Rasulullah SAW sebelumnya selalu memanfaatkan pertemuan dengan kabilah-kabilah Arab di musim haji. Rasulullah akan memanfaatkan setiap momentum untuk berdakwah, apalagi di musim haji berbagai kabilah dari seluruh jazirah Arab datang ke Makkah.
Wartapilihan.com, Jakarta –Saat musim haji dan pasar sedang ramai-ramainya, itu merupakan momentum penting yang dimanfaatkan Rasulullah untuk menjumpai dan mendakwahi para pemuka suku dan kabilah yang berpengaruh. Tahun 11 kenabian, Rasulullah tidak hanya mengajak objek dakwahnya masuk Islam saja tetapi juga menawarkan agar para pemuka kabilah dan suku mau melindungi beliau dalam berdakwah. Tentunya tanpa diiringi paksaan sama sekali (Maghazi Rasulullah karya ‘Urwah, hlm. 117;Al-Baihaqi dalam Dala`il An-Nubuwwah jld 2/414, web, dari hadits Musa bin ‘Uqbah dari az-Zuhri)
Proses Bai’at Aqabah sendiri memakan waku dari tahun 11 sampai 13 kenabian. Tahun 11 kenabian menjadi pertemuan pertama dengan suku Khazraj (ahlu Madinah), yang berjumlah enam orang serta penerimaan mereka terhadap Islam; Lalu peristiwa Bai’at Aqabah pertama terjadi tahun 12 kenabian, lalu kemudian baru di tahun 13 kenabian terjadi Bai’at Aqabah kedua. Semua pertemuan itu terjadi di musim haji.
Rasulullah memang telah merencakan Yastrib -atau yang kemudian dikenal sebagai kota Madinah- sebagai pusat dakwah. Yastrib merupakan salah satu kota utama di Hijaz. Tetapi pada kenyataannya orang-orang Yastrib relatif belakangan mendapatkan dakwah dari Rasulullah, padahal Makkah dan Yastrib memiliki hubungan erat.
Rasulullah pribadi memiliki hubungan keluarga dengan sebagian kabilah di Yastrib, mengingat nenek buyut beliau yang bernama Salma binti Amr, ibunda dari Syaibah Abdul Muthalib, adalah orang asli Yastrib. Tepatnya dari Bani Najjar, cabang suku Khazraj.
Ternyata penyebab pertemuan Rasulullah SAW dan ahlu Yastrib yang relatif belakangan tersebut tidak lain lantaran masyarakat Yastrib kala itu sedang mengalami perang saudara, yakni antar suku Aus dan Khazraj. Dengan demikian sampai akhir periode Makkah, Yastrib tidak masuk perhitungan strategi dakwah karena faktor internal masyarakatnya. Yastrib awalnya dianggap tidak kondusif karena di dalamnya perang berkepanjangan antara Aus dan Khazraj, dua suku Arab terbesar di Yastrib, tidak kunjung usai. Perang terakhir antara keduanya itu adalah perang Bu’ats yang terjadi empat tahun sebelum hijrah. Saat rasulullah mendakwahi orang-orang yang baru datang haji ke Makkah, sebelum tahun 11 kenabian orang dari Yastrib jarang sekali yang datang karena faktor kecamuk perang di negeri mereka. Barulah ketika kecamuk perang sudah reda, kaum muda mereka mendatangi Makkah untuk berhaji.
Perang Bu’ats antara suku Aus dan Khazraj adalah perang yang menghabisi tokoh-tokoh Yastrib karena satu sama lain saling bunuh, rangkaian peperangannya terjadi dari generasi ke generasi. Generasi baru Yastrib, para pemuda dari dua suku yang terlibat perang itu pun sudah merasa jenuh dengan perang yang tidak kunjung usai. Selain tidak menguntungkan kedua belah pihak, juga karena banyak merenggut nyawa orang tua dan saudara-saudara mereka.
Di lain pihak, karakter dakwah Rasulullah pasca dakwah di Tha’if yang penuh dengan kemalangan agar bergeser. Kini bukan hanya mengajak orang untuk menjadi beriman saja, Rasulullah sudah menawarkan Islam seperti ‘transaksi’, tetapi transaksi yang berasaskan keimanan dan ajaran Islam.
Rasulullah menawarkan Islam sekaligus meminta perlindungan politik secara Islam, itupun untuk kepentingan Islam itu sendiri. Sang pelindung politik tersebut nantinya akan diamanahi melindungi Rasulullah SAW dan juga dakwah Islam. Oleh karena itu para pemuka kabilah dan suku yang ditawarkan melindungi dakwah diwajibkan untuk masuk Islam terlebih dahulu, agar perlindungannya berasaskan keimanan.
Di sinilah terungkap jelas karakter dakwah Rasulullah yang luar biasa dan dapat mempengaruhi setiap orang yang mendengarkan dakwah beliau. Enam pemuda Suku Khazraj yang berjumpa pertama kalinya dengan Nabi SAW, langsung menerima agama Islam dalam sekali pertemuan yang relatif singkat. Kehebatan dakwah Rasulullah melalui pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an dan penjelasannya cepat berbekas di jiwa mereka, menjadikan mereka menerima Islam.
Sudah seharusnya generasi umat Islam saat ini membentuk pemuda-pemuda yang bisa menjelaskan Islam dengan kata-kata yang indah dan singkat. Mampu menjelaskan Al-Qur’an dan maknanya, serta punya kemampuan bayan yang mumpuni. Semua itu akan berpengaruh kuat bagi jiwa-jiwa mad’u. Tugas besar dakwah yang ada di depan mata ini adalah membentuk argumen dakwah yang kuat. Jangan lagi da’i terlihat seperti pelawak. Jangan lagi da’i kekeringan argumentasi yang kuat lagi membekas.
Ilham Martasya’bana, penggiat sejarah Islam