Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai lembaga pembina dan pengawas nazhir memfasilitasi para nazhir untuk membentuk asosiasi nazhir. Melalui acara National Waqf Forum di Aula Prof. Abdullah Siddiq, Universitas Ibn Khaldun, Bogor, pada Rabu siang (9/5/2018), BWI mengundang para nazhir yang terdaftar dan stakeholder wakaf.
Wartapilihan.com, Bogor – Sebanyak 132 nazhir dan stakeholder wakaf menghadiri undangan BWI. Mereka antara lain Wakaf Al-Azhar Jakarta, Wakaf Nahdlatul Ulama, Yayasan L-Kaf Sidogiri, Koperasi Nurul Hayat Surabaya, Yayasan Alhikmah 2 Brebes, Dompet Dhuafa Tangerang Selatan, Sinergi Foundation Bandung, Kopsyah Benteng Mikro Indonesia Serang, dan Mandiri Amal Insani Jakarta.
Selain para nazhir yang terdaftar pada BWI, forum wakaf nasional ini juga dihadiri oleh perwakilan Kementerian Agama sebagai mitra BWI dalam pembinaan nazhir, bank BNI Syariah selaku lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang (LKS-PWU), Kementerian Koperasi dan UKM selaku mitra BWI dalam menyeleksi koperasi untuk menjadi nazhir wakaf uang, dan akademisi asal Turki Kamola Bayrom.
Gagasan pembentukan asosiasi nazhir disambut positif para nazhir. National Waqf Forum merekomendasikan pembentukan asosiasi nazhir dan sebelas orang nazhir secara sukarela menjadi formatur untuk menyiapkan pendirian asosiasi nazhir. Mereka adalah Bobby Manulang (Dompet Dhuafa), Radius Usman (Kopsyah Benteng Mikro Indonesia), Munashir (KSPPS al-Muawanah), Zainal Hasikin (Dewan Dakwah), Ihsan (Baitulmal Tazkia), Rudi Mulyono (Yayasan Yatim Mandiri), Yusep Iskandar (Baitul Mal Muamalat), Fahrudin (Daarut Tauhiid), Uki AW (Yayasan Darussalam), Agus Suwanto (BMT Best), dan Sukendar (Bazma Pertamina).
Asosiasi nazhir ini, menurut Hendri, akan menjadi sarana bagi para nazhir untuk saling menguatkan satu sama lain, meningkatkan kompetensi dalam pengelolaan harta wakaf, menyuarakan kepentingan nazhir dan wakaf, dan memperkuat posisi nazhir sebagai suatu profesi yang layak diakui dan diapresiasi sebagaimana profesi-profesi yang lain.
Selain itu, jelas Hendri, asosiasi nazhir akan merumuskan standar kompetensi yang jelas dan terukur yang harus dimiliki oleh seorang nazhir. Rumusan standar kompetensi yang disusun asosiasi nazhir akan diusulkan BWI kepada Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan Kementerian Tenaga Kerja untuk disahkan dan ditetapkan menjadi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Nazhir.
Dengan adanya SKKNI Nazhir, kata Hendri, profesi nazhir menjadi setara dengan profesi lainnya, seperti dokter dan advokat. “Jadi, nazhir tidak lagi profesi asal-asalan dan sembarangan, tetapi mempunyai keahlian yang jelas,” terang Hendri.
Hendri optimis, melalui tangan para nazhir yang profesional dan memiliki standar kompetensi yang jelas inilah wakaf bisa dikelola dengan maksimal dan menghasilkan manfaat maksimal untuk disalurkan kepada masyarakat. Karena salah satu penghambat kemajuan wakaf, kata Hendri, adalah nazhir yang tidak profesional. II
Izzadina