Oleh: Inayatullah A. Hasyim
Dosen Universitas Djuanda Bogor.
Pesawat udara Lion Air nomor penerbangan JT610 jurusan Jakarta – Pangkalpinang telah resmi dinyatakan mengalami kecelakaan. Puing-puing dan jenazah korban mulai ditemukan pada Rabu, 31 Oktober 2018. Tanpa mengurangi rasa hormat dan simpati saya kepada kelurga korban, mari kita mengambil pelajaran dari peristiwa kecelakaan tersebut.
Pertama: kematian yang pasti
Persitiwa kecelakaan ini mengingatkan kita tentang kepastian kematian. Yaitu, bahwa kematian telah Allah tentukan waktu dan tempatnya. Tak ada seorang pun yang dapat berlari darinya. Dan tak ada seorang pun tahu di negeri mana ia akan mati. Sebagaimana ramai diberitakan, seorang penumpang asal Bandung selamat dari kecelakaan sebab terlambat sepulug menit sampai bandara. Dia terjebak macet di Cikampek, dan barangkali saat macet itu, dia kecewa. Tapi, rupanya itulah cara Allah menghindari dia dari kematian.
Maka, jika sekali waktu Anda membaca berita, “maskapai X masuk dalam daftar 10 penerbangan paling aman di dunia!”, maka — hemat saya — penerbangan tersebut sesungguhnya tidak benar-benar aman dari kematian. Bukankah Allah SWT berfirman, (artinya) “Di mana pun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kokoh…” (QS An-Nisa : 78)
Mari mengambil pelajaran dari peristiwa kecelakaan ini. Bahwa kematian adalah pasti dan Rasulallah SAW menggambarkan tentang beratnya detik-detik menjelang kematian. Diriwayatkan dari Syahr bin Husyab dia berkata, Rasulullah saw ditanya tentang beratnya kematian. Rasulallah SAW menjawab, “kematian yang paling ringan adalah seperti bulu wol yang tercerabut dari kulit domba. Apakah mungkin kulit dapat keluar kecuali bersama bulu-bulunya itu?”
Kedua: Manfaat besi.
Kecekaan Lion Air ini juga membuka mata kita untuk lebih menguasai teknologi dirgantara. Dan, kita bersyukur bahwa salah satu ahli yang kita miliki dalam teknologi burung besi adalah Professor B.J. Habibie. Namun, tentu satu B.J. Habibie tak cukup. Kita perlu para ahli lain yang mampu mengantarkan bangsa ini pada kemajuan teknologi dirgantara.
Al-Qur’an dengan tegas mengisyaratkan tentang besi dan bagaimana kita — umat manusia — diminta mampu mengoptimalkan besi. Dalam al-Qur’an, bahkan, besi menjadi satu surah sendiri: surah al-hadid atau surah (tentang) besi. Besi adalah bahan dasar utama pembuatan pesawat terbang, dan — karena itu — mutlak wajib dikuasai oleh negara pengolahan dan penjualan besi di negeri ini.
Kembali ke al-Qur’an, surah al-Hadid ini sejak awal mendiskusikan kekuasaan Allah SWT, kewajiban manusia untuk percaya pada qadha dan qadar-Nya serta berlaku adil dalam menegakkan kebenaran.
Secara khusus, Allah SWT berfirman,
“لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ وَأَنْزَلْنَا الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ”
“Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil. Dan Kami menurunkan besi yang mempunyai kekuatan hebat dan banyak manfaat bagi manusia…” (QS al-Hadid: 25)
Para ahli tafsir generasi awal, agak kesulitan menafsirkan kata “telah kami turunkan besi” pada ayat ini. Sebab, kata “nazala” tidak punya makna lain kecuali “turun”. Sementara, manusia mengambil biji besi (iron ore) dari perut bumi, bagaimana mungkin ia “diturunkan”. Dalam tafsir Jalalain, misalnya, disebutkan “sungguh telah kami kirim utusan kami (malaikat) kepada para nabi dengan dalil-dalil yang tegas. Dan telah kami turunkan kepada mereka al-Kitab (wahyu) dan kami ciptakan atau kami sediakan bagi manusia besi.”
Terlihat sekali, penulis tafsir Jalalain menghindari penafsiran “kami turunkan” besi dengan menggantinya menjadi “kami ciptakan”. Penafsiran yang mirip dianut oleh Imam As-Suyuthi, ar-Razi dan Ibn Katsir, termasuk terjemahan Departemen Agama. Hanya Ibn Abbas yang mengatakan, “besi diturunkan sebagaimana Adam diturunkan dari surga.”
