Utusan Amerika untuk Timur Tengah mendesak Hamas agar mau berkompromi dengan Israel.
Wartapilihan.com, Yerusalem –Utusan Timur Tengah Presiden Donald Trump mengatakan pada hari Kamis (19/10) bahwa jika Hamas ingin berperan dalam pemerintahan Palestina mana pun, ia harus melepaskan kekerasan dan melakukan perundingan dengan Israel. Permintaan seperti itu selalu ditolak oleh Hamas.
Pernyataan Jason Greenblatt adalah komentar Amerika pertama mengenai upaya rekonsiliasi yang terus berlanjut antara faksi Fatah dan Hamas.
“Setiap pemerintah Palestina harus secara tegas dan eksplisit melakukan tindakan non-kekerasan, mengakui negara Israel, menerima kesepakatan, dan kewajiban sebelumnya antara para pihak – termasuk melucuti teroris – dan berkomitmen untuk melakukan perundingan damai. Jika Hamas memainkan peran apa pun dalam pemerintahan Palestina, dia harus menerima persyaratan dasar ini,” begitu pernyataan Greenblatt.
Hamas menguasai Jalur Gaza dari pasukan Fatah pimpinan Presiden Mahmoud Abbas pada 2007. Hal itu membuat Abbas hanya menguasai wilayah otonom Tepi Barat yang diduduki Israel. Upaya rekonsiliasi di masa lalu berulang kali gagal. Namun, setelah satu dekade blokade oleh Israel dan Mesir, dan tiga perang dengan Israel, Hamas mengatakan bahwa pihaknya siap untuk berkompromi.
Di bawah naungan Mesir, faksi-faksi Palestina pada pekan lalu mencapai kesepakatan awal dan telah membentuk komite untuk menyelesaikan masalah yang belum terselesaikan, terutama pengendalian senjata besar Hamas. Kesepakatan itu belum diimplementasikan.
Pada Kamis (19/10), Greenblatt tiba di Kairo untuk melakukan pembicaraan mengenai upaya rekonsiliasi Palestina. Para pejabat tersebut berbicara dengan syarat anonim karena mereka tidak berwenang untuk berbicara dengan media.
Greenblatt telah berkeliling di wilayah tersebut untuk mencari sebuah formula guna memulai kembali perundingan damai Israel-Palestina, yang terakhir mereda pada tahun 2014. Pernyataannya pada Kamis kemarin menegaskan kembali tuntutan lama kepada Hamas oleh masyarakat internasional.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, juga mengatakan pada pekan ini bahwa tidak akan ada pembicaraan dengan Palestina kecuali jika Hamas menyetujui kondisi yang sama. Netanyahu, yang menyambut pernyataan Greenblatt, telah mengajukan beberapa tuntutan tambahan, termasuk mendesak Hamas melucuti senjata dan mengembalikan sisa-sisa dua tentara Israel dan mengirim kembali dua warga sipil Israel yang diyakini berada di penahanan Hamas.
Hamas, yang dianggap sebagai kelompok teroris oleh Israel, Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya, tidak berencana untuk secara resmi menjadi bagian dari pemerintahan berikutnya.
Orang-orang Palestina tampaknya berharap bahwa ini akan cukup memuaskan masyarakat internasional. Namun, Hamas mengatakan tidak akan membongkar sayap militernya yang kuat dan kemungkinan akan menggunakan pengaruh di balik layar.
Dalam sebuah pernyataan, Hamas mengatakan bahwa pihaknya menolak “pemerasan dan bias Amerika terhadap posisi Israel yang diungkapkan oleh Jason Greenblatt.”
“Hamas akan terus maju dalam rekonsiliasi dan tidak akan memperhatikan upaya untuk menyabotase atau menghalangi jalur ini,” katanya.
Abbas mencari sebuah negara merdeka di Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza. Israel merebut wilayah tersebut pada tahun 1967 meskipun Israel telah keluar dari Gaza pada tahun 2005.
Dengan upaya perdamaian yang terus berlanjut, Israel pada pekan ini mendorong rencana ke depan untuk sekitar 3.000 rumah baru di permukiman Tepi Barat. Demikian dilaporkan oleh Peace Now, sebuah kelompok pemantau anti-pemukiman Israel.
Unit yang direncanakan tersebar di seluruh Tepi Barat dan pada berbagai tahap persetujuan.
Menurut Peace Now, Israel saat ini telah merencanakan lebih dari 6.700 rumah pada tahun ini. Itu lebih dari dua kali lipat jumlah tahun lalu dan tiga kali dari 2015. Ini juga lebih tinggi dari 6.293 unit pada 2014.
Orang-orang Palestina dan sebagian besar masyarakat internasional menganggap permukiman itu ilegal dan menjadi hambatan bagi perdamaian. Israel mengatakan nasib mereka harus ditentukan dalam negosiasi.
Juru bicara Abbas, Nabil Abu Rdeneh, mengatakan bahwa rencana penyelesaian tersebut membuat upaya perdamaian Trump terancam.
“Netanyahu menentang dunia, terutama pemerintahan Trump, dengan menegaskan untuk membangun permukiman di tanah negara Palestina,” katanya.
Trump telah mengambil pendekatan yang berbeda dengan Barack Obama. Yakni, mendesak pengekangan oleh Israel, namun juga mengatakan pembekuan pada pembangunan tidak diperlukan.
Anat Ben Nun, juru bicara Peace Now, mengatakan bahwa pendekatan Trump, bersamaan dengan fokus masyarakat internasional terhadap isu-isu lain, seperti krisis pengungsi internasional, telah mengakibatkan lebih sedikit tekanan pada Israel dan mendorong pembangunan.
“Ini jelas mempengaruhi kebebasan pemerintah Netanyahu untuk mengembangkan permukiman lebih cepat,” katanya.
Pemukim Tepi Barat, sementara itu, mengatakan bahwa Netanyahu tidak melakukan banyak hal. Mereka menuduhnya menggunakan sejumlah persetujuan awal yang meningkat untuk menenangkan basis garis kerasnya ketika jumlah rumah yang sebenarnya dapat dibangun jauh lebih kecil.
“Ratusan tender bangunan tidak bisa memenuhi permintaan ribuan orang yang dibutuhkan di Yudea dan Samaria. Membatasi bangunan Yahudi di Yudea tidak akan membuat kita lebih dekat dengan kedamaian, “kata Oded Revivi, utusan utama Dewan Yesha, yang mewakili lebih dari 400.000 pemukim Israel di Tepi Barat. Yudea dan Samaria adalah istilah alkitab untuk Tepi Barat.
Gedung Putih tidak segera berkomentar mengenai rencana penyelesaian terakhir. Demikian dilaporkan Associated Press.
Moedja Adzim