Oleh: KH. Luthfi Bashori
Dewasa ini timbulnya fanatisme golongan sangat marak terjadi di kalangan umat Islam Indonesia yang hitrogen, akibatnya tidak jarang bukan sekedar terjadi beda pendapat, namun menjurus kepada gesekan fisik di kalangan umat Islam, hanya karena berbeda ‘baju’, sekalipun masih dalam satu aqidah, Ahlus sunnah wal jamaah.
Wartapilihan.com, Jakarta –Padahal, fanatisme golongan yang tidak dilandasi hukum syariat itu adalah kemaksiatan yang menumpuk dosa bagi pelakunya, apalagi jika fanatiknya itu terhitung melanggar hukum Allah.
Misalnya ada orang yang fanatik terhadap seorang figur ahli maksiat, baik maksiat fisik maupun maksiat keyakinan, namun tetap dibela mati-matian hanya karena satu golongan atau satu almamater dengan dirinya, walaupun secara kasat mata sang idola itu telah menerjang hukum Allah.
Allah berfirman yang artinya, “Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang dzalim.” (QS. Al-Baqarah, 229).
Dalam firman yang lain disebutkan, “Dan janganlah kamu cenderung (fanatik) kepada orang yang dzalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, sedangkan kamu tidak mempunyai seorang penolong pun selain Allah, sehingga kamu tidak akan di beri pertolongan.” (Arti QS. Hud, 113).
Tentang fanatisme buta, yang dalam bahasa Arab adalah ‘ashabiyyah, Rasulullah SAW secara terang-terangan menilai negatif, sebagaimana Sy. Watsilah bin Asqa’ RA mengungkapkan bahwa ia pernah bertanya kepada Nabi SAW, “Wahai Rasulullah SAW, apakah arti ‘ashabiyyah?”
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Apabila engkau membantu golonganmu untuk melakukan kedzaliman.” (HR. Abu Dawud).
Lebih jelas lagi Sy. Jubair bin Muth’im RA memberitahukan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda tentang larangan fanatisme, “Bukan dari golongan kami orang yang menyeru kepada ‘ashabiyyah. Bukan dari golongan kami orang yang berperang demi ‘ashabiyah, dan bukan dari golongan kami orang yang mati dalam membela ‘ashabiyyah.” (HR. Abu Dawud)
Orang yang fanatik terhadap seorang figur ahli maksiat, bukan karena pembelaan terhadap aturan syariat itu, digambarkan ibarat ia sedang mengekor kepada seekor onta yang sedang berjalan dan tidak mengetahui ada bahaya di depannya, namun dirinya tetap mengikuti langkah demi langkah si onta tersebut hingga bersama-sama menabrak bahaya.
Sy. Abdullah bin Mas’ud RA mengabarkan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barang siapa yang membantu kaumnya (melakukan kebatilan), bukan pada jalan yang benar, maka bagaikan seekor onta yang terjerumus, sedangkan ia menarik (memegang) ekornya.” (HR. Abu Dawud).
Fanatik dalam membela suatu golongan itu ada yang diperbolehkan jika memenuhi syarat, antara lain jika golongan atau figur yang dibelanya itu, sedang memperjuangkan ajaran Islam yang sesuai aturan Alquran, Hadist, Ijma’ dan Qiyas.
Jadi, hakikatnya ia sedang membela segala hal yang temasuk ajaran Islam walaupun secara fanatik, namun dengan cara-cara yang sesuai syariat dan tidak menerjang hukum agama, atau bisa dikatakan bahwa ia menerapkan fanatismenya itu khusus kepada kepentingan Allah dan Rasul-Nya.
Sy. Suraqah bin Malik RA menginformarmasikan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang membela golongannya, selama tidak melanggar dosa.” (HR. Abu Dawud).