Sesungguhnya, (biji) besi memang diturunkan Allah SWT ke muka bumi ini. Penemuan para ahli pada awal abad ke-delapan belas membuktikan itu. Biji besi (iron ore) adalah “benda langit” yang jatuh ke bumi lewat “hujan mateor”, entah berapa juta tahun silam. Apa yang menarik dari ayat tentang besi ini? Allah SWT mengingatkan kepada kita betapa pentingnya peran besi dalam peradaban manusia. Bahkan, turunnya besi disandingkan dengan turunnya kitab suci. Untuk itu, umat Islam wajib mempelajari besi sebagai bahan dasar pesawat terbang dan menguasai ilmu dirgantara, setelahnya.
Ketiga: HYPOXIA
Salah satu hal yang mengancam seorang pilot pesawat adalah hypoxia. Yaitu, kondisi ketika seorang penerbang berada di udara, dan tanpa disadari olehnya, dia mengalami kekurangan oksigen. Gejala seseorang mengalami hypoxia, antara lain, adalah dada terasa sesak namun dia mengalami rasa senang (euforia) yang berlebih. Hal yang sama mungkin pernah Anda rasakan ketika naik gunung. Saat berada di puncak, Anda merasa sesak tapi ingin berteriak dan tertawa-tawa. Padahal sesungguhnya Anda sedang mengalami hypoxia.
Perbedaan hypoxia yang Anda alami dengan seorang pilot adalah Anda tidak bergerak, sedangkan pilot tengah mengemudikan pesawat. Dan, tahukah Anda bahwa kecepatan rata-rata pesawat komersial adalah tiga ratus meter per-detik? Jadi, kalau seorang pilot mengalami hypoxia dalam lima detik saja, misalnya, maka dia telah kehilangan kontrol atas pesawatnya sejauh satu setengah kilometer.
Allah SWT menggambarkan, seorang yang tidak beriman seakan “penerbang” yang mengalami hypoxia itu, dalam firman-Nya,
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ ۖ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ ۚ كَذَٰلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ — الانعام: 125
Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa pada orang-orang yang tidak beriman. QS Al-An’am: 125.
Masya Allah, empat belas abad lalu, ketika belum ada teknologi penerbangan, Allah telah mengingatkan bahwa meskipun kaya raya dan penuh tawa canda, seorang yang tak mendapat hidayah itu sesungguhnya mengalami sesak dada layaknya seorang pilot yang mengalami hypoxia di angkasa sana.
Keempat: Sidik jari
Setelah para jenazah korban Lion Air JT 610 ditemukan, biasanya jenazah-jenazah tersebut akan diidentifikasi menggunakan data ante mortem dan post mortem yang dimiliki para korban. Selain data gigi dan test DNA, sidik jari adalah salah satu cara primer untuk memastikan identitas seseorang.
Empat belas abad lalu, Allah SWT telah mengingatkan kepada kita ketika orang-orang kafir meragukan hari kebangkitan. Allah SWT berfirman,
أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَلَّنْ نَجْمَعَ عِظَامَهُ (*) بَلَى قَادِرِينَ عَلَى أَنْ نُسَوِّيَ بَنَانَهُ
Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna. (QS Al-Qiyamah 3-4).
Berabad-abad lamanya, para ahli tafsir generasi awal bertanya, mengapa Allah SWT memberi contoh kekuasaan-Nya dengan mengembalikan ujung jari manusia pada hari kiamat nanti? Bukankah ujung jari terlihat sederhana bila dibandingkan struktur otak, misalnya. Karena itu Imam Al-Qurtubi hanya menafsirkan, “jika pada pengembalian jari saja mampu dilakukan, maka demikianlah pada tulang-belulang.” Penafsiran Imam al-Qurtubi (dan ulama tafsir lainnya) itu tentu saja tidak memuaskan.
Namun, setelah Jan Evangelista Purkyně (1787–1869), seorang professor anatomi dari Universitas Breslau, Ceko, menemukan sembilan formula sidik jari, penafsiran ayat “sidik jari” ini menarik untuk dilakukan. Ternyata, pada setiap manusia, sidik jarinya berbeda. Bahkan, kemungkinan kesamaan sidik jari adalah satu pada setiap dua milyar manusia. Dan Allah telah menegaskan itu, yaitu bahwa pada hari kebangkitan nanti, Allah Maha Mampu mengembalikan manusia bahkan kepada setiap sidik jarinya.
Wallahua’lam bis-showab.