Saat ini perkembangan internet sudah tidak terbendung di dunia. Berdasarkan e Marketer (2017), Indonesia adalah pengguna internet keenam dunia dengan jumlah pengguna mencapai 112 juta.
Wartapilihan.com, Depok– Bersamaan dengan itu, penggunaan media sosial juga meningkat drastis. Masyarakat saat ini lebih akrab menggunakan whatsapp, instagram, facebook, twitter dan lain-lain dari pada membaca media cetak. Tiap hari jutaan atau milyaran informasi mengalir deras di media social itu, ‘menggantikan’ media yang resmi.
Buku karya ahli Computer Science, Munawar PhD ini menawarkan hal yang baru bagi para pembaca. Adab dan Fiqih Bermedia Sosial judulnya. Pembaca akan disuguhkan bacaan menarik tentang fiqih kontemporer dan aktual. Dalam menganalisa tentang hukum Islam terkait masalah ini, penulis juga dibantu beberapa ulama yang mumpuni.
Menurut Munawar, hukum menggunakan internet asalnya adalah mubah. Tapi penggunaannya kemudian bisa berubah hukumnya tergantung maksud penggunanya. Ada lima hukum taklifi yang terkait dengan penggunaan internet.
Pertama, Haram. Menggunakan internet hukumnya haram jika dijadikan sebagai media untuk menyebarkan ideologi kufur, ajaran yang bertentangan dengan Islam atau menyebarkan berita hoaks atau menyebarkan pornografi dan semacamnya.
Kedua, Wajib. Menggunakan internet hukumnya wajib bila digunakan orang alim untuk menjelaskan hukum syara’ bagi masyarakat. Selain itu wajib juga bagi para ulama untuk menjelaskan tentang kebenaran, mengingkari kesesatan dan sebagainya. Bagi para pejabat wajib pula untuk mengetahui perkembangan politik, ekonomi, sosial dan lain-lain di dunia.
Ketiga, Mustahab (Sunnah). Hukum ini berlaku bagi mereka yang menggunakan internet untuk ladang amal, seperti membantu masyarakat yang kelaparan, para pengungsi atau mereka yang tertindas. Begitu juga untuk mereka yang menyebarkan dakwah Islam.
Keempat, Makruh. Menggunakan internet untuk hal yang mubah (musik dan lain-lain), tapi akibat berlebihan sehingga melalaikan dari ibadah shalat dan ketaatan kepada Allah SWT. Memainkan game secara berlebihan juga masuk kategori ini.
Kelima, Mubah. Menggunakan internet untuk menyaksikan hiburan, musik dan lain-lain. Masuk kategori ini juga pencarian informasi dan ilmu pengetahuan.
Menarik juga untuk menyimak buku ini tentang hubungan laki-laki dan perempuan di dunia siber. Chatting dengan lawan jenis pada dasarnya diperbolehkan sebagaimana dalam pergaulan biasa. Syaratnya tidak melanggar hukum syara’. Pembicaraan yang mengandung kebaikan, menjaga adab kesopanan, tidak menyebabkan fitnah dan tidak khalwat adalah contoh pembicaraan yang diperbolehkan. Begitu juga pembicaraan bila ada hajat, jual beli, sakit, kebakaran dan semacamnya diperbolehkan.
Dalam sejarah, kita lihat bahwa istri-istri Rasulullah saw berbicara dengan para sahabat, ketika menjawab pertanyaan tentang hukum agama. Bahkan ada diantara istri Nabi saw yang menjadi guru para sahabat.
Yang diharamkan adalah Sexting. Yaitu suatu aktivitas mengirimkan pesan berupa teks, gambar dll kepada orang lain dengan harapan dapat melakukan aktivitas seksual di kemudian hari. Bagi para jomblo, sexting adalah aktivitas berbahaya karena bisa melibatkan zina lisan, zina mata dan lain-lain. Sexting dibolehkan antara suami istri dengan beberapa catatan.
Penulis juga membahas hal yang aktual dewasa ini, yaitu pernikahan secara online. Yaitu pernikahan dalam waktu yang sama tapi calon pasangan istri dan suami di tempat yang berlainan. Menurutnya, ulama terbagi menjadi dua untuk masalah ini. Pendapat pertama, jenis pernikahan seperti ini sah hukumnya (menurut mazhab Hanbali). Pengertian satu majelis, dimaknai sebagai satu waktu, bukan satu tempat.
