Anak Laki-laki yang Memulai Perang Suriah

by
Anak-anak Suriah membawa gambar Hamza al-Khateeb, anak berusia 13 tahun yang tewas dalam penyiksaan rezim Bashar. Foto: Reuters

Wartapilihan.com, Suriah – Sejak lima tahun konflik Suriah, setidaknya 450 ribu orang tewas, 1 juta orang mengalami luka-luka, dan lebih dari 12 juta orang telah meninggalkan rumah mereka.

Konflik ini bermula pada tahun 2011 ketika peristiwa “musim semi Arab” melanda beberapa negara di Timur Tengah dan Arfika Utara, salah satunya pemberontakan yang menggulingkan Ben Ali di Tunisia dan Husni Mubarak di Mesir.

Banyak yang mengira, konflik di Suriah terjadi karena serangan yang diluncurkan kelompok pejuang terhadap pemerintahan Bashar al-Assad.

Namun, tidak banyak yang mengetahui bahwa konflik ini bermula ketika seorang anak berusia 14 tahun membuat grafiti mengenai “Arab Spring” di sekolahnya.

Dalam rubrik “Special Series”, situs Aljazeera memuat artikel dengan judul “The Boy who Started the Syrian War” (Anak laki-laki yang memulai perang Suriah). Artikel tersebut menguraikan cerita dibalik pemicu awal konflik yang berujung perang di Suriah.

Pencarian Jamie Doran

Pada awalnya, Jamie Doran, seorang pembuat film dokumenter yang juga mantan produser BBC, tergelitik untuk menanyakan kepada para wartawan mengenai penyebab awal perang Suriah. Namun, jawaban mereka seragam: teroris yang memulai itu semua.

Sampai kemudian, Doran membuka laptopnya dan menunjukkan cuplikan film untuk Aljazeera dengan judul “The Boy Who Started the Syrian War” kepada mereka. Lalu, mereka terdiam.

Menurut Doran, mereka, para wartawan, tidak banyak mengetahui bahwa ada seorang ayah yang takut ketika anak gadisnya sendirian di jalan karena takut dengan penculikan, pemerkosaan, dan pembunuhan yang dilakukan oleh milisi Shabiha yang ditugaskan untuk melindungi keluarga Assad dan kebal hukum.

Pada awal 2016, dari sebuah Kafe di Jalan Al-Khattab yang bernama Books@Cafe, Doran dan kameramennya, Abo Bakr Al Haj Ali, akan pergi ke Deraa, daerah yang meletuskan konflik pertama kali.

Ia ingin masuk ke Deraa dari perbatasan Yordania. Sebelumnya, Doran sudah bersepakat dengan militer Yordania. Namun, intelijen Inggris, MI6, di Amman menyarankan kepada militer Yordania tidak melakukan hal itu meskipun Doran berpaspor Irlandia.

Doran dan Bakr kembali ke kafe itu. Mereka berdiskusi bagaimana cara agar film bisa dibuat tanpa kehadirannya di Deraa.

“Lalu, siapa yang kau tahu, siapa yang ada untuk memulainya (perang)?” tanya Doran kepada Bakr.

Bakr menjawab, ia tahu seorang komandan bernama Marouf Aboud yang membuat perlawanan bersenjata pertama kali setelah milter menyerang Deraa.

Namun, jawaban-jawaban Bakr tak memuaskan Doran.

“Ayolah, Bakr. Kau harus tahu seseorang yang lain, seseorang yang berbeda. Seseorang yang baru,” desak Doran.

Bakr terdiam sejenak sambil mengisap dalam shishanya.

“Ya, aku kira ada seorang anak laki-laki yang mencoret grafiti anti-Assad di dinding sekolahnya yang memulai perang,” kata Bakr.

Jawaban Bakr membuat Doran cukup tercengang. Bukan ISIS atau an-Nusra yang memantik perang yang menewaskan hampir setengah juta orang, melainkan seorang anak muda yang memantik perjuangan rakyat Suriah.

Grafiti Anti-Assad

Kelakuan anak berusia 14 tahun pada Februari 2011 bersama tiga orang temannya yang mereka mengira hal itu sebuah guyonan memiliki konsekuensi besar di luar pemahaman mereka. Polisi menangkap mereka—sebanyak 15 orang anak—dan menyiksa mereka dengan sangat kejam.

Diceritakan, ketika orang tua dan keluarga mereka tiba di kantor polisi untuk memohon pembebasan mereka, mereka diberi tahu: “Lupakan anak-anak ini. Pulanglah ke istri kalian dan buatlah (anak) lebih banyak. Jika kalian tidak tahu caranya, kirim istri kalian pada kami dan akan kami lakukan untuk kalian.”

Hamza al-Khateeb, berusia 13 tahun, tewas dalam penyiksaan itu. Tewasnya seorang anak menyebabkan aksi protes damai pada Maret 2011.

Presiden Bashar al-Assad merespons unjuk rasa damai itu dengan menembaki demonstran dan menangkap mereka.

Bocah berusia 14 tahun itu adalah Mouawiya Syasneh. Kini ia tumbuh menjadi seorang remaja kebanykan di Deraa dengan membawa Kalashinkov, tidak seperti pemuda di negara lain yang meneteng tas.

Kini, ia bergabung bersama Tentara Pembebasan Suriah (FSA) untuk berjuang melawan rezim Assad. Hidupnya telah berubah akibat guyonan grafitinya. Ia telah kehilangan teman dan kerabatnya, termasuk ayahnya. | Sumber: Aljazeera

Reporter: Moedja Adzim

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *