Selama ini kita berpikir, kitalah yang mengambil manfaat dari tanaman untuk memenuhi kebutuhan kita. Benarkah demikian dari sudut pandang tanaman? Bukankah faktanya, gen tanaman padi saja, lebih banyak dari manusia? Jangan-jangan tanaman lebih cerdas dari manusia.
WartaPilihan.com– Michael Pollan, seorang penulis dari Amerika, salah satu bukunya yang terkenal: The Botany Of Desire, berbicara di TEDx. TED adalah sebuah organisasi media nirlaba yang mengunggah presentasi secara gratis yang di distribusikan secara online, di bawah slogan “ideas worth spreading”. Berikut penuturannya saat berkenalan dengan konsep pertanian Permakultur, yang memberinya ide mengenai cara pandang tanaman dan hewan tentang manusia.
Ini adalah ide sederhana tentang alam, tentang tanah, lebah, flora dan fauna. Dan tentang alat yang sangat sederhana. Dan alat itu, adalah konsep berpikir yang melihat diri kita dari sudut pandang flora dan fauna. Menurut Pollan, ini bukan ide dia sendiri, mungkin orang lain sudah pernah mengungkapnya, tapi Pollan menggunakan pendekatan berbeda.
Cerita dimulai Ketika Pollan sedang menanam kentang di sebuah kebun di New England, di sekitarnya lebah mengerumuni pohon apel yang sedang berbunga. Saat itulah Pollan berpikir: Apa persamaan antara dia dan lebah madu itu? Bagaimana persamaan dan perbedaan peran mereka di kebun ini? Dia menyadari, ada kesamaan.Sama-sama sedang menyebarkan gen satu spesies dan tidak yang lain, dan berpikir bahwa merekalah (Pollan & Lebah) yang membuat keputusan di sini. Pollan berpikir, adalah keputusannya untuk memilih varietas kentang apa dan menanamnya di kebun ini. Lebah juga mungkin berpikir, dialah yang memutuskan memilih bunga apel yang mana yang akan diambil nektarnya.
“Kita berpikir Kita adalah penguasa di alam, lebah itu dan juga saya”. Tapi kemudian Pollan berpikir, bagaimana bila pemikiran itu tak lebih dari pendapat menyombongkan diri sendiri? Misalnya si lebah, dari yang kita tahu adalah bahwa lebah ditipu dengan cerdiknya oleh bunga. Bunga itu telah mengembangkan kumpulan sifat yang khas — warna, wangi, rasa, pola — yang telah memancing lebah itu datang. Dan lebah itu ditipu dengan cerdiknya untuk mengambil nektar, sekaligus membawa sebagian tepung sari di kakinya, dan pergi ke bunga lain. Lebah itu bukan penguasa di kebun itu. Demikian juga Pollan sendiri, jangan-jangan dia juga sudah dikerjai kentang..?
“Saya telah dibujuk oleh kentang itu, untuk menanamnya, untuk menyebarkan gennya, memberikan tempat hidup baginya”, pikir Pollan. Ketika dia melihat dari sudut pandang spesies lain yang mempekerjakan kita, tiba-tiba pertanian tampak bukan sebagai penemuan, bukan teknologi manusia, tapi perkembangan co-evolusioner, di mana sekelompok spesies sangat cerdas, telah mengeksploitasi manusia. Mereka menemukan cara membuat kita membersihkan hutan, misalnya untuk memberikan tempat hidup spesies tanaman tertentu.
Saat Kita memotong rumput, seolah-olah kita yang berkuasa. “Tidak, inilah yang sebenarnya diinginkan rumput-rumput itu dari kita. Saya dibodohi. Saya dibodohi rumput-rumput itu, yang tujuan hidupnya adalah mengalahkan pohon, yang bersaing berebut sinar matahari dengan mereka.”, Demikian pikir Pollan. Dengan membuat kita memotong rumput, kita membuat rumput makin kuat dan pohon-pohon tidak tumbuh.
Dengan cara perpikir seperti ini, Pollan menyadari bahwa bunga dengan cara yang sama, dengan kecerdasan yang tinggi, mengetahui semua hal menarik tentang selera dan hasrat lebah madu. Lebah madu suka manis, suka warna tertentu, suka sesuatu yang simetris. Kita, manusia ‘dikerjai’ dengan modus yang sama. Bukankah ini akan jadi cara yang menarik untuk melihat dunia?
Secara ilmiah, Pollan melanjutkan, Bila kita melihat dunia melalui kacamata spesies lain membantu kita menghadapi anomali aneh, yang membuat kita menemukan bahwa kita hanyalah satu di antara banyak spesies. Evolusi sedang terjadi pada kita sama halnya sedang terjadi pada makhluk lain. Selain bertindak kita juga dikenai tindakan. Kita hanyalah benang di dalam tenunan kehidupan ini. Segera setelah kita mulai melihat semua hal dari sudut pandang tanaman atau hewan, kita sadar bahwa itulah konsep pemikiran sebenarnya.
Melihat dunia melalui sudut pandang spesies lain adalah obat dari penyakit mementingkan diri yang dialami manusia. kesadaran manusia adalah hanya perangkat lain untuk hidup bersama di dunia.
Ada lagi 2 contoh menarik yang Pollan ceritakan, juga dari kebun.
Kacang lima. Disebut kacang lima karena berasal dari Peru, negara yang beribukota Lima. Saat kacang lima diserang kutu laba-laba, dia melepaskan senyawa kimia volatil ke mana-mana dan memanggil spesies kutu lain yang datang dan menyerang kutu laba-laba, melindungi kacang lima itu. Jadi kalau manusia bisa membuat alat, berbahasa, tanaman punya kemampuan biokimia. Dan mereka telah menyempurnakannya sampai tahap yang tak bisa lagi kita bayangkan. Kerumitannya, kecanggihannya, adalah sesuatu yang perlu dikagumi.
Pollan berpendapat, inilah skandal Proyek Genom Manusia. Dia menuturkan, “kita berpikir ada 40 atau 50 ribu gen manusia. Ternyata hanya ada 23 ribu. Untuk perbandingan saja, padi: 35 ribu gen. Jadi spesies mana yang lebih canggih? Baiklah, kita semua sama canggihnya. Kita masih berevolusi — berevolusi sepanjang waktu yang sama, hanya melalui jalur yang berbeda.”
Contoh kedua yang diberikan Pollan adalah kita terbukti ditipu oleh jagung.
“Ceramah tentang etanol dari jagung, bagi saya adalah puncak kemenangan jagung atas akal sehat. Hal itu adalah bagian dari rencana jagung untuk menguasai dunia. Anda akan lihat jumlah jagung yang ditanam tahun ini akan jauh lebih banyak dari tahun lalu, dan akan ada habitat jagung yang jauh lebih banyak, karena kita telah memutuskan bahwa etanol akan membantu kita”, demikian papar Pollan.
Tadinya kita berpikir bahwa manusia memaksa spesies lain memenuhi keinginan manusia, bahwa manusailah yang memegang kendali dan manusia yang membuat pabrik-pabrik itu, dan yang punya teknologi, dan mendapatkan makanan, bahan bakar, atau apapun yang manusia mau.
“Saya akan membawa anda ke pertanian yang sangat berbeda”, ajak Pollan.
Pollan menemukan area pertanian di Lembah Shenandoah di Virginia, yang menerapkan ide untuk melihat segalanya dari sudut pandang spesies lain. Dari seorang lelaki, bernama Joel Salatin. Pollan menghabiskan waktu seminggu sebagai murid di pertanian ini. Belajar tentang hubungan manusia dan alam. Inilah yang Pollan cari selama ini.
Pertanian Joel dinamakan Polyface. Karena punya enam spesies binatang yang berbeda, juga beberapa tanaman, yang hidup dengan tatanan simbiosis yang sangat rumit. Itulah permakultur, ada sapi, ada babi, ada domba, ada kalkun, dan kelinci. Semua saling melakukan pelayanan ekologi satu sama lain, sehingga kotoran satu spesies menjadi makanan spesies lainnya dan mereka saling mengendalikan hama satu sama lain. Pollan memberikan salah satu rincian kecil hubungan ekologis ini, yaitu hubungan antara sapi dan ayam petelur. Sapi-sapi ada di kandang berupa pagar. Satu-satunya teknologi yang terlibat di sini adalah pagar listrik yang murah, disambungkan ke baterai mobil. Cukup satu orang untuk membawa pagar ini yang cukup untuk lahan seluas seribu meter persegi, dan memasangnya dalam 15 menit saja. Sapi-sapi merumput untuk satu hari. Lalu mereka berpindah. Sapi-sapi memakan semua rumput di sana. Tiga hari kemudian Joel membawa sesuatu yang disebut eggmobile.
Eggmobile itu sebuah kandang ayam sederhana. Terlihat seperti kapal yang terbuat dari papan di padang rumput, tapi di dalamnya tinggal 350 ekor ayam. Dia menarik kandang itu ke tempat gembala Sapi tiga hari lalu, kemudian 350 ekor ayam keluar lewat pintu kandang itu, berkokok dan bermain semau mereka. Mereka langsung menuju kotoran-kotoran sapi yang ada.
