GHULUW, MENCIPTAKAN TUHAN-TUHAN SELAIN ALLAH

by

Ghuluw dalam kecintaan terhadap pemimpin, kepala negara, ustadz, habib, ulama dan para pembesar lainnya sehingga memunculkan rasa fanatik dan kultus, bukan sekedar dapat menjadikan seseorang tersesat tetapi juga dapat jatuh kepada kemusyrikan.

Ingat kisah Adi bin Atim, penduduk Thaif yang datang menemui Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan masih Nasrani.
Ketika itu Rasulullah membaca surah At Taubah ayat ke 31 yang bunyinya, ” Mereka menjadikan orang alim ( Yahudi ) dan rahib-rahib ( Nasrani ) sebagai arbaaban min duunillah ( tuhan-tuhan selain Allah )….

Mendengar apa yang Rasulullah baca, Adi bin Atim lantas membantah, ” Sungguh kami tidak pernah menyembah rahib-rahib kami ..” Adi menyangka bahwa kaum Nasrani ( dituduh ) bersujud kepada rahib-rahib mereka.

Rasulullah menjawab , ” Bukankah rahib-rahib kalian menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah ?

Adi mengiyakan.

” Dan kalian ikut. Itulah kalian menyembah mereka ” kata Rasulullah.
Setelah itu Adi berbai’at masuk Islam.

Bukan hanya satu atau dua orang kepala negara, para pembesar pemerintahan, ustadz dan para ulama berbuat seperti para pendeta Yahudi dan rahib-rahib Nasrani itu, tapi banyak, ya banyak sekali.
Mereka memesongkan dan menjual ayat ayat Allah untuk mempertahankan kekuasaan, untuk harta dunia yang tak seberapa dan untuk meraih pengaruh di antara kaum yang jahil, yang sesat dan disesatkan.

Hal itu akan selalu ada di sepanjang masa. Terlebih di tengah masyarakat akhir jaman ini, yang hidup dalam pemerintahan yang melemparkan hukum syariat di belakang tembok-tembok parlemen dan istana yang kemudian menggantinya dengan hukum bikinan ( qawanin wadl’iyah ), maka banyaklah bermuculan para ustadz dan para ulama pemburu dunia.

Memang, terkadang mereka seakan-akan tampak begitu anggun seperti orang yang amat ta’at dan patuh kepada tuntunan agama dalam jubah-jubah keshalehannya.
Tapi di balik itu, sesungguhnya mereka lebih banyak bersikap ambigu, menipu rakyat dengan memelintir makna ayat untuk mencari ridha penguasa.
Sehingga serikali pula sesungguhnya makna ayat dan hadits untuk diletakkan pada sebuah bukit yang tinggi nan permai, tapi mereka bawa ke lembah becek yang berlumpur.

Persis seperti kaum murji’ah yang selalu menempatkan dirinya sebagai pembenar setiap titah penguasa.
Dengan memposisikan diri seperti itu mereka tak mempermasalahkan walaupun agamanya kemudian dikurangi.
Namun celakanya mereka lebih banyak pengukutnya dari pada para ustadz dan ulama yang tunduk patuh berserah diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Untuk melawan kondisi seperti ini, umat harus dicerdaskan sebagai mana Rasulullah mencerdaskan Adi bin Atim radhiallahu anhu dan para sahabat yang lain, yaitu dengan pembelajaran tauhidullah.

Umat tak cukup menjadi ‘abid ( ahli ibadah ) tapi juga harus ‘alim ( berilmu ).
Terutama dan paling penting dari segala ilmu yaitu ilmu tauhid.
Ahli ibadah tanpa ilmu tauhid yang memadai mudah ditipu oleh setan dan para pembesar serta ustadz dan ulama yang kesetanan.

( Iwan Hasanul Akmal )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *