Oleh: Ahmad Ghozali Fadli, Pesantren Alam Bumi Al-Qur’an, Wonosalam, Jombang
Kemarin (Senin/1/10), kami berkesempatan bertemu dengan pemilik lahan untuk akses jalan di Lahan baru Pesantren, yang sebelumnya berada di Kalimantan. Total akses jalan yang dibutuhkan, seluas 180 meter persegi. Pak Suparman namanya. Malam sebelumnya, beliau sudah mengunjungi pesantren dan bercerita banyak hal, termasuk harga sepiring nasi lebih mahal dari harga tanah.
Wartapilihan.com, Jakarta –– Itulah zaman dulu. “Tanah itu milik Allah. Yang memanfaatkannyalah yang berganti-ganti. Termasuk kita, bagian dari pengganti itu.” Terang pak Suparman, saat dimintai harga jual lahan itu. Yang pada akhirnya, beliau menyerahkan harganya kepada pihak pesantren. Kami pun memberikan harga ganti rugi yang pantas.
Inilah hidup. Lahan Pesantren dibebaskan secara berjamaah. Kemudian di-wakaf-kan di jalan Allah. Artinya, bukan milik kita, milik Allah. Dan Allah pulalah yang akan menjaganya. Kami, hanya sebagai pengelola saja, hingga batas waktu yang ditentukan oleh-Nya. Bisa sedetik, atau beberapa tahun.
Musibah Lombok, Palu dan sekitarnya, merupakan bukti kekuasaan dan kepemilikan Allah. Bumi ini milik-Nya, dan Allah bebas berkehendak. Dan jangan mengira, bahwa akan ada tempat aman di Bumi ini. Palu contohnya. Saat Bumi bergoncang, manusia keluar rumah, disambut oleh Tsunami. Pergi ke gunung, dilongsorkan. Ke tanah lapang, Bumi pun bergerak, menjadi lumpur dan menelannya. Berapa korbannya? Ribuan.
Saat musibah di Palu terjadi, para santri Bumi Al-Qur’an baru saja menyelesaikan bab Kisah-Kisah dalam Al-Qur’an. Ayat-ayatnya dibaca dan ditelaah. Dipahami dan dicari bukti otentiknya. Bahkan didiskusikan untuk diambil hikmahnya. Sebagian besar berkenaan tentang Dakwah Tauhid. Nabi Nuh kepada kaumnya, nabi Hud kepada kaum Aad, nabi Shaleh kepada kaum Tsamud, nabi Luth kepada kaumnya, nabi Syu’aib kepada kaum Madyan, nabi Musa kepada Fir’aun dan pengikutnya. Seluruh kaum-kaum itu, dimusnahkan oleh Allah SWT. Apakah musibah Lombok dan Palu senasib dengan mereka?
Allah sudah menetapkan musibah, baik yang ada di Bumi maupun di diri kita (QS. Al Hadid: 22), dan yang menerima musibah itu, kemudian beriman akan ketentuannya, Allah akan memberinya petunjuk (QS. At Taghabun: 11). Untuk itulah, kewajiban kita, jika ada yang terkena musibah, ucapkan “Inna Lillahi wa inna ilahi roji’un”, sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali (QS. Al Baqarah: 156). Kemudian mengambil hikmah dari musibah ini, karena tidak lain akibat dari kesalahan kita sendiri (QS. Ali Imron: 165).
Untuk itu, korban yang telah berjatuhan, kewajiban kita merawatnya dengan baik. Yang selamat, dipulihkan, baik badan dan yang terpenting jiwanya. Mengambil hikmah dan segera beristighfar kepada Allah. Tidak perlu saling merugikan, hanya untuk bertahan hidup. Terimalah dan Allah akan segera memberikan petunjuk.