Halalkah Mirin pada Masakan Jepang?

by
Makanan khas Jepang..foto:istimewa

Kandungan gula pada mirin bisa menambah rasa manis pada makanan, membuat bahan makanan mengkilat, dan harum.

Wartapilihan.com, Jakarta –Dalam kalangan masyarakat Jepang, yang membuat masakan Jepang semakin lezat ternyata adalah mirin, bumbu dapur berupa minuman alkohol warna kuning, rasanya manis. Mirin mengandung 40-50% gula dan alkohol sekitar 14%.

Mirin diolah dengan cara merebus kecap asin dan dashi, juga dengan campuran beragam saus, seperti saus untuk kabayaki (tare), saus untuk soba (soba tsuyu), saus untuk tempura (tentsuyu), saus teriyaki.

Kandungan alkohol pada mirin bisa menghilangkan bau amis pada ikan dan mengurangi risiko hancur bahan makanan yang dimasak. Sedangkan kandungan gula pada mirin bisa menambah rasa manis pada makanan, membuat bahan makanan mengkilat, dan harum.

Untuk pembuatan mirin itu sendiri terbuat dari beras ketan yang dikukus dan dicampur dengan ragi, lalu ditambah semacam arak yang disebut shōchū atau alkohol yang membantu proses peragian. Kemudian didiamkan selama 2 bulan.

Sesudah peragian selesai, bahan-bahan diperas dan disaring. Enzim emilasi yang dikandung ragi akan mengubah karbohidrat dalam beras menjadi gula, sedangkan asam suksinat dan asam amino memberi rasa pada mirin. Kadar alkohol ditekan oleh ragi, sehingga kadar gula yang tersisa pada mirin lebih tinggi dibandingkan sake.

Bagaimana pandangan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) terkait penggunaan mirin? Mengapa ada beberapa resto Jepang di Jakarta yang bisa memperoleh sertifikat halal?

Wakil Ketua LPPOM MUI Muti Arintawati menjelaskan bahwa salah satu titik kritis haram pada restoran Jepang antara lain memang terletak pada penggunaan mirin. Selain tentu saja bahan lain seperti daging yang harus pula dicermati kehalalannya.

“Mengenai mirin, seperti kita ketahui merupakan bumbu dapur untuk masakan Jepang berupa cairan beralkohol berwarna kuning, berasa manis. Mirin termasuk dalam kategori khamr, oleh karenanya tergolong sebagai najis,” ujar Muti kepada Wartapilihan.com di Jakarta, Jumat (24/8).

Menurut dia, suatu produk disebut halal apabila terbuat dari bahan-bahan halal dan tidak terkontaminasi bahan-bahan najis, oleh karenanya penggunaan mirin pada produk halal tidak diperbolehkan.

Selain itu, di Jepang mirin adalah minuman keras dan memabukkan. Sushi adalah salah satu  menu makanan Jepang yang dicelupkan dalam mirin.

“Terkait dengan adanya sejumlah resto Jepang yang sudah bersertifikat halal, tentu saja resto-resto tersebut telah menggunakan bahan-bahan yang terjamin kehalalannya dan bebas dari kontaminasi najis,” ujar dia.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *