Cita-Cita Generasi Z

by

WARTAPILIHAN.COM, Jakarta. Pada dua dekade lalu sekitar tahun 80 atau 90-an, kita sering mendengar cita-cita anak pada masa itu cukup beragam, yakni dokter, pilot, guru, polisi, dan lain sebagainya. Hal itu sesuatu yang sangat umum pada generasi Y yang lahir pada rentang tahun 1981 hingga 1994. Kemudian, bagaimana dengan cita-cita generasi milenial masa kini yang mayoritas sudah terpapar internet dan gawai? Hal ini sempat tercermin dalam sepenggal puisi berikut, untuk mewakili sebagian besar cita-cita anak Indonesia hari ini:

[wpdevart_youtube]mv24sZ-kY-I[/wpdevart_youtube]

Aku ingin jadi artis
Terkenal seantero negeri
Menghiasai layar televisi dengan narsis
Penggemar datang silih berganti
(Imam Aris Sugianto dalam puisi “Aku Ingin Jadi Artis”, tahun 2014)

Ada apakah gerangan dengan generasi Z—generasi kelahiran 1995-2010 nun piawai menggunakan gawai—yang lebih menginginkan menjadi artis, aktris, maupun aktor, daripada cita-cita mulia lainnya? Hal ini dapat terlihat dari beberapa tayangan dari akun YouTube bernama Biskuat Semangat. Pihak Biskuat mengunggah tayangan akting anak-anak pada rentang usia 9 sampai 12 tahun, sesuai dengan cita-cita yang mereka inginkan. Dari hampir puluhan tayangan yang diunggah, hampir sebagian besar anak-anak menempelkan stiker di dadanya tertulis ‘artis’, ‘aktor’ maupun ‘aktris’.

Dalam pantauan Warta Pilihan, sampai 16 Mei 2017 pukul 20.00 WIB, akun Biskuat Semangat ini memiliki 227 pengikut dan salah satu videonya sudah ditonton 120 ribu orang—yang mengindikasikan video ini viral di berbagai linimasa. Salah satu lamannya memberikan judul video yang menyebut nama anak dan cita-citanya. Namanya Audrey (11 tahun), ia bercita-cita menjadi aktris. Video berdurasi 45 detik ini menampilkan seorang anak yang berakting marah-marah dan menonjolkan peran antagonis, layaknya pemain sinetron.

Televisi yang menayangkan sinetron secara berlebihan, secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pola pikir dan psikologi anak. Jumlah sinetron yang ditayangkan setiap harinya di televisi mencapai puluhan tayangan—yang seringkali tidak sesuai dengan usia anak. Pasalnya, sinetron justru seringkali menayangkan kisah cinta anak remaja yang tidak layak dikonsumsi oleh anak-anak.

Kemarahan Generasi Z

Menanggapi hal ini, seorang pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, menjelaskan hal ini merupakan bagian dari pengungkapan amarah yang perlu dipelajari oleh anak-anak, sebab bukanlah hal yang sepele. Amarah, menurut Reza, merupakan bentuk pertahanan diri. Namun, bukan berarti amarah dapat dijadikan pembenaran oleh siapapun untuk melontarkan kata-kata apapun sesuka hati. “Itu berarti, setiap orang termasuk anak-anak—perlu belajar tentang bagaimana mengekspresikan amarah sesuai usianya,” ujar Reza, kepada Warta Pilihan, Selasa malam (16/5).

Pengurus Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) ini juga menegaskan, dalam konteks akting, akan jauh lebih baik apabila peserta yang masih berusia kanak-kanak diminta untuk berakting dengan emosi yang lebih positif. Ia juga menyayangkan, tayangan tersebut justru diunggah ke media sosial dan menjadi viral. “Apalagi ketika kemudian anak berakting mengekspresikan amarah dan menyemburkan kata-kata serta narasi yang tak pantas disimak umum, seharusnya tayangan akting semacam itu tidak diunggah ke media sosial,” paparnya.

Survei yang dilakukan Harvard Medical School terhadap sepuluh ribuan remaja di negeri Paman Sam menemukan, 2/3 anak usia puber pernah mengalami amarah hebat. Enam jutaan di antaranya begitu serius, sehingga memenuhi kriteria intermitten expolsive disorder atau amarah dahsyat yang bersifat menetap dan tak terkendalikan.

Maka, Reza menekankan agar orang tua perlu membantunya agar anak mengenal perasaannya secara adaptif; mendidik anak tentang empati, dengan menyelami perasaan lawan bicara; Membangun kesepakatan bersama anak tentang perilaku yang bisa diterima dan yang tak bisa diterima; Menuntun anak menemukan cara-cara menenangkan diri (relaksasi), dan membimbing anak menemukan solusi yang lebih tepat atas situasi konflik.

Ia berharap, produsen Biskuat dapat mengeksplorasi cita-cita sanga anak secara lebih potensial dan positif, “Semoga produsen Bisku*t terus bergairah menggali potensi seni peran anak-anak kita, sekaligus dapat selekasnya menarik tayangan video anak-anak yang berakting amarah dari YouTube, ya,” harapnya.

“Mari kuatkan psikologi anak-anak Indonesia dan semangati mereka agar tetap berakhlak baik,” pungkasnya mengakhiri pembicaraan.

Reporter: Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *