Di kereta api Jabodetabek, Akal dan Budi berbicara berbagai hal. Mulai dari masalah cadar sampai kiprah Amien Rais dan Habib Rizieq.
Wartapilihan.com, Jakarta –“Tentang cadar kemarin yang sempat dilarang di UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta dan kemudian dianulir, gimana menurutmu Bud?”
“Ya Alhamdulillah. Memang beberapa ulama mewajibkan cadar, beberapa yang lain memubahkannya. Tapi gini, kalau ditelaah dengan ilmu komunikasi modern, sebenarnya cadar itu kurang tepat. Yang lebih tepat, di masa kini adalah pendapat ulama yang mewajibkan jilbab bukan cadar. Kenapa? Karena dalam ilmu komunikasi, selain seseorang mendengarkan perkataan pembicara, mereka juga ingin melihat gestur atau mimik pembicara. Jadi kalau dia pakai cadar, kita tidak tahu omongan dia itu tulus atau nggak. Kita tidak tahu mulutnya itu sedang tersenyum mengejek atau tersenyum riang. Pemakai cadar ini mukanya sedang gelisah atau riang dan seterusnya. Jadi menurutku lebih tepat yang wajib adalah jilbab bukan cadar. Jadi pendapat Syekh Yusuf Qardhawi tentang hal ini lebih tepat.”
“Menarik analisamu Bud, dikaitkan penemuan ilmu komunikasi modern. Ya bukankah Islam itu mengatasi zaman? Kalau menurutmu hikmah jilbab kenapa?”
“Kalau dali-dalil syar’i kan sudah banyak yang tahu. Tapi ada satu hikmah yang penting dari jilbab ini adalah Allah mendidik wanita agar mengerem keinginannya (syahwatnya) untuk berpamer diri. Lihat Kal, wanita yang gak berjilbab itu kan kebanyakan suka pamer kaki, lengan dan bahkan pahanya. Makanya jangan heran wanita ketika diberi kebebasan berpakaian, ia kemudian cenderung tidak memakai baju atau bajunya minim. Di sinilah Allah mendidik wanita agar lebih mengutamakan akalnya daripada tubuhnya. Lebih mengutamakan fikirannya daripada wajahnya dan seterusnya.
Kaum kapitalis memang menjadikan wanita sebagai alat produksi, sehingga mereka terus dieksploitasi tubuhnya. Allah juga mendidik laki-laki (dan wanita) untuk mengerem nafsunya. Misalnya, Allah menyuruh kita menahan pandangan mata padahal memandang porno itu enak, menganjurkan kita tahajud di tengah kenikmatan tidur, menganjurkan kita bersedekah atau berzakat ketika kita cinta harta dan seterusnya. Itu adalah pendidikan Allah yang diberikan kepada kita agar kita terlatih tidak menuruti nafsu dan akhirnya kita bisa menjadi manusia yang berkualitas dan mulia (bertaqwa).”
“O ya, nanti kan kita meliput Amien Rais dan Habib Rizieq konferensi pers. Sebenarnya apa sih peran mereka berdua dalam politik di Indonesia?”
“Amien Rais itu memang ada ‘sedikit dosa’ pada waktu reformasi. Ia tokoh utama yang menurunkan pak Harto dan tidak mau bergabung dengan partai Islam. Seandainya Amien mau bergabung dengan partai Islam saat itu, ia kemungkinan besar jadi presiden. Tapi yang berlalu sudahlah. Hikmahnya kini iklim keterbukaan di negara kita terbuka lebar. Cuma nggak jelas keterbukaan ini dibawa kemana (tergantung para pemimpin). Amien kini lebih lugas melawan pemerintah yang semena-mena terhadap aktivis-aktivis Islam. Juga berani bareng bergandengan tangan dengan FPI melakukan amar makruf nahi mungkar di negeri ini. Padahal dulu pak Amien alergi lho terhadap FPI dan Habib Rizieq. Di samping itu pak Amien kini banyak mendidik anak-anak muda Islam baik di Muhammadiyah atau di luar Muhammadiyah untuk terus melakukan ‘politik Islam’.”
“Apa yang paling berkesan kamu dengan Amien Rais?”
“Kutipan-kutipan ayatnya. Pak Amien kalau ceramah, senantiasa pas kutipan ayat dengan konteksnya. Waktu ia berorasi di hari-hari menjelang turunnya Pak Harto –ia berorasi di sebuah lapangan Jakarta- Pak Amien mengutip ayat,”Dan sungguh mereka telah membuat tipudaya padahal Allah (mengetahui dan akan membalas) tipu daya mereka. Dan sesungguhnya tipu daya mereka itu mampu melenyapkan gunung-gunung.” (QS Ibrahim 46). Kemudian dalam suatu kesempatan, pak Amien juga merujuk pada ayat “Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki dan sukar itu (al aqabah)?”. Menurutnya agar Muslim menjadi berkualitas maka Muslim itu harus berani mengalami kesukaran-kesukaran dalam hidupnya (mencari ilmu yang lebih tinggi), berani menghadapi resiko dan seterusnya.”
“Bener Bud. Apalagi kalau kita baca bukunya Selamatkan Indonesia dan Cakrawala Islam, masya Allah. Di situ terlihat kualitas intelektual Pak Amien. Waktu saya meliput di DPR tahun 2000, Pak Amien (Ketua MPR saat itu) sangat sedap kalimat-kalimatnya. Sampai kini kalau ngomong dia selalu layak muat he he he… Mungkin sulit mencari pengganti Pak Amien saat ini. Intelektual Politik Islam yang memadukan antara teori dan praktik. Kalau soal Habib Rizieq pendapatmu gimana?
“Habib ini berperan besar lho dalam memelopori amar makruf nahi mungkar di negeri ini. Di wilayah Jabodetabek FPI dikenal jasanya dalam memberantas pelacuran, minuman keras dan lain-lain. Dan mereka bila melakukan aksi, biasanya dikawal atau lapor dengan kepolisian terlebih dulu. Habib sengaja menamai organisasinya dengan nama Front Pembela Islam, karena Front itu berarti di depan. Orang yang di depan harus siap dengan resiko, kata Habib. Dengarkan ceramah-ceramah Habib tentang sejarah dan politik Islam di tanah air. Masya Allah, mantap. Maka jangan heran Habib saat ini diincar oleh kaum Islamofobia. Habib dilaporkan polisi lebih dari 10 kasus dan kasus yang terberat adalah kasus chatting dengan Firza Hussein.
Beberapa tokoh mengatakan bahwa chatting itu benar dan sebagian lain mengatakan chatting itu palsu. Habib menyatakan kasus chattingnya itu tidak benar. Menurut Pak Amien, kasus chatting Habib ini tidak ada apa-apanya dengan kasus Alexis (seandaianya mau dipidanakan). Ya seandainya, seandaianya sekali lagi itu benar, maka Habib disitu jelas tidak berzina. Hanya kata-kata doang. Dan dibanding perjuangan dakwahnya selama ini, maka kasus itu ibaratnya dosa kecil yang tertimbun oleh pahala-pahala besar yang dibuat Habib Rizieq. Bayangkan berapa banyak pahala Habib karena menyadarkan ratusan preman menjadi shalih, pahala penutupan-penutupan tempat maksiyat yang dipelopori FPI dan pahala-pahala dakwahnya selama ini. Jadi melihat tokoh itu jangan kesalahan-kesalahan kecilnya, tapi lihatlah kelebihan dan amal besar yang telah ditorehnya.”
“Tapi kenapa ya Bud, Habib nggak cepat pulang ke tanah air?”
“Wallahu a’lam. Mungkin hanya Habib dan Allah SWT yang tahu. Yang jelas, Habib itu kan pemberani. Ia sudah pernah dipenjara zaman SBY. Ia juga sering diteror untuk dibunuh dan seterusnya. Jadi kalo alasannya Habib takut ditangkap nggak mungkin. Pasti ada yang lain…Saya sih pinginnya Habib cepet pulang. Karena saya yakin Habib sangat rindu pulang ke tanah air. Apalagi para jamaah banyak yang rindu untuk bertemu Habib. Yang benci Habib hanya kaum liberal, kaum Islamobia dan kaum Muslim yang tidak mau tahu perjuangan Habib he he he. Kita doakan aja dia segera pulang. Karena bagi mereka yang pernah tinggal lama di luar negeri, keinginan pulang ke tanah air itu selalu timbul.”
Kedua wartawan itu tiba jam 16.00 di Gedung Dewan Dakwah. Mereka shalat ashar berjamaah dan bersiap mengikuti konferensi pers. “Diumumkan konferensi pers Prof Amien Rais dan Habib Rizieq Syihab dimundurkan. Jam 15.00 tadi, Habib Rizieq didatangi rumahnya di Jalan Petamburan dan langsung dibawa ke Markas Polda Metro Jaya,”kata Ustadz Ali dari DDII, pembawa acara di ruangan sebelah Masjid al Furqan Dewan Dakwah.
