“Teman-teman perjalanan kita di lanjut besok ya. Katanya ombak sampai delapan meter. Sekarang kita (bermalam) di Timika dulu,” ujar Staff Komunikasi ACT Shulhan Syamsur Rijal.
Wartapilihan.com, Merauke –Senin (5/2) kami bersama Aksi Cepat Tanggap (ACT) bersiap-siap menuju Kabupaten Asmat, Kota Agats, Papua. Agenda kami adalah mengunjungi masyarakat Asmat yang terkena KLB (kejadian luar biasa) gizi buruk dan campak, mendapatkan keterangan langsung dari masyarakat dan melihat fasilitas kesehatan.
Bertolak dari hotel pukul 08.10, kami bergerak menuju Bandara Mopah, Merauke menggunakan empat mobil yang di charter sejak kedatangan awal di Merauke. Untuk menuju Asmat, kami harus terbang dari Merauke, transit di Bandar Udara Kelas I Khusus Sentani Jayapura. Dari Jayapura, kami melanjutkan perjalanan menuju Bandara Moses Kilangin, Kabupaten Timika, Papua Barat.
Namun rencana berkata lain, Allah menakdirkan kami harus kembali bermalam di Timika karena kondisi laut tidak memungkinkan untuk dilalui kapal. Ketinggian ombak mencapai enam sampai delapan meter. Bahkan, kapal Anugerah Jaya yang membawa 100 ton beras tertahan sebelum sampai di Pelabuhan Poumaku karena ketinggian ombak dan cuaca yang tidak bersahabat.
“Teman-teman perjalanan kita di lanjut besok ya. Katanya ombak sampai delapan meter. Sekarang kita (bermalam) di Timika dulu,” ujar Staff Komunikasi ACT Shulhan Syamsur Rijal.
Ia mendapatkan informasi dari salah satu Pegawai Negeri Sipil Kementerian Perhubungan yang dinas di Marauke Adit. Hal itu dibenarkan oleh pihak kapal Anugerah Jaya. “Tadi dia (nahkoda yang membawa 100 ton beras) juga tertahan di salah satu pulau. Bahkan sampai Asmat, (hari) Kamis,” terang Rijal.
Meski terkendala, para relawan dan media yang membersamai ACT tetap semangat untuk langsung jumpa dengan masyarakat Asmat. Pasalnya, akses menuju Asmat membutuhkan waktu kurang lebih 3 jam dengan menggunakan kapal dari Pelabuhan Nasional Poumako dan tidak dapat dilalui oleh kapal besar.
Rencananya para relawan ACT dan awak media akan berangkat kembali Selasa (6/2) besok dengan menggunakan pesawat menuju Bandara Ewer, Kabupaten Asmat. Pasalnya, pesawat hari ini sudah tidak ada jadwal lagi. Kendati demimian, para relawan dan media tetap bersemangat dan komitmen untuk sampai di Asmat.
Makan Malam di Timika
Untuk makan malam disini Anda tidak perlu merogoh kocek terlalu dalam karena harganya terjangkau. Dari hotel Emerald yang terletak di Jalan Cenderawasih kami mengarah ke Tugu Timika Indah. Tidak jauh sebelum perempatan ada rumah dengan papan plang bertuliskan Kantor Gubernur Provinsi Papua Tengah.
Papua Tengah adalah sebuah calon provinsi yang rencananya akan dimekarkan dari provinsi Papua. Provinsi ini sempat dimekarkan namun gagal. Ibukotanya direncanakan berada di Timika. Namun dalam beberapa buku Atlas Provinsi Papua Tengah telah di sahkan.
Kabupaten yang mungkin bergabung ke dalam provinsi ini meliputi Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Mimika, Kabupaten Nabire, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Supiori, Kabupaten Waropen, dan Kabupaten Yapen. Namun karena menuai polemik, rencana pemekaran Provinsi Papua Tengah.
“Wah dulu sampai ramai disini Mas, sampai ribut (berkelahi),” kata sang supir yang mengantar kami ke tempat makan malam.
Tidak jauh dari bangunan tersebut terletak lampu merah di persimpangan jalan, kami mengarah ke Jalan Belibis. Disinilah letak Tugu Timika Indah sebagai simbol Kota Timika. “Tapi sekarang pengelolaannya kurang terawat. Dulu waktu masih dipegang (dikelola) PT. Freeport Indonesia masih bagus, sekarang dikelola Pemda,” sambung pria asal Boyolali yang baru tiga tahun itu di Timika.
Di sepanjang jalan Belibis kita dapat menjumpai berbagai macam toko oleh-oleh. Ada abon roll khas Timika, niken (tas khas Papua dari bulu burung Cenderawasih), buah merah untuk kesuburan, dan berbagai souvenir menarik lainnya.
Jam 09.05 kami tiba di Resto Hot and Fresh. Kami langsung memesan beberapa aneka makanan. Rencananya, kami ingin menyantap sate Rusa, namun belum dapat dijumpai. Saya memesan paket bebek terdiri dari setengah potong bebek ditambah dengan sayur asem, tempe, tahu, dan lalapan. Harganya cukup murah hanya Rp. 50.000,-.
Sembari makan malam, tim ACT nampak sedang mengatur perjalanan esok ke Asmat. Maklum, tingginya ombak tidak direkomendasikan oleh BMKG untuk dilalui kapal. “Dulu ada orang yang memaksakan lewat dan hilang begitu saja di tengah laut. Sampai sekarang tidak ditemukan,” cerita wartawan Detik asli Timika.
Pukul 22.20 kami kembali ke hotel dan istirahat untuk persiapan perjalanan ke Asmat.
Ahmad Zuhdi