Oleh: Mahrita Nazaria, Mahasiswa Universitas Islam Kalimantan.
Puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif). Puisi itu biasanya dibuat seseorang untuk mengungkapkan sesuatu hal yang ingin ia sampiakan kepada orang lain, namun dengan kata-kata kiasan dan perlu keseriusan mendengar untuk memahami maknanya. Seorang yang berpuisi, haruslah tahu dan memahami betul dalam pembuatannya termasuk setiap bait puisi harus menggunakan bahasa atau kata yang baik dan tidak kasar atau tidak menghina seseorang maupun agama. Tetapi ada satu puisi yang baru-baru ini heboh. Puisi itu ciptaan Sukmawati.
Wartapilihan.com, Jakarta – Pembacaan puisi ‘Ibu Indonesia’ yang beliau ciptakan sendiri telah dibacakan dalam acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018 telah membuat berbagai macam respon masyarakat Indonesia, dari yang setuju dengan isi puisi tersebut sampai yang tidak setuju karena berisi penghinaan terhadap suatu agama. Karena kehebohan masyarakat dengan puisi beliau, bu Sukma pun angkat bicara.
Beliau memberi klarifikasi mengenai puisinya yang menuai kontroversi. Dia menyebut, puisinya itu merupakan opini dari realita yang ada tanpa bermaksud menyinggung soal masalah SARA.
“Saya nggak ada SARA-nya. Di dalam saya mengarang puisi. Saya sebagai budayawati berperan bukan hanya sebagai Sukmawati saja, namun saya menyelami, menghayati khususnya ibu-ibu di beberapa daerah. Ada yang banyak tidak mengerti syariat Islam, seperti di Indonesia timur di Bali dan daerah lain,” jelas Sukmawati saat dimintai konfirmasi.
“Soal kidung ibu pertiwi Indonesia lebih indah dari alunan azanmu, ya boleh aja dong. Nggak selalu orang yang mengalunkan azan itu suaranya merdu. Itu suatu kenyataan. Ini kan seni suara ya. Dan kebetulan yang menempel di kuping saya adalah alunan ibu-ibu bersenandung, itu kok merdu. Itu kan suatu opini saya sebagai budayawati. Jadi ya silakan orang-orang yang melakukan tugas untuk berazan pilihlah yang suaranya merdu, enak didengar,” tutur dia.
Lalu berbagai tokoh dan pejabat pun menyampaikan pendapat mereka tentang isi puisi bu Sukma. Seperti Pengurus Persaudaraan Alumni 212, Kapitra Ampera mengkritik puisi Sukmawati. Menurut Kapitra yang juga merupakan pengacara Habib Rizieq ini, ada dugaan pelanggaran dalam puisi itu.
Waketum Gerindra Fadli Zon juga angkat bicara soal ini. Dia menyebut, seharusnya hal yang menyinggung isu sensitif dihindari.
Salah satu pimpinan DPR, Taufik Kurniawan juga angkat bicara mengenai puisi Sukmawati. Dia menyesalkan puisi tersebut karena dianggap berpotensi menimbulkan konflik.
Taufik menilai puisi tersebut bisa menyinggung perasaan pihak-pihak tertentu. Ini disebabkan puisi Sukmawati itu menyinggung syariat agama.
Puisi Sukmawati pun menimbulkan reaksi dari tokoh agama. Ustaz Felix Siauw bahkan membalas puisi itu dengan membuat puisi berjudul ‘Kamu Tak Tahu Syariat’.
“Kalau engkau tak tahu syariat Islam, seharusnya engkau belajar bukan berpuisi, harusnya bertanya bukan malah merangkai kata tanpa arti,” demikian kutipan puisi Ustaz Feliix yang ia posting melalui akun Facebook-nya, Ustadz Felix Siauw. (news.detik.com)
Setelah itu, bu Sukmawati akhirnya dilaporkan ke kepolisian atas tuduhan penistaan agama dalam puisinya yang berjudul Ibu Indonesia.
Telah dilaporkan oleh gabungan organisasi masyarakat Islam di Palembang ke Polda Sumatera Selatan. Sukma dilaporkan atas dugaan telah melakukan penistaan agama karena membacakan puisi berjudul ” Ibu Indonesia” di JCC Senayan beberapa waktu lalu dalam acara peringatan ’29 Tahun Anne Avantie Berkarya’.
Habib Mahdi Muhammad Syahab selaku koordinator pelapor mengatakan, meskipun Sukmawati telah meminta maaf atas puisi tersebut, proses hukum terhadap putri mantan Presiden itu harus terus dilanjutkan. Permintaan maaf seseorang yang telah melakukan tindak pidana, lanjut dia, tidak bisa menghapuskan proses hukum. (regional.kompas.com)
Pelaporan terhadap Sukmawati Soekarnoputri tak hanya ke Polda Metro Jaya saja. Sejumlah ormas di daerah pun tak ketinggalan untuk melaporkan putri proklamator tersebut ke pihak kepolisian.
Di Aceh, sejumlah ormas, OKP, dan komunitas perempuan yang tergabung dalam Aliansi Muslimah Aceh melaporkan Sukmawati Soekarnoputri ke Polda Aceh terkait puisi berjudul ” Ibu Indonesia” yang telah dinilai melecehkan penerapan nilai syariat Islam di Aceh dan menodai hak wanita muslimah. (tribunjogja.com)
Pandangan Islam
Memang dalam hukum negara yang bersistem Demokrasi-Kapitalis, telah melindungi hak-hak manusia tak terkecuali dalam kebebasan berpendapat dan kebebasan dalam berprilaku. Tapi, bagaimana Islam memandang itu?
Sebagai seorang muslim, tentulah sandaran kita dalam hidup ini ialah Islam. Baik dalam berbicara maupun berprilaku, harus kita pertimbangkan apakah itu halal atau tidak untuk dilakukan. Namun sayangnya, pada fakta yang terjadi, ia muslim atau tidak, hal itu tidak beda jauh. Karena saat ini kebanyakan orang bertindak bebas sesuka hati tanpa peduli aturan dalam agama mereka sendiri. Sekularisme (paham memisahkan agama dari kehidupan) menjadi dasar mereka menjauhkan aturan agama dalam kehidupannya.
Dalam menggunakan bahasa atau berbicara dengan lawan bicara kita tentu harus menggunakan bahasa yang baik, mudah dipahami dan dimengerti. Rasulullah telah mencontohkan kepada kita. Betapa lembut dan dan santunnya Rasulullah. Sehingga masing-masing lawan bicaranya merasa dia yang paling di muliakan Rasulullah.
Dalam berbicara dengan lawan bicara, kita harus menggunakan tata krama dan tutur kata yang baik. Jangan sampai bahasa kita menyakiti orang lain, ketus, nyelekik dan menimbulkan permusuhan. Akhlak yang baik akan mengeluarkan bahasa yang baik. Dalam istilah teko, teko akan mengeluarkan apa yang ada di dalamnya. Di dalamnya air kopi maka akan keluar air kopi, kalau di dalamnya air teh maka yang akan keluar juga air teh. Begitu juga dengan manusia, jika akhlaknya baik maka tutur katanya yang keluar juga baik dan sebaliknya.
Inilah beberapa etika berbicara maupun adab berbahasa dalam penulisan isi puisi yang dituntun oleh agama Islam, yaitu,
Berkata Baik Atau Diam
Adab Nabawi dalam berbicara adalah berhati-hati dan memikirkan terlebih dahulu sebelum berkata-kata. Setelah direnungkan bahwa kata-kata itu baik, maka hendaknya ia mengatakannya. Sebaliknya, bila kata-kata yang ingin diucapkannya jelek, maka hendaknya ia menahan diri dan lebih baik diam.
Sedikit Bicara Lebih Utama
Orang yang senang berbicara lama-lama akan sulit mengendalikan diri dari kesalahan. Kata-kata yang meluncur bak air mengalir akan menghanyutkan apa saja yang diterjangnya, dengan tak terasa akan meluncurkan kata-kata yang baik dan yang buruk. Ka-rena itu Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam melarang kita banyak bicara.
Jangan Mengutuk dan Berbicara Kotor
Mengutuk dan sumpah serapah dalam kehidupan modern yang serba materialistis sekarang ini seperti menjadi hal yang dianggap biasa. Seorang yang sempurna akhlaknya adalah orang yang paling jauh dari kata-kata kotor, kutukan, sumpah serapah dan kata-kata keji lainnya. Maka kita menghindari sikap mengejek, memperolok-olok dan memandang rendah orang yang berbicara.
Dilarang Berdusta Untuk Membuat Orang Tertawa
Dunia hiburan (entertainment) menjadi dunia yang digemari oleh sebagian besar umat manusia. Salah satu jenis hiburan yang digandrungi orang untuk menghilangkan stress dan beban hidup yang berat adalah lawak. Dengan suguhan lawak ini orang menjadi tertawa terbahak-bahak, padahal di dalamnya campur baur antara kebenaran dan kedustaan, seperti memaksa diri dengan mengarang cerita bohong agar orang tertawa. Mereka inilah yang mendapat ancaman melalui lisan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dengan sabda beliau:
“Celakalah orang yang berbicara lalu berdusta untuk membuat orang-orang tertawa. Celakalah dia, dan celakalah dia!” (HR. Abu Daud, dihasankan oleh Al-Albani).
Jangan membicarakan sesuatu yang tidak berguna. Hadis Rasulullah saw menyatakan, “Termasuk kebaikan islamnya seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Menghindari perbuatan menggunjing (ghibah) dan mengadu domba. Allah berfirman yang artinya, “Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.” (QS. Al-Hujarat: 12).
Menghindari perkataan kasar, keras, dan ucapan yang menyakitkan perasaan, dan tidak mencari-cari kesalahan pembicaraan orang lain dan kekeliruannya, karena hal tersebut dapat mengundang kebencian, permusuhan, dan pertentangan.
Bicara, berbahasa, maupun ingin berpuisi, kita sebagai muslim tentulah memiliki aturan juga adabnya. Dalam Islam, menghina sesama muslim saja dilarang, apalagi sampai menghina agama sendiri (Islam) pastilah dilarang dan hukumnya pun berdosa.
“Jika mereka merusak sumpah (perjanjian damai)nya sesudah mereka berjanji dan mereka mencerca agama kalian, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya mereka berhenti.” (QS. At-Taubah [9]: 12)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Allah Ta’ala menamakan mereka pemimpin-pemimpin orang-orang kafir karena mereka mencerca agama Islam. Maka telah tetaplah bahwa setiap orang yang mencerca agama Islam adalah pemimpin orang-orang kafir. Jika seorang kafir dzimmi mencerca agama Islam maka ia telah menjadi seorang pemimpin bagi orang-orang kafir, ia wajib dibunuh berdasar firman Allah Ta’ala “maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu“. (Ash-Sharim Al-Mashlul ‘ala Syatim Ar-Rasul, hlm. 17)
Beliau juga mengatakan: “Sesungguhnya mencaci maki Allah atau mencaci maki Rasul-Nya adalah kekafiran secara lahir dan batin. Sama saja apakah orang yang mencaci maki itu meyakini caci makian itu sebenarnya haram diucapkan, atau ia meyakini caci makian itu boleh diucapkan, maupun caci makian itu keluar sebagai kecerobohan bukan karena keyakinan. Inilah pendapat para ulama fiqih dan seluruh ahlus sunnah yang menyatakan bahwa iman adalah ucapan dan perbuatan.” (Ash-Sharim Al-Mashlul ‘ala Syatim Ar-Rasul, hlm. 512)
Beliau juga mengatakan: “Jika orang yang mencaci maki (Allah Ta’ala) tersebut adalah seorang muslim maka ia wajib dihukum bunuh berdasar ijma’ (kesepakatan ulama) karena ia telah menjadi orang kafir murtad dan ia lebih buruk dari orang kafir asli. Seorang kafir asli sekalipun akan mengagungkan Rabb dan meyakini agama batil yang ia anut tersebut bukanlah sebuah olok-olokan dan caci makian kepada Allah Ta’ala.” (Ash-Sharim Al-Mashlul ‘ala Syatim Ar-Rasul, hlm. 546)
Saat memilih Islam sebagai aturan hidup maka jalankan hidup sesuai aturanNya. Selalu berpikir sebelum melakukan sesuatu hal, pertimbangkan dengan baik apakah itu halal atau haram. Telah kita pahami bersama, apapun yang kita lakukan didunia ini, itu semua akan dipertangunggjawabkan dihadapanNya. Karena hidup itu pilihan dan Surga Neraka pun juga pilihan. II