Bahrain kembali mengungkit masalah pada masala lalu di tengah kebuntuan diplomasi dengan Qatar.
Wartapilihan.com, Manama –-Sebuah siaran pers yang dipublikasikan pada hari Sabtu (4/11) mengatakan bahwa Bahrain memiliki “hak untuk mengklaim apa yang dipotong secara paksa dari tanahnya dan untuk mempermasalahkan legitimasi peraturan Qatar”.
Pernyataan tersebut datang dalam konteks krisis yang lebih luas di Teluk, ketika Bahrain, UEA, Arab Saudi dan Mesir memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar dan memberlakukan blokade laut, darat, dan udara.
Negara-negara yang memblokade menuduh Qatar mendukung kelompok “teroris” dan telah mengeluarkan daftar tuntutan, termasuk penutupan jaringan Al Jazeera yang berbasis di Doha. Qatar dengan keras membantah tuduhan tersebut dan menolak tuntutan tersebut.
Dalam beberapa pekan terakhir, Bahrain meningkatkan ancaman terhadap Qatar. Bahrain berjanji pada pekan lalu bahwa pihaknya tidak akan menghadiri KTT Gulf Cooperation Council (GCC) yang biasanya berlangsung pada bulan Desember jika Qatar hadir.
Perselisihan Perbatasan
Perselisihan perbatasan Bahrain-Qatar dimulai pada pertengahan 1900-an, terutama di atas Kepulauan Hawar dan Kota Zubara.
Pada tahun 1991, Qatar menuntut perselisihan tersebut ke Pengadilan Internasional (ICJ) setelah beberapa dekade dilakukan mediasi oleh Saudi yang gagal dan sebuah konfrontasi bersenjata yang nyaris tidak teratasi antara kedua negara.
Masalah ini dipecahkan pada tahun 2001 ketika ICJ, cabang utama Perserikatan Bangsa-Bangsa, memutuskan bahwa Bahrain telah mengajukan klaim atas Kepulauan Hawar, sementara Qatar mendapatkan Zubara dan Kepulauan Janan.
Terlepas dari masalah yang dipecahkan pada 16 tahun yang lalu, pemerintah Bahrain mengatakan dalam pernyataannya pada hari Sabtu (4/11) bahwa pihaknya telah “menanggung dan mengakui hak historis terdokumentasi internasional” untuk kepentingan negara-negara Teluk.
Menyinggung pembentukan GCC pada 1981, sebuah aliansi politik dan ekonomi negara-negara Teluk, pernyataan tersebut mengatakan bahwa Bahrain telah “setuju untuk menunda klaim atas hak-haknya, menerima kerugian tersebut dan menyerahkan apa yang menjadi haknya untuk memastikan kesatuan Teluk “.
Jocelyn Sage Mitchell, seorang profesor ilmu politik di Northwestern University, Qatar, mengatakan bahwa Bahrain hanya “membuang keluhan yang sudah lama dan masih mendidih”.
“Jika mereka memutuskan untuk kembali menuntut klaim teritorial, itu akan bertentangan dengan masyarakat internasional,” kata Mitchell kepada Al Jazeera.
“Itu akan menjadi sesuatu yang sangat mengejutkan dan tindakan yang tidak disarankan untuk Bahrain.” Demikian dilaporkan Al Jazeera.
Moedja Adzim