Beranikah Hakim Membebaskan Alfian Tanjung?

by
foto:istimewa

Rabu (30/5) depan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan memberikan vonis hukuman kepada terdakwa Alfian Tanjung.

Wartapilihan.com, Jakarta – Pimpinan Taruna Muslim Ustaz Alfian Tanjung kembali menjalani sidang di Pengadilan Negeri, Jakarta Pusat, Rabu (23/5). Agenda sidang kali ini yaitu pembacaan duplik oleh Tim Advokat Alfian Tanjung (TAAT) yang dipimpin langsung oleh Abdullah Al Katiri.

Melanjuti jawaban Jaksa Penuntut Umum (JPU) mempermasalahkan fakta persidangan dari keterangan ahli Arie Ardiansyah yang menerangkan Pasal 28 ayat 2 dan Pasal 27 ayat 3 adalah norma yang tidak ada di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.

Hal itu selaras dengan keterangan ahli Abdul Chair Ramadhan sebagai ahli pidana yang juga menerangkan Pasal tersebut tidak ada dalam UU. Artinya, kata Al Katiri, uraian JPU adalah uraian perubahan penjelasan, bukan uraian perubahan materi delik (tindak pidana) Pasal 27.

“Uraian replik Jaksa adalah uraian yang kabur dan tidak jelas. Artinya, JPU mengaku dengan sempurna Pasal tersebut tidak ada di dalam surat dakwaan dan tuntutan,” ujar Al Katiri.

“Bagaimana mungkin seorang terdakwa dapat dipidana tanpa ada peraturan yang mengaturnya, dan beralasan hukum bagi majelis hakim untuk memutus bebas terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan hukum,” sambungnya.

Selain itu, lanjut Al Katiri, argumentasi Jaksa dengan hanya mendasarkan pada keterangan saksi Hasto Kristiyanto adalah argumentasi hukum yang dangkal. Maka, keterangan Hasto dalam asas hukum pidana Indonesia dikenal Unus testis nulius (satu saksi bukan saksi).

“Sehingga, beralasan hukum bagi majelis hakim untuk mengesampingkan keterangan saksi Hasto Kristiyanto tersebut,” jelas Ketua Ikatan Advokat Muslim Indonesia (IKAMI) itu.

Dikatakan Al Katiri, fakta persidangan dari keterangan Ahli Digital Forensik yang dihadirkan JPU tidak pernah memeriksa dan mengakses atau membuka akun Twitter @Alfiantmf. Menurutnya, fakta persidangan tersebut tidak boleh dikhianati.

“Artinya, screenshoot Twitter @Alfiantmf tidak memiliki kekuatan hukum, karena dalam pemeriksaan Labfor tidak dapat diakses dan tidak dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan Pasal 6 UU ITE,” papar dia.

Al Katiri menegaskan pada poin 4 replik JPU menanggapi ataupun menjawab terkait analisis yuridis berdasarkan fakta persidangan terhadap unsur-unsur pasal yang digunakan di dalam dakwaan dan tuntutan JPU yang menunjukkan JPU tidak mampu membantah analisis yuridis yang diuraikan penasehat hukum di dalam pleidoi (nota pembelaan).

“Secara tidak langsung, JPU mengakui terdakwa tidak memenuhi unsur-unsur pidana, sehingga beralasan hukum bagi majelis hakim untuk menyatakan terdakwa bebas. Kami memohon kepada majelis hakim dapat memutus perkara ini dengan seadil-adilnya,” harap Al Katiri.

Dalam kesempatan sama, Terdakwa Alfian Tanjung mengatakan, pihak Jaksa tidak memiliki dasar legal standing hukum yang kuat dalam menuntut Alfian selama 3 Tahun. Secara otoritas dan independensi, ungkap Alfian, hakim harus mempunyai keberanian moral untuk memutuskan seringan ringannya. Beranikah hakim berbuat demikian?

“Sebab, efek dari keberanian itu kita paham sendiri konsekuensinya. Negeri ini kan negeri yang jarang menampilkan nalar sehat. Resikonya mungkin bisa seperti (hakim) di Jakarta Selatan. Budiono dijadikan tersangka, dia di-Jambikan,” terang Alfian.

“Jika Hakim menyatakan dengan benar, maka dia mempunyai keberanian dan maqam agama yang tinggi. Sebab, hakim juga tidak mempunyai atasan dan tidak memiliki alasan (menjatuhkan hukuman berat),” pungkasnya.

Ahmad Zuhdi