EWS dari Alam

by

Istilah agriculture (pertanian) di dunia Barat sudah mulai jarang terdengar. Demikian pula di sini. Yang sering kita dapati sekarang adalah kata agribusiness. Padahal, kata doktor Adi Setia, agriculture adalah kultur, suatu cara hidup saling menghargai, timbal balik komunal dan kooperatif, hubungan timbal balik antara manusia dengan alam yang keduanya saling memberi dan menjaga. Sedangkan istilah agribisnis lebih menitikberatkan pada persaingan (competitivenes) sistem yang memaksimalkan keuntungan dan menekan biaya serta menjadikan petani/penduduk lokal yang dahulu mandiri menjadi buruh upahan di tanah sendiri. Kehidupan sosial yang kooperatif pun berganti menjadi kompetitif tanpa nurani.

Wartapilihan.com, Bogor— Di dunia perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit, hubungan timbal balik antara alam dengan perilaku manusia masih bisa kita dapati. Bahkan fenomena alam bisa menjadi EWS (Early Warning System) bagi manusia. Sudah menjadi pengetahuan umum jika kebun mengalami serangan hama yang sifatnya masal dan massif (outbreak), biasanya ada “sesuatu” pada kelakuan manusianya di situ. Para praktisi perkebunan saya kira tahu masalah ini.

Saya pernah mengalami kejadian ini ketika bekerja di sebuah perusahaan sawit. Ada satu kebun terkena serangan ulat api (Setothosea asigna) yang menghabiskan lebih dari 3000 hektar pohon sawit. Berbulan-bulan penanganannya tidak kunjung berhasil. Padahal pada divisi kami yang menangani masalah HPT (Hama dan Penyakit Tanaman) di kantor terdapat profesor dan pakar yang berasal dari IPB. Tak lama ada isu tidak sedap beredar bahwa di kebun tersebut ada praktek-praktek kotor yang menimpa integritas para pimpinan di kebun itu. Secara bersamaan, masuklah auditor internal memeriksa. Dan benar, akhirnya terkuak, ternyata ada pencurian besar-besaran terhadap buah sawit oleh pimpinan kebun itu sendiri dan uangnya dipakai untuk pesta narkoba beberapa petinggi di sana. Setelah kasus pencurian dan narkoba dibereskan, serangan ulat api -believe it or not, berhenti (terkendali).

Beberapa tahun lalu, di tempat saya bekerja berikutnya, masih perkebunan sawit juga, terkena serangan ulat kantong (Metisa plana) yang meskipun tidak masif tapi tidak kunjung bisa diselesaikan oleh tim agronomi di lapangan. Suatu ketika, setelah 4 bulan berlalu, saya bertemu manajer agronomi dan saya tanyakan perkembangannya. Yang mengherankan adalah jawaban dia (manajer agronomi) atas pertanyaan saya, mengapa masalah ini tidak selesai-selesai. Jawabnya, “Wis, pak. Wis tak kawinke. (Sudah pak, sudah saya kawinin).” Lho, ditanya pengendalian ulat kantong kok jawabannya soal kawin mengawin. Ternyata sumber masalahnya mulai tampak. Ada perselingkuhan terjadi di kebun itu dan pelakunya sudah dipanggil, disidang, dinasihati dan akhirnya keduanya dinikahkan. Boleh percaya boleh tidak, serangan hama ulat api itu tidak muncul lagi kecuali dalam skala terkendali.

Akhirnya, sebagai pimpinan HRD saya selalu mengkaitkan jika ada serangan hama yang sifatnya massif yang menimpa perkebunan kami, apakah itu berupa ulat, serangan tikus, landak, dan sebagainya, biasanya ada apa-apa di sana. Dan pengalaman saya ini beberapa kali terbukti. Senior saya yang lebih lama tinggal di kebun malah berani mengatakan PASTI ada sesuatu.

Dalam penanganan HPT terdapat namanya EWS (Early Warning System), yaitu sistem peringatan dini pada pengendalian hama terpadu pada suatu tanaman. EWS pada dasarnya adalah melakukan pengamatan yang dilakukan setiap waktu secara rutin untuk mengetahui apakah ada serangan hama penyakit atau tidak. Data tersebut sebagai referensi apakah perlu segera dilakukan tindakan preventif (pencegahan) atau tidak. Pengendaliannya (untuk ulat/kepompong) dapat dengan dikutip atau di- fogging (pengasapan). Tapi apabila serangan bersifat tiba-tiba dan masif, atau penanganan sudah dilakukan tapi kok tidak menunjukkan hasil, sepatutnya kita perlu introspeksi diri. Mungkin Allah sedang memberikan EWS kepada orang-orang yang berada di kebun tersebut.

Alam -sebagaimana juga al-Quran, juga termasuk ayat-ayat Allah. Jika ada tingkah laku kita yang menyalahi aturan-Nya, alam pun bereaksi. Alam, jangan disangka sekedar benda mati. Dalam kategori ilmu fisika, batu termasuk benda mati. Tapi menurut al-Quran, semua yang di alam raya, termasuk bumi dan seiisinya, bertasbih kepada Allah. Hanya kita tidak tahu bagaimana mereka bertasbih. Allah berfirman, “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun” (QS Al Israa’: 44)

Kalau ada bencana alam atau wabah penyakit seperti yang sekarang tengah dirasakan hamper seluruh warga dunia, patut rasanya kita melakukan instropeksi diri. Virus corona memang bukan benda mati, tapi mereka tidak punya kehendak (iradah). Pasti ada sesuatu yang menggerakkan mereka menjalar dari satu tempat ke tempat lain. Beberapa orang meninggal, beberapa orang dinyatakan positif, beberapa orang menjadi pasien yang dalam pengawasan. Kegiatan seakan terhenti karena semua harus melakukan social distancing atau lock down. Sebuah video menunjukkan kota-kota besar di dunia sepi di tempat-tempat umum. Dunia seperti terhenti. Ini semua, yang disebabkan oleh virus corona, bukan tanpa maksud dari Sang Pencipta virus. Ini adalah bentuk komunikasi Allah pada kita, jika kita mau memperhatikan ayat-ayat-Nya.

Maka, sebagai manusia yang dibekali akal, kita mestinya sadar dan introspeksi diri. Apa maksud dari Allah mengirimkan virus-virus ini kepada manusia. Dalam ajaran agama kita, musibah atau bencana bisa bermakna azab, ujian atau cobaan. Tapi apapun itu namanya, tujuannya supaya kita makin mendekatkan diri kepada Tuhan. Itulah ujiannya. Kalau kita diuji tidak lulus, ya seperti siswa atau mahasiswa, kita harus mengulang, mengikuti ujian kembali nantinya. Naudzu billah min dzalik.

Ikhtiyar tetap kita lakukan secara maksimal. Namun, solusi integral adalah kembali kepada Tuhan. Kembali kepada siapa yang mengutus virus-virus itu agar Ia menyudahinya. Kembalilah kepada Allah. Kembalilah kepada ajaran Islam penuh rahmah. Laksanakan perintah-Nya yang selama ini kita abaikan dan tinggalkan maksiat. Peristiwa ini adalah Warning System (sudah bukan early lagi) dari Allah. Afalaa ta’qilun. Afalaa tadzakkarun. Afalaa tadabbarun. Mengapa kalian tidak berpikir….

Dr  Budi Handrianto

Dosen Pasca Sarjana UIKA Bogor

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *