Mematikan lampu selama 1 jam, rutin dilakukan setiap peringatan Earth Hour. Mungkin tidak terlalu penting untuk teman saya di suatu daerah tambak terpencil yang sering kena giliran mati lampu. “Kirain Earth Hour sudah dipindah ke pagi”, rutuknya karena hari ini (24/3/2018) ramai orang membicarakan peringatan Earth Hour.
WartaPilihan.com, Depok–Earth Hour (Jam Bumi) adalah sebuah kegiatan global yang diadakan oleh World Wide Fund for Nature (WWF) pada Sabtu terakhir bulan Maret setiap tahunnya. Kegiatan ini berupa pemadaman lampu yang tidak diperlukan di rumah dan perkantoran selama satu jam untuk meningkatkan kesadaran akan perlunya tindakan serius menghadapi perubahan iklim. Perubahan iklim yang dimaksud tentunya merujuk ke pemanasan global.
Kegiatan yang dicetuskan WWF dan Leo Burnett ini pertama kali diselenggarakan pada tahun 2007. Saat itu, 2,2 juta penduduk Sydney berpartisipasi dengan memadamkan semua lampu yang tidak diperlukan. Setelah Sydney, beberapa kota di seluruh dunia ikut berpartisipasi pada Earth Hour 2008.
WWF adalah sebuah organisasi non-pemerintah internasional yang menangani masalah-masalah konservasi, penelitian dan restorasi lingkungan. Dulunya bernama World Wildlife Fund dan masih menjadi nama resmi di Kanada dan Amerika Serikat. WWF adalah organisasi konservasi independen terbesar di dunia dengan lebih dari 5 juta pendukung di seluruh dunia yang bekerja di lebih dari 100 negara, mendukung sekitar 1.300 proyek konservasi dan lingkungan. (sumber: wikipedia)
Sedangkan pencetus Earth Hor lainnya, Leo Burnett, adalah eksekutif periklanan dunia dari merek-merek terkenal (Mc Donald, CocaCola, HallMark, dll). Dia dianugrahi oleh Majalah Time sebagai 100 orang paling berpengaruh abad ke-20
Earth Hour 2018 akan dilaksanakan pada 24 Maret 2018 pukul 20.30 sampai 21.30 waktu setempat. Mematikan lampu adalah simbol perlunya rasionalitas dalam menggunakan energi. Tak kurang Gubernur DKI, Anies Baswedan, mengirimkan pesan EARTH HOUR ini dalam video pendek yang viral kemana-mana. Anies perpesan: “Saya mengajak kita semua, kita kurangi pengunaan listrik yang tidak diperlukan dan menjadikan diri kita bagian dari ikhtiar global untuk sama-sama membereskan masalah lingkungan hidup kita. Gerakan melawan perubahan iklim hari ini akan menentukan wajah masa depan kita, akan menentukan seperti apa planet ini diwariskan pada anak-anak kita. Let’s Connect to Earth”.
Urusan menghemat energi, sudah menjadi issue hangat di dunia, mari kita tengok pengalaman seorang ahli permakultur kontemporer Paul wheaton. Idenya mengenai energi dengan judul REALLY saving energy (Hemat Energi Sebenarnya), sangat menarik. Ide ini pernah dipaparkan Paul di ajang TEDx.
Paul memulai ceritanya mengenai sebuah buletin yang dia terima dari PLN-nya Amerika. Dalam buletin itu, termuat artikel yang menyebutkan CFL (Compact Fluorescent Lamp) daripada lampu pijar, dengan alasan CFL lebih hemat energi. “Ini sangat bertentangan dengan temuan pribadi saya sehingga saya memulai serangkaian eksperimen untuk membuktikan posisi saya”, kata Paul.
Mulailah Paul mengumpulan informasi dan serangkain eksperimen (Paul memeiliki keahlian listrik), akhirnya sampai pada kesimpulan CFL tidak lebih hemat dari lampu pijar. Bila melihat jumlah listrik yang digunakan di Amerika Serikat, terlihat bahwa penerangan menggunakan lebih banyak listrik daripada untuk pemanas. Jadi, orang bisa sampai pada kesimpulan bahwa menghemat energi untuk penerangan mungkin akan memiliki dampak yang lebih signifikan daripada menghemat pemanas.
Tapi Paul menemukan data bahwa penerangan mempunyai proporsi yang sangat kecil. Dan pemanas lebih dari setengah energi rumah yang digunakan.
Kisah pertama saya adalah bagaimana saya memotong 87% dari tagihan listrik saya dengan memanaskan diri saya sendiri, alih-alih seluruh rumah. Idenya adalah berusaha mengumpulakn semua benda yang memancarkan panas berdekatan dalam satu ruangan. Paul mengatur letak lampu pijar lebih dekat, plus mengganti pemanas kandang reptil dengan keyboard dan mouse yang juga panas. Dengan cara ini, kebutuhan energi untuk menghangatkan ruangan lebih hemat. Makna dari cerita ini adalah kita membutuhkan lebih banyak penerangan di musim dingin, dan Ini saat yang sama ketika kita membutuhkan lebih banyak panas. Dan lampu pijar ini memberikan penerangan dan panas yang agak efisien.
Cara lain untuk pemanas ruangan adalah dengan menggunakan Tungku Rocket. Sebuah tungku yang sangat efisien, sedikit asap dan sedikit bahan bakar. “Kami memperkirakan bahwa sekarang ada lebih dari 100.000 di antaranya yang telah dibangun. Orang-orang memanaskan rumah mereka dengan tidak lebih dari ranting-ranting yang secara alami jatuh dari pohon-pohon di halaman mereka. Satu orang memanaskan rumahnya sepanjang musim dingin dengan limbah kertas saja. ini bisa menjadi yang terbersih dan paling berkelanjutan untuk memanaskan rumah konvensional”, demikian Paul.
Cerita lain dari Paul yang menarik adalah ketika ia tinggal di Missoula, salah satu temannya, John Hait membangun rumah yang tidak pernah kedinginan. Dia mengamati bahwa fungsi rumah yang khas adalah seperti fungsi dari gudang bawah tanah. Ketika gudang cukup dalam, lapisan tanah di Montana, adalah 54 derajat sepanjang tahun. Dan memanaskan rumah menjadi 72 dari 54 lebih mudah daripada dari 20 misalnya. Ujung-ujungnya, kebutuhan energi jauh lebih sedikit. John Hait sekarang menggunakan panas dari musim panas untuk menghangatkan rumahnya di musim dingin.
Bagaimana dengan di Indonesia?
Dari laman majalahasri.com, dipaparkan benda-benda elektronik yang membutuhkan energi cukup besar di rumah kita. Dengan data harga listrik per maret 2018 untuk listrik non subsidi (www.pln.org): Rp.1.467,28/kWh, Laman majalahasri.com membuat simulasi pemakaian energi listrik dalam rumah tangga.
Berikut benda-benda yang sudah menjadi keseharian kita yang menjadi bahan simulasi:
Kulkas
Kulkas merupakan perangkat yang menyala selama 24 jam. Daya yang digunakan bervariasi, kulkas kecil hanya mengonsumsi 50 Watt. Sedangkan kulkas dengan volume mengonsumsi 100 Watt. Biaya per bulan: Rp. 105.644,16.
