Balita Kecanduan Gawai

by
Foto: riliv.co.

Jika anak telah kecanduan gadget, dapat mengganggu aspek psikis anak dan perkembangan otaknya.

Wartapilihan.com, Jakarta – Seringkali orangtua memberikan gadget atau gawai kepada anak, agar anak bisa diam dan tidak tantrum. Namun, ternyata pilihan tersebut salah karena dapat membuat anak kecanduan. Bagai efek domino, candu tersebut dapat membuat gangguan psikis dan gangguan perkembangan otak anak.

Hal tersebut disampaikan dr. Jiemi Adrian. Ia mengatakan, gangguan psikiatri tersebut bisa bermacam-macam, yakni anak menjadi rewel, tidak bisa diatur, marah-marah, susah tidur, gangguan belajar, terlembat bicara, hingga terlambat jalan.

“Ada kasus, anak usia 3 tahun belum bisa panggil “papa” dan “mama” tapi bisa bilang “hape” ketika dia minta gadgetnya. Gadget menarik fokus dan perhatian anak. Iya benar anak jadi tenang, tapi tenang yang keliru,” kata Jiemi prihatin.

Ia mengatakan, anak memang sewajarnya aktif dan sewajarnya banyak bereksplorasi dengan lingkungan sekitarnya. “Nggak siap sama anak yang aktif seperti itu, ya tunda dulu punya anak,” sergah dia.

Pada usia balita yang seharusnya memperbanyak aspek motoric dalam pembelajaran, ketika semua dialihkan ke gadget, anak menjadi tak belajar apapun. “Orangtua tenang anaknya pegang gadget tapi anak jadi mengalami penurunan kemampuan yang diakibatkan orangtua si anak sendiri,” tegasnya.

Beberapa ahli mengatakan, sebaiknya anak diberikan gadget pada usia 12 hingga 14 tahun. Menurut Weinberger yang pernah meneliti keselamatan anak di internet ditemukan, 70.000 anak rata-rata melakukan sexting mulai kelas 5 SD, konsumsi pornografi pada usia 8 tahun, dan kecanduan pornografi di usia 11 tahun.

Dalam perkembangan otak, lanjut Jiemi, ada area yang bernama prefrontal cortex. Area ini bertugas mengendalikan impuls dorongan, juga bertugas untuk berpikir. Area ini berkembang sampai usia 20 tahun.

“Gadget sendiri mengganggu perkembangan normal area ini. Jadi wajar jika anak menjadi kehilangan kemampuan mengendalikan impuls, kurang mampu berpikir, ketika mulai diberikan gadget. Karena kita sendiri sebagai orangtua mengganggu perkembangan area otaknya,” tukas dia.

Maka dari itu, ia menyarankan, jika anak mau diperkenalkan gadget di usia sekolah formal, berikan batasan pemakaian gadget. “Misal, hanya boleh memakai gadget di weekend, masing-masing maksimal 1 jam. Jangan berikan gadget seakan itu adalah hak anak sepenuhnya,” Jiemi menegaskan.

Ia menekankan, sesungguhnya anak lebih membutuhkan bermain dengan orangtua, teman sebaya maupun lingkungan sekitarnya. “Anak lebih butuh bermain dengan tubuh orangtuanya, lingkungan sekitarnya, teman sebayanya, ketimbang gadget. Sayangi anak, jauhkan gadget,” pungkasnya.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *