Wartapilihan.com, Jakarta – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah merasa prihatin dengan dukungan sejumlah guru besar universitas terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya, banyak pihak yang melaporkan lemahnya tradisi keilmuan di dalam kampus.
“Akhirnya muncul gejala seperti pada kasus KPK ini, guru besar dimobilisasi. Mereka tidak paham persoalan, tidak mendalami hukum, main dukung KPK. Tidak setuju ada revisi, padahal mereka Nggak mengerti apa substansinya,” kata Fahri Hamzah di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (2/7).
Lebih lanjut, Fahri mengakui kritik tersebut sebagai kritik umum bahwa kampus sedang mengalami kematian tradisi intelektual. Sebab, terdapat beberapa kampus yang melarang mengundang mantan politisi PKS tersebut.
“Ada tema yang tidak boleh dibicarakan, padahal ini kan sudah abad 21. Kita sudah melampaui masa-masa itu, sekarang bebas saja, karena pikiran itu tidak melukai, pikiran itu hanya mengatakan sesuatu bahwa orang berkata dengan data dan argumen, jawab dengan data dan argumen. Tidak usah penggalangan-penggalangan gitu loh,” tegasnya.
Menurutnya, KPK sedang melakukan politik penggalangan. Selama ini, KPK mendapat donor dari luar negeri, sedangkan dana APBN diberikan kepada LSM (lembaga swadaya masyarakat) untuk memberikan apresiasi dan siraman pujian atas kinerja KPK.
“Itu kan tidak sehat. Jadi lembaga yang akuntable dong. DPR ini seharusnya karena lembaga politik, semua partai politik DPR inilah yang membiayai LSM-LSM untuk menggalang dukungan pada DPR, tetapi itu tidak dilakukan karena bukan tugas dari lembaga negara,” terang aktivis yang turut membidani lahirnya KAMMI.
Fahri menyarankan, lembaga negara tersebut (KPK, red) bertugas dan bekerja secara profesional dengan menunjukkan kebenaran yang ada. Tidak perlu melakukan penggalangan politik. Sebab, simpul Fahri lembaga KPK memiliki keunikan tersendiri. Lembaga hukum tetapi ada serikat pekerja didalamnya, ada politik di antara pegawai dan komisioner.
“Komisioner diboikot, komisionernya di lawan, siapa yang memimpin siapa yang dipimpin jadi tidak jelas. Ini bukan pabrik jamu, pabrik jamu boleh ada pemilik ada pegawai. Ini bukan urusan pemilik dan pegawai, ini lembaga penegakan hukum,” pungkasnya.
[Satya Wira]