Dispenser
Pada umumnya dispenser dibiarkan selalu menyala. Namun, pemanas pada dispenser menyala dan mati secara otomatis. Anggap saja pemanas menyala selama 12 jam dalam sehari. Daya yang digunakan untuk pemanas antara 200-500 Watt. Untuk simulasi ini, digunakan dispenser dengan daya 350 Watt tanpa pendingin. Biaya per bulan: Rp 184.877,28
Air Conditioner (AC)
Saat ini sudah ada AC dengan daya yang rendah. Besar daya yang dibutuhkan bervariasi dari 200 – 400 W. Untuk simulasi ini digunakan AC dengan daya 300 W. Anggap di dalam satu rumah terdapat 3 AC yang rata-rata menyala selama 6 jam. Biaya per bulan: Rp. 237.699,36
Televisi
Untuk simulasi ini digunakan televisi LED 32 inci sebanyak satu unit dengan daya sebesar 120 Watt. Rata-rata pemakaian televisi tiap harinya adalah 6 jam. Biaya per bulan: Rp 31.693,248
Penanak Nasi
Penanak nasi mengonsumsi listrik hingga 400 Watt saat menanak nasi. Saat menghangatkan, konsumsi listrik dapat mencapai 100 Watt. Untuk perangkat ini, diasumsikan menanak nasi membutuhkan waktu satu jam. Sedangkan untuk menghangatkan hingga 15 jam. Biaya per bulan Rp 83.634,96
Total penggunaan untuk benda-benda elektronik: Rp. 643.549,008. Ini belummemperhitungkan lampu penerangan, Laptop, gadget, dll.
Simulasi yang dilakukan majalahasri.com terkonfirmasi dari data berikut, yang memperlihatkan, Rumah Tangga adalah pengguna terbesar listrik. Bentuk energi lain seperti gas, bila diperhitungkan kedalam simulasi ini, kemungkinan bisa mencapai Rp. 1juta perbulan.
Adakah yang dapat dilakukan seperti eksperimen yang Paul lakukan? Permakultur sebagai sebuah konsep yang sangat mengedepankan aspek keberlanjutan, menjanjikan konsep menarik.
Design Rumah ala Permakultur menjanjikan pengurangan bahkan meniadakan AC dan efisiensi titik lampu di dalam rumah.
Permakultur menekankan beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan letak dan posisi rumah, diantaranya:
- Kemiringan
- Orientasi kemiringan
- Mata angin
- Lintasan sinar matahari
- Aliran Angin
- Kelembaban Udara-Awan
- Potensi Api/Kebakaran
- Aliran Air dan Potensi Banjir
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, diharapkan akan diperoleh rumah yang nyaman dan harmonis dengan alam. Berikut beberapa contoh design rumah ala permakultur.
Di Indonesia sendiri, rumah-rumah tradisional banyak yang memperhatikan keharmonisan dengan alam. Rumah menghadap kemana, letak dan ukuran jendela, tinggi dari tanah, dsb. Semua kearifan lokal ini selayaknya menjadi bahan observasi kita juga.
Berikut beberapa ide yang sebenarnya sudah biasa dilakukan masyarakat kita dulu:
- Tungku Roket yang sederhana tapi efisien dalam penggunaan bahan bakar, boleh juga digunakan sebagai alternatif kompor gas atau kompor listrik. Bahan bakar bisa ranting, limbah buku, atau arang (ini mudah didapat di perkotaan)
- Fungsi dispenser untuk air panas, gunakan termos air yang dulu biasa kita gunakan. Jelas lebih irit energi.
- Rice cooker, segera matikan begitu nasi matang. Bukankah nasi dingin lebih baik, karena idex glikemik-nya sudah menurun (lihat http://doktersehat.com/mana-yang-lebih-baik-nasi-dingin-atau-nasi-panas/ ). Mau lebih efisien? Tanak nasi menggunakan dandang + tungku roket. Cara memasak dengan dandang juga diyakini dapat menurunkan index glikemik nasi. Seperti diketahui, index glikemik ditengarai bertanggung jawab sebagai penyebab sakit gula (diabetes)
- Bagaimana dengan kulkas & pompa air? Gunakan solar cell dari energi sinar matahari yang melimpah. Kulkas siang hari mendapat energi langsung dari solar cell. Malam hari dari batere yg diisi siangnya. Untuk pompa air, disarankan memiliki toren air yang mencukupi kebutuhan malam hari. Pompa hanya berfungsi siang hari untuk mengisi toren air.
Ide-ide kreatif dapat kita temukan bila 2 saja prinsip Permakultur diterapkan: 1. observasi dan interaksi dan 2. Menangkap & menyimpan energi. Earth Hour adalah moment untuk kembali mengingatkan kita supaya peduli bumi. Peduli Bumi adalah salah satu etika dalam permakultur. Wallahi A’lam
Abu Faris