COMMUNICATION IS AID

by

Selama 12 tahun lebih berkecimpung dalam dunia emergency communication (komunikasi dalam situasi kedaruratan), saya dan hampir semua komunikator di lembaga-lembaga kemanusiaan nasional dan internasional meyakini dua elemen penting dalam kegiatan respon (krisis) kemanusiaan.

Wartapilihan.com, Jakarta— Pertama, pentingnya berkomunikasi dengan orang-orang yang terdampak krisis (bisa berupa bencana alam, wabah kesehatan, konflik/perang, dll.) dan di saat sama pentingnya memberikan informasi kepada mereka.

Berkomunikasi dengan para penyintas berarti membuka akses informasi mengenai apa yang terjadi, apa yang mereka butuhkan, kegelisahan yang menghantui mereka, dan sebagainya. Ini akan mempermudah pihak penolong untuk menyediakan jenis bantuan yang sesuai dengan kebutuhan, dengan jumlah yang terukur. Kaji lapang (field assessment) adalah salah satu bentuk membuka komunikasi dengan warga.

Sementara itu, memberikan informasi kepada para warga terdampak krisis adalah cara untuk menyelamatkan nyawa, mengurangi kerentanan, dan meningkatkan ketangguhan para penyintas di saat dan pasca-bencana.

Mereka inilah, masyarakat yang menerima dampak langsung krisis, yang justru paling sering diabaikan dalam setiap peristiwa krisis.

Jargon yang harus ditanamkan dalam benak setiap pelaku kegiatan kemanusiaan adalah: “communication is aid”. Komunikasi itu merupakan (bentuk) bantuan. Jadi, bantuan bukan hanya dalam bentuk barang, uang, tenaga. Ia juga bisa berbentuk informasi yang bermanfaat dan akurat.

Informasi dapat menyelamatkan nyawa dan membantu mengurangi risiko. Sangat penting bahwa orang yang tepat mendapatkan informasi yang tepat pada waktu yang tepat melalui saluran yang tepat. Mengetahui apa yang terjadi, ke mana harus mencari bantuan, bagaimana menghindari risiko lebih lanjut, dan siapa yang meminta bantuan sangat penting untuk kelangsungan hidup dan pemulihan masyarakat.

Bukan hanya itu, tetapi masyarakat harus memainkan peran yang lebih besar daripada sekadar penerima bantuan. Pasca bencana, orang-orang yang terkena dampak krisis harus menjadi aktor yang kuat dalam memutuskan bagaimana pemulihan terjadi. Mereka, misalnya, dapat memulai percakapan dengan lembaga-lembaga yang memberikan bantuan; memiliki peran dalam menentukan apa yang dilakukan lembaga; dan dapat memberikan umpan balik yang diperhitungkan.

Yang orang banyak lupa, di tengah bencana, masyarakat yang terkena dampak justru memiliki pengetahuan terdalam dan paling cepat tentang kebutuhan terbesar mereka.

Berkomunikasi dengan masyarakat yang terkena dampak bencana adalah bidang respon kemanusiaan yang berkembang yang membantu memenuhi kebutuhan informasi dan komunikasi orang-orang yang terkena dampak krisis.

Oleh karena itu, komunikasi, baik melalui teknologi informasi dan komunikasi baru atau cara yang lebih tradisional, sangat penting untuk memastikan keterlibatan mereka yang terdampak bencana.

Bagaimana prinsip komunikasi ini diterapkan dalam kasus wabah virus Corona di Wuhan, Cina?

Sumber Foto: https://www.dailymail.co.uk/

Pemerintah sebagai pemegang otoritas harus menjamin agar masyarakat paham apa yang terjadi, bagaimana menyikapi isu Corona, menjelaskan langkah-langkah preventif yang mesti warga ambil jika mengalami atau melihat gejala sindrom itu, serta memastikan informasi mereka menjadi informasi utama yang cepat, akurat, dan dipercaya rakyat. Jika tidak, jangan heran kalau masyarakat lebih percaya informasi yang bertebaran di dunia maya ketimbang informasi pemerintahnya sendiri.

Kita sendiri sebagai individu hendaknya juga berlaku sama, berusaha menjadikan setiap komunikasi yang kita pertukarkan dengan masyarakat adalah komunikasi yang bernilai bantuan (aid).

Menciptakan ketakutan berlebihan, atau sebaliknya, menganggap semua akan baik-baik saja, merupakan dua hal yang tak menolong situasi menjadi lebih baik.

(Ahmad Husein. Wakil Ketua 1, Aksi Relawan Mandiri Himpunan Alumni IPB)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *