FUTUHAT ALEXANDRIA KEDUA TAHUN 25 H

by
https://s.kaskus.id/

Iskandariyah atau Alexandria merupakan kota yang terkenal di zaman kuno. Kota pelabuhan terbesar di Laut Mediterania (Laut Tengah) ini pernah menjadi bagian kekuasaan imperium-imperium besar di masa lalu, dari Mesir Kuno di bawah para Fir’aun, Persia, Macedonia-Yunani pimpinan Kaisar Iskandar Dzulkarnain atau Alexander the Great, Mesir Kuno Ptolomeus, hingga Romawi.

Wartapilihan, com, Jakarta — Semua imperium tersebut sempat menikmati kekuasaannya di kota pelabuhan strategis ini sebelum menjadi bagian dari wilayah Kekhalifahan Islam. Kota ini merupakan kota pelabuhan yang banyak transaksi perdagangannya. Kota ini sangat penting untuk mempertahankan kontrol kekaisaran Byzantium. Kultur peradabannya adalah Mesir-Helenis, yakni sangat dipengaruhi oleh Yunani. Pandangan agama serta budayanya juga sangat mirip dengan Byzantium, kendati sekte agama Kristen dan bahasanya berbeda. Mesir beragama Kristen Koptik dan masyarakatnya berbahasa Koptik, bukan latin atau pun Yunani (Khalil Semaan, Islam and the Medieval West, Albany, NY: State University of New York Press, 1980). Tidak banyak generasi Muslim saat ini yang mengetahui, bahwa Iskandariyah atau Alexandria ditaklukan sebanyak dua kali oleh Kekhalifahan Islam, yang pertama kali di masa Khalifah Umar bin Khaththab RA tahun 21 H (Hijriyah), yang kedua di masa Khalifah Utsman bin Affan RA, tepatnya di tahun 25 H.

Sebelumnya, saat Penaklukan Alexandria pertama tahun 21 H, di bawah pimpinan Panglima Besar Amr bin Ash RA, Alexandria menjadi satu-satunya bagian negeri Mesir yang penduduknya agak sulit menerima Islam karena agama dan kebudayaan Romawi begitu mengakar di kota sebelah utara Mesir itu. Lagi pula penduduk kota ini agak diistimewakan oleh Byzantium lantaran menjadi pusat produksi gandum dan bahan makanan lainnya. Selain itu pasukan ini pemasok tentara angkatan laut yang tangguh serta prajurit garnisun demi menjaga keutuhan kekaisaran Romawi Timur tersebut (Phillip K. Hitti, Capital Cities of Arab Islam, Minneapolis: Jones Press, 1973, h. 110). Alexandria memang sangat istimewa di mata Byzantium. Itu sebabnya kendati Alexandria sudah membayar jizyah sebagai tanda perdamaian dan keloyalan kepada Kekhalifahan Islam yang berpusat di Madinah, baru saja memasuki tahun keempat pasca difutuhat oleh Amr bin Ash, penduduk Alexandria mengkhianati perjanjiannya dengan pemerintahan Islam.

Kota Alexandria merupakan basis militer Byzantium terpenting di benua Afrika. Di sinilah pusat kekuatan maritim dan garnisun Romawi Bizantium, yang mana jika kota ini direbut maka kekuatan Romawi dijamin akan menurun drastis kekuatannya, bukan hanya di Afrika tetapi juga di seluruh kawasan Laut Mediterania. Sejarawan Ibnul Atsir mengisahkan dalam kitabnya Al-Kamil Fii Tarikh bahwa tepat tahun 25 H penduduk Iskandariyah melanggar perjanjian damainya dengan Kekhalifahan Islam. Bukan saja enggan membayar jizyah yang menjadi tanda perdamaian dan perlindungan di bawah naungan Khilafah, tetapi sudah sampai taraf mengkhianati. Penduduknya berencana memerangi pemerintahan Islam di Mesir.

Awalnya orang-orang Romawi berpikir kaum Muslimin tidak akan mampu menaklukan Iskandariyah jika kekuasaan atas kota pelabuhan tersebut diraih kembali. Pihak Romawi menduga kaum Muslimin sedang kekurangan personil dalam militer dan jihad karena di masa Khalifah Utsman kekuasaan umat Islam semakin meluas serta banyak terjadi penaklukan di berbagai wilayah. Otomatis basis kekuatan di Mesir dinilai tidak lagi sekuat di masa Khalifah Umar. Saat itulah, Romawi Byzantium di pusat imperiumnya, Konstantinopel (Islambul atau Istanbul Turki saat ini), mengirim surat kepada penduduk Alexandria yang berisi seruan agar mencabut perjanjian damai dengan Kekhalifahan Islam.

Penduduk Alexandria menuruti keinginan Romawi Byzantium, apalagi pada saat itu panglima perang Romawi Manwil (Manuel) Al-Khasi sedang berada dalam perjalanan menuju Iskandariyah dengan 300 kapal untuk mengembalikan kedaulatan Romawi di Alexandria. Sebagai loyalis Romawi, sebagian penduduk Alexandria menyambut gembira akan datangnya kekuatan penuh dari Konstantinopel. Pasukan Manwil Al-Khasi pun disambut sukacita oleh penduduk Alexandria. Maka benturan kembali pasukan Islam dengan Romawi di Alexandria menjadi sesuatu yang niscaya.

Ilham Martasyabana, pegiat sejarah Islam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *