Aksi May Day (Hari Buruh) yang diperingati setiap 1 Mei 2018, diikuti hampir satu juta buruh di 25 propinsi dan 200 kab/kota di seluruh Indonesia. Kesejahteraan buruh yang belum memadai menjadi isu dari tahun ke tahun. Ditambah lagi, saat ini harga bahan pokok semakin naik, juga listrik dan BBM.
Wartapilihan.com, Jakarta – Untuk aksi di Ustana Negara, Jakarta, hari ini akan ada 150 ribu buruh se-Jabodetabek plus Serang, Karawang, dan Purwakarta dengan titik kumpul aksi di Patung Kuda Indosat, jam 10.00 pagi. Setelah itu massa aksi akan long march ke Istana Presiden.
Hal itu disampaikan oleh Said Iqbal selaku Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Said mengungkapkan, aksi di Istana Presiden akan berlangsung sampai dengan jam 13.00. Pada jam 13.00, massa aksi akan bergerak ke Istora Senayan untuk merayakan May Day sekaligus deklarasi calon presiden RI 2019 – 2024 yang akan di pilih dan di dukung buruh Indonesia.
“Tuntutan yang akan di suarakan kaum buruh dalam aksi May Day tersebut adalah TRITURA PLUS, yaitu tiga tuntutan buruh dan rakyat,” kata Said, Selasa, (1/5/2018), di Jakarta.
Pada aksi hari buruh kali ini, Said mengatakan, para buruh menginginkan agar harga beras, listrik dan BBM diturunkan dengan cara membangun ketahanan pangan dan ketahanan energi.
“Kami juga menolak upah murah. Cabut PP Nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan, jadikan KHL 84 item. Kami juga menolak TKA buruh kasar dari China. Kami menghimbau agar Presiden mencabut Pepres Nomor 20 tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA),” tukas dia.
Said juga menekankan untuk menghapus tindak outsourcing dan menyatukan pilihan kepada presiden RI tahun 2019 yang pro terhadap buruh .
“May Day is not fun day. May Day is not holiday. May Day is struggling of labour issue,” pungkas Said.
Sementara itu, Fahira Idris selaku Ketua Komite III DPD RI mengatakan, Hari Buruh Internasional ini bukanlah seremoni belaka. Namun, merupakan momentum refleksi terutama bagi Presiden untuk mengevaluasi sudah sejauh mana kebijakan dan programnya menyejahterakan kehidupan rakyatnya dirasakan dampaknya.
“Buruh atau kaum pekerja menjadi patakon tingkat kesejahteraan karena di sebuah negara yang buruhnya sudah sejahtera dapat dipastikan lapisan masyarakat lainnya, apapun profesinya juga sejahtera,” tutur Fahira, Selasa, (1/5/2018).
Menurut dia, isu Peringatan May Day dari tahun ke tahun, bukan hanya soal upah dan sistem ketenagakerjaan saja, tetapi isu-isu lain mulai dari pendidikan, pelayanan kesehatan, jaminan sosial, ketimpangan sosial dan ekonomi, penggusuran, pelestarian lingkungan hidup hingga menggugat berbagai kebijakan Pemerintah yang mempersulit kehidupan rakyat.
“Jika setiap May Day, tuntutan buruh semakin kritis dan banyak, artinya kehidupan rakyat makin susah,” tuturnya.
Fahira mengungkapkan, setiap ada kebijakan negara yang tidak berpihak kepada rakyat misalnya kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), kelangkaan BBM subsidi atau ketidakmampuan negara mengelola ekonomi yang mengakibatkan harga kebutuhan pokok meroket dan banyak usaha yang gulung tikar sehingga daya beli menurun, pasti berdampak langsung dan menyengsarakan buruh.
“Buruh, petani, nelayan, pelaku UMKM, dan kaum pekerja lainnya yang paling merasakan dampaknya jika Pemerintah tidak mampu mengelola ekonomi dengan baik dan benar. Sendi-sendi kehidupan mereka akan mereka terganggu bahkan lumpuh jika pertumbuhan dan pemerataan ekonomi terus stagnan begini,” tukas Senator Jakarta ini.
Eveline Ramadhini