Wartapilihan.com, Jakarta – Sri Bintang, memang bintang. Tahun 1998 ia adalah pelopor demo ke Pak Harto. Kini ia kembali melancarkan demonya ke Jokowi. Ia tak segan-segan mengungkapkan pernyataan keras ke pemerintahan saat ini. Karena pernyataan kerasnya itu, kini ia harus mendekam dalam `kerangkeng besi` lebih dari 60 hari.
Siang kemarin (2/2), redaksi Warta Pilihan (WP) mengunjungi mas Bintang –panggilan akrabnya- ke `tempat pemukimannya` Markas Polisi Daerah Metro Jaya, Jakarta. Laki-laki 71 tahun itu bersikap santai meski fisiknya dipenjara. Sebelum WP berbincang-bincang dengannya, Bintang terlebih dulu ngobrol dengan kakaknya, Sri Edi Swasono yang kebetulan juga menjenguknya.
Sri Bintang Pamungkas (SBP), yang kini masih menjadi Dosen Universitas Indonesia, seperti biasanya bicara blak-blakan. Ia memberi empat lembar catatan tulisan tangan (semuanya menggunakan huruf besar) kepada WP. Ia mengizinkan catatan-catatannya dari penjara ini diterbitkan WP.
Sebelum WP datang ke Polda Metro Jaya, redaksi menemui terlebih dulu istri Sri Bintang, Ernalia Sri Bintang. Seperti suaminya, Erna juga ‘outspoken’ gaya bicaranya. Ia mengungkapkan pemikirannya tentang Cina di negeri ini, sikap non Muslim dan lain-lain. Ia bangga dengan suaminya yang teguh dalam pendirian. `Bapaknya mas Bintang dibunuh PKI di Ngawi, tujuh orang, dimasukkan dalam sumur`, begitu ia menjelaskan tentang ayah Bintang. Menurut Erna, ketika Bintang berumur tiga tahun, Bintang melihat bapaknya dipenjara kirim surat lewat got.
Berikut ini serial catatan Sri Bintang yang ditulis dalam penjara. Di sini Bintang menulis dirinya sebagai SBP :
Grasi, Amnesti, Abolisi dan Polisi
Siang hari itu di tengah terik matahari 25 Mei 98, Menteri Kehakiman Muladi dating ke Cipinang, Lembaga Pemasyarakatan tempat SBP mendekam selama setahun 20 hari. SBP dituduh polisi menghina Soeharto di Dresden, Jerman. Muladi membawa surat pembebasan SBP untuk bisa ke luar penjara – lewat keputusan Presiden Habibie memberikan pengampunan.
Menteri Muladi dengan ditemani Kuasa Hukum SBP, Adnan Buyung Nasution dan Bambang Widjojanto, mendesak agar SBP menerima pengampunan dan keluar penjara hari itu juga. Tetapi SBP menolak dengan alasan tidak sudi mendapat pengampunan dan memilih tinggal di penjara Cipinang sampai selesai 2 tahun 10 bulan.
SBP mengancam akan merantai dan menggembok selnya kalua dipaksa, kecuali kata “Pengampunan” dihapuskan. Muladi yang sudah lama mengenal SBP mengatakan sambal bergurau : “Wah di sana saya ditekan Habibie, di sini ditekan Bintang!”
Beberapa kali Muladi yang Rektor Universitas Diponegoro menjadi pembicara seminar bersama SBP, di beberapa universitas tentang pemisahan Polri dan TNI. Ternyata pikiran mereka diterima rezim Habibie. Demikian pula pemisahan Panglima TNI dengan Menteri Pertahanan.
Malam harinya selewat jam 12 tengah malam, Muladi datang lagi dengan membawa Kepres No 80/1998. Isinya membebaskan SBP dengan memberikan amnesti untuk perkara Jerman dan abolisi untuk perkara subversif yang belum ada vonisnya. Kepres itupun merujuk pada pasal UUD 1945.
Kemudian diketahui, keputusan Habibie juga akibat desakan 15 Congressman AS (Amerika Serikat –red) yang menyurati Habibie pada 22 Mei 1998 untuk membebaskan SBP dan beberapa narapidana politik lain. Itu cerita SBP yang menolak pengampunan
Syahdan, Antasari sebagai Ketua KPK mengendus bau busuk kasus Bank Century senilai 6,7 trilyun rupiah. Khawatir kasus perampokan uang negara itu akan merembet ke presiden SBY, maka polisi diperintah bekerja lebih cepat dengan menyeret Antasari ke rumah tahanan Polda dengan tuduhan membunuh seorang pengusaha. Polisi berhasil membuktikan Antasari bersalah dan dihukum 15 tahun penjara.
Antasari mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, tapi ditolak, sekalipun novum yang sahih sudah disampaikan, antara lain, caliber senjata yang digunakan membunuh berbeda- dari bukti yang disampaikan di pengadilan.
Tiba-tiba Jokowi tampil memberi grasi yang diminta Antasari sebesar 6 tahun, terbesar dalam sejarah, sehingga Antasari pun bebas beberapa hari yll (yang lalu –red(. Antasari pun diundang ke istana dan mencium tangan Jokowi tanda terima kasih yang tak terhingga. Jokowi pun tidak lupa mengajak Antasari masuk dalam barisannya untuk bersama melawan SBY…
Lain pula cerita tentang Bung Sutan Syahrir pejuang kemerdekaan RI sampai tokoh Perundingan Meja Bundar dan Perdana Menteri RI. Entah setan apa yang sedang masuk ke dalam badan Bung Karno, dihukumnya Bung Syahrir penjara seumur hidup. Memang keduanya berbeda baik dalam mewujudkan proklamasi maupun menjalankan pemerintahan ; tak terkecuali Bung Hatta pun berbeda dengan keduanya. Tetapi sejarah menyayangkan timbulnya pertikaian di antara ketiganya. Bung Hatta juga meninggalkan 11 tahun sesudah merdeka.
Seharusnya Bung Syahrir bisa saja meminta grasi kepada Soekarno, tetapi itu tidak dilakukannya. Ketika Soekarno tumbang dan Soeharto membebaskan Syahrir dari penjara, Tuhan tidak mengijinkan pula Syahrir untuk mencium tangan Soeharto. Tuhan memilih memanggil Syahrir yang terbaring sakit lahir batin di sebuah rumah sakit di Swiss. Di situlah Syahrir menghembuskan nafasnya sekeluar penjara… |
Redaksi : Nuim Hidayat