Oleh : Qusyaini Hasan, jurnalis
Bukan kali pertama Anies Baswedan diperlakukan tidak patut di hadapan publik. Setidaknya sudah tiga kali Gubernur DKI Jakarta ini mendapat perlakuan tidak pantas di muka umum, dihinakan dan direndahkan. Ketiga ‘perlakukan kasar’ dan ‘kampungan’ itu selalu terkait langsung maupun tidak langsung dengan Presiden Jokowi, mantan Bos Anies di Kabinet Kerja.
Wartapilihan.com, Jakarta –Pada 1 Syawal 1439 Hijriah yang bertepatan dengan tanggal 15 Juni 2018, Anies Sandi beserta istri menghadiri open house Presiden Jokowi di Istana Bogor. Saat mereka tiba di pelataran tangga istana, keduanya kembali disoraki dengan teriakan “huuu….” oleh rombongan relawan Jokowi yang berseragam. Tetapi sikap Anies dan Sandi justru tersenyum ramah dan menyalami para penyoraknya. Jejak digitalnya ada di sini https://www.youtube.com/watch?v=C0SEnRrJ3QE . Insiden Istana Bogor ini menjadi peristiwa ketiga yang dialami Anies.
Pada 17 Februari 2018 lalu, saat Gubernur Anies menghadiri pertandingan final piala Presiden antara Persija vs Bali United Ia juga mengalami peristiwa yang tidak mengenakkan. Ia ditahan oleh Paspampres agar tidak ikut turun bersama Presiden saat momen penyerahan Tropi kepada Persija yang memenangkan pertandingan malam itu. Saat itu video penghadangan oleh Paspampres Viral di media dan media sosial. Anies pun menyikapi secara bijak peristiwa itu, katanya : “yang penting persija juara, sudah cukup bagi saya, hal laiinya ga penting”. Jejak digitalnya ada di sini : https://www.youtube.com/watch?reload=9&v=mHF7CDRIeDc Inilah insiden kedua terhadap Anies.
Insiden pertama terjadi Ketika menghadiri pernikahan putri Joko Widodo di Solo pada 8 November 2017, saat turun dari Bus yang mengantarnya ke lokasi resepsi pernikahan, Ia disoraki oleh relawan pendukung Jokowi. Menyikapi hal itu, Anies yang datang bersama sang istri, Fery Farhati justru tersenyum kepada rombongan pesorak dan melambaikan tangan dengan ramah, jejak digitalnya bisa disimak di sini : http://bogor.tribunnews.com/2017/11/09/hadiri-pernikahan-kahiyang-bobby-anies-baswedan-malah-disoraki-warga-netizen-gak-sopan?page=3
Dulu, Anies dan Jokowi adalah karib. Dari banyak cerita para timses Jokowi-JK, Jokowi belajar banyak bagaimana tampil di publik, khususnya saat masa kampanye Pilpres 2014, dimentori langsung oleh Anies. Jika kita google semua peristiwa politik 2014, maka akan sarat temuan tentang Jokowi dan Anies yang selalu bersama. Sudah rahasia umum bahwa guru komunikasi public Jokowi adalah Anies Baswedan.
Ketika Joko Widodo memberhentikannya sebagai Mendikbud pada pertengahan 2016, Anies justru tercatat dalam tiga besar menteri dengan kinerja terbaik. Hal itu terungkap dalam survei yang dilakukan oleh Indobarometer yang dikelola oleh M.Qodari. Simak jejak digitalnya di sini : https://news.detik.com/berita/d-3453901/menteri-paling-memuaskan-versi-indo-barometer-susi-lukman-anies
Jokowi mungkin tak pernah membayangkan, Anies yang dicopotnya kemudian dirangkul oleh Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera, seterunya pada Pilpres 2014 lalu. Anies didapuk berpasangan dengan Sandiaga Uno untuk bertanding melawan Agus Yudhoyono –Silvyana Murni dan Basuki Tjahaja Purnama – Djarot Syaiful Hidayat kolega sang Presiden di DKI Jakarta.
Tampilnya Anies di kontestasi politik Ibukota, seakan merusak rencana besar PDIP untuk mempertahankan tahta-nya di Jakarta. Anies seperti peluru tajam yang menghujam ke jantung pertahanan PDI Perjuangan (baca :Jokowi) dan koalisinya.
Meskipun Presiden Jokowi, sang petugas partai sering mempertontonkan kebersamaannya dengan Ahok, yang dinilai publik sebagai sinyal dukungan kepada mantan wakilnya di DKI Jakarta itu, tetapi tindakan itu tak mampu membendung kemenangan besar yang diraih Anies – Sandi pada 19 April 2017 lalu.
Kenapa Saya sebut kemenangan besar, karena banyak lembaga survey menduga Anies Sandi akan unggul hanya 3%, kenyataannya Anies Sandi 58% dan 42% sisanya Ahok Djarot.
Wajar jika kemudian masyarakat membangun persepsi bahwa “penjegalan” terhadap Anies Baswedan yang sudah tiga kali terjadi, tak lepas dari kekalahan PDI Perjuangan dan koalisinya di kontestasi politik DKI Jakarta. Publik memandang dengan cara yang sederhana : lawan politik Anies belum legowo atas kekalahan yang mereka terima. Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil menyebut mereka sebagai orang-orang yang belum move on.
Intinya, ada kelompok yang ingin laju elektabilitas Anies tak boleh dibiarkan meningkat. Karena kalau dibiarkan Ia akan menjelma menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan kekuasaan saat ini.
Jika melihat rangkaian peristiwa di atas, nampak jelas bahwa prestasi politik yang diraih Anies Baswedan menjadi ancaman nyata bagi elektabilitas Jokowi. Ketiga hal di atas adalah hal-hal yang nampak yang memberi dampak bagi menurunnya elektabiltas Jokowi dan meroketnya elektabilitas Anies. Jika salah mengelola, bukan tidak mungkin Jokowi akan kehilangan kesempatan keduanya untuk menjadi orang nomor satu di republik ini.
Apalagi, jika Gerindra dan Prabowo kemudian memberikan kejutan diujung waktu pendaftaran calon Presiden di bulan Agustus 2018 nanti : menyiapkan ‘kuda hitam tangguh’ untuk memastikan Joko Widodo tumbang, seperti Ahok setahun lalu.
Kita semua tentu ingat, pada Pilkada DKI Jakarta, Jokowi hanya meraih kemenangan dengan perolehan 2,4 Juta suara. Sementara kemenangan Anies dicapai dengan perolehan 3,3 juta suara, jauh di atas capaian jokowi. Ini berarti di wilayah yang sama, Jokowi hanya 2/3 pendukungnya Anies.
Di Pemilhan Presiden 2019 nanti, bisa saja sejarah berulang, kepada Joko Widodo dan juga Anies Baswedan. Wallahu A’lam