Biksu Ashin Wirathu membuat “Gerakan Anti-Islam 969”. Umat Islam Indonesia menjawab dengan “Gerakan 69”. Berbuat dengan apa yang bisa kita lakukan.
Wartapilihan.com, Jakarta –Umat Islam Myanmar yang tinggal di Rakhine, Myanmar, yang juga dikenal dengan etnis Rohingya, diburu lalu dibantai oleh militer dan umat Budha yang membenci keberadaan mereka. Bukan hanya lelaki yang diburu dan dibunuh, tapi juga anak-anak, orangtua, dan kaum perempuan. Para perempuannya, sebelum dibunuh dengan cara yang tidak manusiawi, jamak dari mereka diperkosa dengan cara yang amat kejam pula. Jika itu menimpa keluarga kita, apakah kita akan membisu, diam seribu bahasa?
Tentang sejarah eksistensi Rohingya, dan juga ketika mereka mulai tidak diakui sebagai warganegara Myanmar, sudah banyak dibahas oleh para ahli. Faktanya, mereka, saudara-saudara kita Rohingya, terus diburu, dibantai, dan sisanya diusir serta terusir dari bumi yang sudah mereka huni sejak generasi Kakek-Buyutnya.
Kekejaman yang luar biasa itu, yang melebihi perilaku binatang buas tersebut, dipicu oleh pernyataan kebencian Biksu Ashin Wirathu yang membuat Gerakan anti-Islam 969. Dalam sebuah khotbahnya, Wirathu mengatakan, “Anda bisa berikan kebaikan dan rasa kasih, tetapi Anda tidak bisa tidur di samping anjing gila,” seperti dikutip The New York Times, 21 Juni 2013. “Anjing gila” yang dimaksud adalah Muslim Rohingya. Pernyataan Wirathu itulah yang memberi semangat kebinatangan militer Myanmar dalam memburu dan membunuhi etnis Rohingya.
Aung San Suu Kyi, 72 tahun, peraih Nobel Perdamaian tahun 1991, yang kini menjabat sebagai State Counsellor atau penasihat negara, tak bisa melakukan apa-apa. Pelopor pro-Demokrasi Myanmar itu menjadi bisu-tuli ketika etnis Rohingya diburu dan dibantai di depan mata kepalanya sendiri. Dunia pun mengecamnya. Diam ternyata tidak selalu bisa diartikan sebagai emas. Bahkan diamnya Suu Kyi, oleh sebagian kalangan, ditafsirkan sebagai “perempuan berhati Iblis”.
Satu Tubuh
Dalam Al-Quran Surah al-Hujurat ayat 10, Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu bersaudara.” Adapun Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, sebagaimana dinarasikan oleh Sahabat Nu’man bin Basyir, bersabda:
عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى (رَوَاهُ مُسْلِمٌ).
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam berkasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam”. (Shahih Muslim: 4685).
Etnis Rohingya yang Muslim itu, Muslim Syiria yang dimusuhi oleh Rezim Bashar Asad, dan warga Palestina yang sedang berjuang melawan zionis internasional, adalah saudara-saudara kita. Mereka berjuang dengan cara apa saja yang mereka mampu untuk tetap bertahan dan mempertahankan akidah, serta memperjuangkan hak-haknya.
Ketika mengetahui bahwa saudara-saudara kita di berbagai belahan dunia itu menderita “sakit”, maka umat Islam dunia akan mengalami hal yang sama. Dan kita perlu tunjukkan pada dunia tentang solidaritas ‘satu tubuh” tersebut, dengan apa saja yang kita punyai, dengan harta, jiwa, dan lisan. Hal itu diperkuat dengan pernyataan Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam yang dinarasikan oleh Sahabat Anas radhiyallahu anhu, “Perangilah orang-orang musyrik dengan harta, jiwa, dan lisan kalian.” (Shahih Sunan Abi Dawud: 2186 dan Shahih An-Nasa’i: 2900).
Dan tatkala Biksu Ashin Wirathu membuat “Gerakan Anti-Islam 969”, umat Islam Indonesia secara kreatif menjawab tantangan tersebut dengan “Gerakan 69”(tanggal 6 bulan 9 tahun 2017) siang ini, kumpul di Bunderan HI, Jakarta, Pukul 13.00 WIB.
Ayo siapkan apa saja yang kita mampu siapkan, dari doa-doa yang kita panjatkan, lisan dalam bentuk ancaman dan tekanan diplomatik, harta yang kita mampu sumbangkan, serta jiwa-raga untuk membantu saudara-saudara kita yang sedang mengalami penderitaan dan disakiti itu.
Herry M. Joesoef