimpan di gudang Bulog, karena nggak kepake juga, dua tahun, tiga tahun kemudian berasnya bolong-bolong, banyak kutunya, dijual di pasar enggak laku, akhirnya dikasih sama rakyat miskin atau Raskin yang sekarang Rastra.

Rakyat miskin aja marah dikasih beras kayak gitu, itulah kalau stok berlebihan, karena semangat banget untuk impor, karena ada rente ekonominya,” ungkap Rizal.

Ia lebih lanjut menceritakan pengalamannya empat bulan yang lalu pergi ke Surabaya. Ia bertemu dengan penambak garam dari seluruh Jawa Timur, yang mayoritas merupakan orang Madura.

“Penambak garam ini orang Madura kan berani-berani, tampilan gagah sampai ada yang nangis, bapak tolong kami, Pak, saya ini ada dua anak saya kuliah itu biayanya dari garam, ini kita panen nggak ada yang beli Pak tolong masalah saya mengeluarkan anak saya dari kuliah, saya pun dengar itu ikut nangis, kok kebangetan banget, tega amat,” kata dia.

Setelah itu, tiga bulan yang lalu ia ke Jombang menemui para petani tebu, mereka mengatakan dahulu mendukung Jokowi karena janjinya yang hendak menyejahterakan para petani tebu. Mereka mengatakan pada Ramli, ‘Kami maklum kalau memang Pak Jokowi ndak bisa naikin kesejahteraan kami, sulitlah, tetapi jangan dong bikin kami lebih susah, lebih miskin, ini sama aja bunuh kami, kami giling tebu kami, nunggu 16 bulan buat panen kita giling, kita ada bagiannya kita, ga ada yang beli, kalau kita taruh dirumah, 6 bulan jadi batu, sedih banget,’

“Kejam banget ini, itulah yang membuat saya akhirnya, ngomong yang keras, kadang-kadang kan kita ngomong alus enggak didengerin, harus ngomong keras karena sudah kebangetan, ini menyangkut nasib puluhan juta petani, belum petani beras, dan lain sebagainya,” tukas eks Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) ini.

Ia turut menyalahkan Menteri Perdagangan yang cenderung berjalan sendiri sehingga impor dilakukan secara berlebihan dan terus-menerus. Untuk memperbaiki kredibilitas Jokowi, ia mengatakan, harus mengganti sistem kuota menjadi sistem tarif.

“Saya hanya imbau kepada kawan-kawan yang masih punya hati yang lurus, pikiran yang bersih dan saya percaya sebagian di Nasdem masih seperti itu, saya himbau Ingatlah, kita ini bikin partai, bikin apa ingin partai itu alat untuk perbaikan dan perubahan , untuk demokrasi dan kesejahteraan , jangan hanya orang per orang yang punya kepentingan kita bela habis-habisan padahal ngawur berat.

Jadi itulah sebagai pengantar saya percaya sungguh-sungguh, kita hapuskan sistem ini, daftar nama siapa yang main quotanya , cuma mereka jago , begitu ada yang kuasa langsung di tempel,” pungkas Rizal.

 

Eveline Ramadhini