Pendapat kedua, pendapat mazhab Syafii. Menurut para ulama ini, pernikahan secara online tidak sah hukumnya. Karena pengertian satu majelis, adalah satu tempat, bukan hanya satu waktu. Penulis buku ini berpendapat bahwa nikah online hukumnya boleh asal terpenuhi syarat ijab qabul. Dengan adanya teknologi komunikasi yang canggih saat ini, dengan video call, teleconference, aplikasi zoom dan lain-lain, maka semua pihak bisa menyaksikan dengan langsung pelaksanaan akad nikah itu.
Selain itu, buku ini juga membahas tentang hukum pencemaran nama baik, cyber bullying dan lain-lain. Pada dasarnya Islam melarang pencemaran nama baik. Ulama terkemuka Abdul Rahman al Maliki (1989), membagi pencemaran nama baik menjadi tiga :
Pertama, Adz dzammu. Penisbahan sebuah perkara tertentu kepada seseorang berbentuk sindiran halus yang menyebabkan kemarahan dan pelecehan manusia. Kedua, Al qadhu. Segala sesuatu yang berhubungan dengan reputasi dan harga diri tanpa menisbahkan sesuatu hal tertentu. Ketiga, Al tahqiru. Setiap kata yang bersifat celaan atau mengindikasikan pencelaan atau pelecehan.
Cyber bullying atau perundungan dunia siber merupakan tindakan penghinaan, kekerasan psikis atau intimidasi yang dilakukan seseorang, kelompok ataupun institusi melalui dunia internet terhadap orang, kelompok, atau institusi lainnya. Tindakan perundungan ini jelas diharamkan dalam Islam (lihat surat al Hujurat 11). Dalam buku ini, penulis menguraikan secara panjang lebar tentang hukum Islam untuk masalah ini. (halaman 81-91).
Hal lain yang menarik, penulis juga membahas tentang penyebaran berita bohong atau Hoax. Dalam Oxford English Dictionary, hoax didefinisikan sebagai malicious deception atau kebohongan yang dibuat dengan tujuan jahat. Ada sekitar 800 ribu situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar berita palsu atau ujaran kebencian (Pratama, 2016).
Menyebarkan hoax, adalah termasuk dosa besar. Rasulullah saw bersabda,”Maukah aku beritahukan kepadamu sebesar-besar dosa yang paling besar, tiga kali (beliau ulangi). Sahabat berkata,”Baiklah ya Rasulullah.” Bersabda Nabi,”Menyekutukan Allah dan durhaka kepada orang tua, serta camkanlah, dan saksi palsu dan perkataan bohong. Maka Nabi selalu mengulangi, dan persaksian palsu, sehingga kami berkata,”Semoga Nabi diam.” (HR Bukhari dan Muslim).
Buku yang aktual ini juga membahas cukup panjang tentang cyber pornography, cybersex, cyber prostitution, pencurian identitas pribadi di dunia siber, penggunaan akun palsu, jual beli follower, doksing, internet troll, cyberstalking, spam dan lain-lain.
Bab akhir membahas tentang panduan pengasuhan anak di dunia siber. Selain memaparkan dasar-dasar Islam untuk penduan pengasuhan, penulis juga memberikan beberapa tips untuk orang tua. Diantaranya :
-Jangan memperkenalkan internet dan gadget lainnya kepada anak-anak di bawah usia 5 tahun. Karena dapat menghambat perkembangan otak, motoric maupun kognitif mereka.
-Dampingi anak-anak yang berusia di bawah 8 tahun ketika menjelajahi internet.
-Bangun komunikasi efektif dengan anak-anak khususnya remaja tentang manfaat dan resiko dunia siber. Perlu pula dibuat komitmen bersama tentang kapan waktu menggunakan media social dan berapa lama yang dibolehkan serta kapan waktu bermain bersama teman di dunia nyata.
-Jangan membagi password kepada siapapun
-Jangan lupa logout jika menggunakan komputer di tempat umum
Walhasil, buku ini sangat bermanfaat bagi masyarakat, baik untuk para guru, dosen, mahasiswa, pelajar, aktivis, dai, profesional maupun masyarakat umum lainnya. Bagi yang berminat bisa menghubungi Difa Books 0813-8111-2253/087881942666. II Nuim Hidayat