Bahasa Jawa, Perlukah Dilestarikan?

by
foto:istimewa

Oleh: Vira Sartika Devi, Mahasiswa Program Studi Kebidanan, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya.

Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud dan tujuan kepada orang lain dan selain itu bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan. Bahasa yang ada di Nusantara sangat beragam. Terutama di Indonesia masyarakatnya lebih menggunakan bahasa campuran seperti bahasa Inggris, bahasa Jawa, dan bahasa Indonesia. Tiga bahasa tersebut digunakan bersamaan sehingga jika dilihat penggunaannya sangat kacau dan jika diteruskan maka akan menjadi kebiasaan.

Wartapilihan.com, Jakarta — Karena sebenarnya bahasa sejatinya mencerminkan identitas dari bangsa kita sehingga seharusnya kita bisa menggunakan bahasa dengan baik dan benar. Dan perlu diketahui bahasa Jawa adalah bahasa ibu masyarakat indonesia yang harus dilestarikan meskipun bahasa Indonesia adalah bahasa resmi tetapi tidak semestinya melupakan bahasa Jawa dalam pengucapan sehari-hari.

Terkadang masyarakat luar Jawa yang masuk ke Jawa, merekalah seharusnya yang menyesuaikan bahasa tetapi pada kenyataannya malah kita yang berasal dari Jawa asli justru yang menyesuaikan bahasa. Dari sinilah awal mula lunturnya bahasa Jawa di Indonesia. Padahal dengan menggunakan bahasa Jawa ini sebenarnya juga menjadikan kita pribadi yang bisa menempatkan diri pada masyarakat karena penggunaan bahasa Jawa ini ada tingkatannya yang dianggap sebagai perilaku sopan santun atau untuk bisa menghargai sesama masyarakat.

Beberapa jenis bentuk ragam tutur dalam bahasa Jawa yang disebut juga unggah-ungguhing basa ini dapat dikelompokkan menjadi tiga, yang pertama adalah bahasa ngoko, bahasa jawa ngoko sering digunakan oleh orang yang usianya sebaya maupun oleh orang-orang yang sudah akrab. Bahasa ngoko ini di bagi atas ngoko lugu,dan ngoko alus. Ngoko lugu digunakan untuk menyatakan orang pertama. Ngoko alus digunakan oleh orang pertama dengan lawan bicaranya yang sebaya atau yang sudah akrab, bahasa ini santai namun sopan. Yang kedua adalah bahasa madya. Ragam bahasa Jawa madya menunjukkan tingkat tataran menengah yang terletak di antara ragam ngoko dan krama. Bahasa madya biasanya digunakan terhadap teman sendiri. Dan yang ketiga adalah bahasa krama. Ragam bahasa Jawa krama digunakan untuk menunjukkan adanya penghormatan kepada mitratutur yang mempunyai kedudukan atau kekuasaan yang lebih tinggi daripada penutur. Bahasa Jawa krama ini digunakan orang sebagai tanda menghormati orang yang diajak bicara. Misalnya, anak muda dengan orang tua atau pegawai dengan atasannya. Tingkatan yang lebih tinggi dari krama yaitu krama inggil. Krama inggil dianggap sebagai bahasa dengan nilai sopan santun yang sangat tinggi. Jarang sekali digunakan pada sesama usia muda. Bahasa krama dibagi menjadi krama andhap dan krama inggil.

Salah satu keunikan di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya adalah adanya pembelajaran bahasa Jawa, dengan cara dibentuk tentor-tentor bahasa Jawa. Tutor atau tentor adalah orang yang memberi pelajaran (membimbing) kepada seseorang atau sejumlah kecil mahasiswa/mahasiswi dalam pelajaran bahasa Jawa dengan memilih para pemuda-pemudi yang bisa berbahasa Jawa wajib untuk mengajarkan kepada temannya sendiri baik yang tidak bisa berbahasa Jawa maupun yang sudah bisa berbahasa Jawa. Karena jika tidak di biasakan seperti ini maka bahasa Jawa akan luntur, meskipun dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) sudah ada pembelajaran bahasa Jawa bahkan menjadi mata pelajaran wajib, dari situ dikatakan bisa saja mereka sudah merasa cukup untuk bisa berbahasa Jawa.

Tetapi, pada kenyataannya, banyak yang tidak bisa berbahasa Jawa atau bisa berbahasa Jawa tetapi masih kecampuran dengan bahasa lain. Mereka menganggap bahasa Jawa adalah bahasa orang-orang desa,orang-orang pinggiran, dan bahasa orang-orang zaman dulu. Mereka mengaku malu dan gengsi menggunakan bahasa Jawa dan memilih menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa gaul jika mengobrol dengan teman sehingga akan membuat mereka terbiasa dalam kehidupan sehari-hari. Dan tidak menutup kemungkinan mereka semua bisa mempertahankan berbahasa Jawa karena jika dilihat sekarang juga mata pelajaran bahasa Jawa lama-kelamaan semakin dihilangkan.

Oleh karena itu, dari pihak Fakultas Kedokteran sendiri menyadari betapa pentingnya bahasa Jawa meskipun sudah di perguruan tinggi khususnya untuk calon tenaga kesehatan di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya ini diwajibkan untuk bisa berbahasa Jawa. Karena jika mereka bekerja di kota tidak masalah jika tidak bisa berbahasa Jawa, akan tetapi jika mereka bekerja di daerah yang jauh dari perkotaan maka ini yang menjadi masalah karena kebanyakan masyarakat yang menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari karena tidak bisa berbahasa Indonesia. Dari sini akibatnya bisa-bisa mereka salah dalam mendiagnosa dan memberikan hasil pemeriksaan mengenai sakitnya yang pasti ini akan merugikan masyarakat. Dan ini adalah salah satu jembatan untuk bisa berkomunikasi dengan masyarakat setempat. Selain itu juga secara tidak langsung mereka melestarikan bahasa Jawa yang merupakan bahasa ibu dari bangsa Indonesia dengan menggunakan bahasa Jawa dalam pengucapan sehari-hari dengan masyarakat sekitar kampus maupun diluar kampus.

Sebagai masyarakat asli Jawa, kita memiliki kewajiban menjaga dan melestarikan budaya berbahasa Jawa. Dengan menanamkan mata pelajaran bahasa Jawa di setiap kurikulum sekolah sedini mungkin untuk mengajarkan bahasa Jawa baik secara formal (sekolah) maupun informal (masyarakat) dan, terus membiasakan diri menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari. II

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *