Oleh: Dr. Adian Husaini, Pembina Pesantren att-Taqwa Depok.
Pada Januari, 1966, penerbit Angkasa Bandung menerbitkan sebuah buku kecil (hanya 16 halaman), karya Mohammad Hatta (Bung Hatta), berjudul “Pancasila Jalan Lurus” (Ejaan disesuaikan EBI). Bung Hatta membuka tulisannya dengan ungkapan: “Sejak percobaan merebut kekuasaan negara oleh Gestapu/PKI gagal dan ABRI bersama-sama dengan ormas-ormas golongan agama dan nasional bertindak bahu-membahu untuk mengikis gerakan PKI sampai ke akar-akarnya, banyak terdengar suara yang menyatakan kekuatirannya bahwa “Revolusi akan menyeleweng ke kanan.”
“Benarkah pendapat itu?” Bung Hatta bertanya, dan menjawab sendiri pertanyaanya: “Revolusi Indonesia yang dicetuskan dengan Proklamasi 17 Agustus 1945, yang disemangati oleh Pancasila, tidak mengenal jalan kanan dan jalan kiri, hanya mengenal jalan lurus yang diridhai Tuhan Yang Maha Esa.”
Menurut Bung Hatta, tujuan Revolusi Indonesia itu ialah memerdekakan Indonesia dari genggaman imperialisme dan kolonialisme segala macam, baik politik dan ekonomi maupun ideologi, dan membangun Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Tujuan itu diakui oleh Bung Hatta merupakan tugas yang teramat berat. Untuk itulah, tulis Sang Proklamator, “… bangsa kita memerlukan bimbingan dari Yang Maha Kuasa. Itulah sebabnya maka negara kita berdasarkan Pancasila.”
Bung Hatta mengingatkan kembali akan komitmen para pemimpin rakyat Indonesia yang dengan ikhlas mengakui: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”
Karena itulah, Bung Hatta mengajak bangsa Indonesia agar jangan mempermainkan Pancasila, dan hanya menggunakan Pancasila sebagai “lip service” saja. Kata Bung Hatta: “Pengakuan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam artinya, tidak dapat dipermain-mainkan. Tidak saja berdosa, sebagai manusia kita menjadi makhluk yang hina, apabila kita mengakui dengan mulut dasar yang begitu tinggi dan suci, tetapi di hati tidak dan diingkari dengan perbuatan.”
Menurut Bung Hatta, Ketuhanan Yang Maha Esa tidak lagi hanya hormat menghormati agama masing-masing, melainkan menjadi dasar yang memimpin ke jalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran dan persaudaraan.
“Dengan dasar ini sebagai pimpinan dan pegangan dalam kesatuan Pancasila, pemerintahan negara pada hekekatnya tidak boleh menyimpang dari jalan yang lurus untuk mencapai kebahagiaan rakyat dan keselamatan masyarakat, perdamaian dunia yang abadi serta persaudaraan bangsa-bangsa,” demikian tegas Bung Hatta.
Selanjutnya dijelaskan Bung Hatta, bahwa pengakuan kepada dasar Ketuhanan Yang Maha Esa, mewajibkan manusia untuk berlaku suci dalam hidupnya, menentang segala yang kotor, dalam keadaan maupun perbuatan. Pengakuan itu pun mewajibkan manusia untuk melenyapkan segala yang buruk dan membangun segala yang baik untuk menyempurnakan bumi Allah sebagai tempat kediaman manusia sementara dalam perjalanan ke alam baka.
PKI biadab
Risalah kecil Bung Hatta (Pancasila Jalan Lurus) itu pun mengupas beberapa penyelewengan Pancasila dalam sejarah.
Salah satunya oleh PKI yang menyalahgunakan konsep Nasakom-nya Bung Karno. Berikut penjelasan lengkap Bung Hatta: “Presiden Soekarno mempunyai tujuan yang baik dengan menciptakan nasakom itu, yaitu menghilangkan sistem “free fight democracy” dan menggantinya dengan dasar kerjasama dengan musyawarah antara 4 golongan yang berpengaruh dalam masyarakat: golongan nasional, golongan agama, golongan komunis dan golongan karyawan. Tetapi dari semulanya sudah dapat diduga, bahwa maksud baik Presiden Soekarno itu akan disalahgunakan oleh PKI untuk memperkuat kedudukannya dalam masyarakat dan dalam pemerintahan.
Nasakom bagi PKI hanya dipergunakan sebagai batu loncatan untuk merebut kekuasaan, seperti dilakukannya dengan gerakan 30 September 1965. Kaum komunis bukan komunis dan leninis, apabila tujuannya lain dari merebut kekuasaan selekas-lekasnya untuk mengkomuniskan seluruh dunia.
Pancasila tidak pernah diakuinya dan tidak dapat diakuinya karena bertentangan dengan filsafat sosialnya: materialism, anti-Tuhan. Tetapi sebagai taktik, PKI mengakui bahwa Republik Indonesia – bukan mereka – berdasarkan Pancasila. Mereka menggoncengi pemerintahan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila itu hanya sebagai jalan untuk merebut kekuasaan.
Apabila mereka sudah berkuasa, dasar Pancasila itu mereka hapuskan, diganti dengan dasar komunisme dan materialisme dialektik. Tetapi dalam hal ini hukum dialektik itu berlaku pula terhadap PKI sendiri.
Dengan tindakannya yang biadab dalam percobaan merebut kekuasaan yang dapat dipatahkan oleh ABRI atas karunia Tuhan Yang Maha Esa, ia menghidupkan lawannya yang lebih besar. Pendukung-pendukung negara Pancasila berjangkit seperti orang yang tersentak dari tidurnya. Semangat Pancasila bergelora kembali.”
Demikian penjelasan singkat Bung Hatta tentang Pancasila dan kebiadaban PKI. Semoga bisa menjadi pelajaran bagi bangsa kita, kini dan esok.