“Apa yang mereka lakukan sangat menarik. Mereka menggali kotoran-kotoran sapi itu untuk mendapatkan belatung, larva-larva lalat”, kata Pollan. Ternyata alasan menunggu tiga hari itu karena pada hari keempat atau kelima larva-larva akan menjadi lalat, dan mereka akan punya masalah lalat yang parah. Joel tunggu agar larva-larva itu besar, lembab, dan lezat bagi ayam, karena larva-larva adalah sumber protein favorit bagi ayam.
Ayam-ayam itu seperti menari-nari, dan mereka mengais-ngais kotoran sapi untuk mendapatkan belatung. Dalam proses ini, ayam meratakan kotoran sapi di lahan tersebut. Sangat berguna. Itulah pelayanan lingkungan yang kedua.
Ketiga, ketika ayam-ayam ada di lahan gembala ini, tentu saja buang kotoran semau mereka. Kotoran ayam yang kaya nitrogen menyuburkan tempat ini. Lalu ayam-ayam dibawa lagi ke tempat selanjutnya. Dalam beberapa minggu rumput-rumput di area gembala akan tumbuh cepat. Dan dalam empat atau lima minggu, Joel dapat mengulangi proses itu. Dia dapat menggembalakan sapi lagi, atau memotong rumputnya, atau membawa spesies lain, seperti domba, atau dia dapat membuat jerami untuk musim dingin.
“Sekarang, saya mau anda melihat lebih cermat apa yang terjadi di sana. Itu adalah sistem yang sangat produktif. Yang perlu saya beritahu pada anda adalah di lahan 40 hektar itu dia mendapatkan 18,1 ton daging sapi, 13,6 ton daging babi, 37,5 ton telur ayam, 20.000 ekor ayam potong, 1.000 kalkun, 1.000 kelinci — makanan yang sangat banyak”, celoteh Pollan.
Mungkin kita pernah dengar pertanyaan: “Dapatkah sistem organik memberi makan dunia?” Lihatlah berapa banyak yang bisa anda dapatkan dari 40 hektar lahan dengan cara ini — sekali lagi, berikan pada tiap spesies hewan itu yang mereka inginkan. Biarkan mereka mendapat keinginannya, yang unik secara fisiologis. Masukkan itu dalam prosesnya.
Pollan lalu mengajak kita melihat dari sudut pandang rumput. Apa yang terjadi pada rumput saat kita melakukan sistem ini? Ketika hewan memamah biak makan rumput, rumput itu terpotong dengan tinggi tertentu. Dan rumput segera melakukan hal yang sangat menarik. Yang berkebun pasti tahu ada sesuatu yang disebut rasio akar-tunas. Tanaman perlu menjaga massa akarnya kurang lebih seimbang dengan massa daunnya agar mereka sehat. Jadi ketika mereka kehilangan banyak daun, mereka menggugurkan akar. Semacam menghentikan pasokan, dan akarnya akan mati. Spesies yang ada dalam tanah akan bekerja, mengunyah akar-akar mati itu, menguraikannya. Mereka adalah cacing tanah, jamur, bakteri. Dan hasilnya adalah tanah yang baru. Begitulah bagaimana tanah terbentuk. Tanah terbuat dari bawah ke atas. Beginilah proses terbentuknya padang rumput.
Joel Salatin bukan peternak ayam, bukan peternak domba, bukan penggembala sapi, dia adalah petani rumput, karena rumput adalah spesies paling penting dari sistem tersebut. Bila kita memikirkan gagasan ini, berlawanan dengan ide: “untuk mendapat apa yang kita inginkan, alam akan berkurang. Makin banyak untuk kita, makin sedikit untuk alam”. Banyak makanan yang dihasilkan dari area pertanian ini, dan di akhir musim ada lebih banyak tanah, lebih subur dan lebih beragam.
Hal itu adalah hal baik yang perlu dilakukan. Ada banyak petani yang menerapkan ini belakangan. Hal ini lebih maju dibanding pertanian organik, yang kurang lebih masih merupakan sistem lama. Dan pesan moralnya adalah jika anda mulai memikirkan spesies lain, memikirkan keadaan tanah, cukup dengan ide dan cara pandang yang baru ini — karena tak ada teknologi selain pagar itu yang terlibat, maka kita bisa mendapatkan makanan yang kita butuhkan dari bumi, dan menyelamatkan bumi dalam proses tersebut.
“Ini adalah jalan untuk memelihara dan menyelamatkan dunia kita. Itulah yang sangat menarik dari perspektif ini”, demikian tutup Pollan.
Abu Faris
Praktisi & Alumni 7th Certified PDC Bumi Langit Institute
Bahan Bacaan:
https://www.ted.com
www.wellfedhomestead.com
https://www.shenandoahpermaculture.com