“Kamu nggak ke Polda, Bud?”
“Nggak, sudah ada temen reporter di Polda.””
“Aku juga nggak.”
“Kal, kamu kenal almarhum Bang Hussein Umar?”
“Kenal Bud, tapi sepintas doing.”
“Alhamdulillah aku kenal dia cukup lama, Kal. Terakhir sebelum meninggal dunia, dia mengajak aku berdua bicara di Gedung Nusantara 3, DPR. Bang Hussein bicara tentang dakwah dan masalah politik di tanah air. Aku lebih banyak mendengarkan. Ia saat itu bicara tentang banyaknya politisi Muslim yang kurang cerdas dan berani dalam menyampaikan argumentasi di DPR. Ia kepingin lahir kembali politisi-politisi Muslim yang hebat seperti zaman Masyumi dulu. Hussein Umar ini hebat Kal. Sulit mencari tandingannya kalau lagi ceramah soal politik Islam.”
“Ada nggak ceramahnya di youtube?”
“Aku nggak lihat Kal sampai sekarang. Mudah-mudahan temen-temen di DDII ada yang menyimpan ceramahnya dan dapat dipasang segera di youtube, baik dalam bentuk audio atau audio visual.”
“Harus segera itu Bud. Saya punya temen Ustadz di Depok yang sangat mengidolakan Hussein Umar. Dia cerita, bahwa suatu saat dia ketemu beliau dan ingin menjadi orator seperti Bang Hussein. Sekarang ustadz ini kalau orasi bagus, mirip Bang Hussein, meskipun masih ahli Bang Hussein.
“Tahu ayat apa yang paling sering dikutip Bang Hussein ketika ceramah?”
“Apa?”
“Diantara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan diantara mereka ada yang gugur dan diantara mereka ada pula yang menunggu-nunggu. Dan mereka sedikitpun tidak mengubah (janjinya).” (QS al Ahzab 23). Bang Hussein ini sering mengangkat masalah Piagam Jakarta dalam ceramah-ceramahnya. Waktu itu dia juga mengkritisi banyak politisi Islam yang tidak mengenal Masyumi dan tidak mengenal perjuangan sejarah Islam di Indonesia.
Yang lebih menarik adalah bila ia bicara tentang rekayasan Orde Baru dengan think tank CSIS dalam perpolitikan di tanah air. Dimana saat itu asas tunggal diterapkan, partai Islam harus asas Pancasila, OSIS diberlakukan menggantikan PII yang menjamur di sekolah-sekolah, organisasi-organisasi profesi Islam dilarang dan lain-lain. Lihatlah HMI akhirnya pecah menjadi HMI Dipo dan HMI MPO. Dalam sejarah DPR (1998/1999), Bang Hussein adalah tokoh penting dicabutnya asas tunggal Pancasila untuk organisasi politik oleh DPR dan Pemerintah.
“Memang Bud, sekarang yang terjadi di negeri ini pertarungan antara Sekulerisasi Pancasila dan Islamisasi Pancasila. Dimana kaum sekuler ingin menjadikan Pancasila sebagai pedoman hidup berbangsa, sedangkan tokoh-tokoh Islam ingin menjadikan Pancasila sebagai pedoman bernegara saja.”
“Bener Kal, repot kalau Pancasila dijadikan pedoman hidup. Pedoman hidup umat Islam kan Al Quran, Sunnah dan Ijtihad Ulama yang shalih. Memang ada aturan Pancasila untuk ibadah, rumah tangga, bermasyarakat, berdagang dan lain-lain? Kan nggak ada. Pancasila itu ibaratnya perjanjian bersama dalam sebuah bangsa. Dan perlu diketahui, dalam sebuah bangsa disitu terjadi pertarungan-pertarungan kepentingan masing-masing ideologi. Makanya kemudian sila keempat menyatakan musyawarah untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan itu dengan damai.”
“Malah sebenarnya Pancasila itu kata-katanya Islami ya Bud.”
“Ya. Disitu ada kata Adil, Adab, Kerakyatan, Hikmat, Permusyawaratan dan Perwakilan. Jadi harusnya di Indonesia ini demokrasinya, demokrasi proporsional atau demokrasi berketuhanan. Umat Islam yang mayoritas di negeri ini, mestinya mendapat hak-hak istimewa. Karena merekalah yang mayoritas berandil dalam perjuangan kemerdekaan bangsa ini. Mungkin 90% pahlawan bangsa ini adalah pahlawan Islam.”
“Makanya saya agak curiga pernyataan yang didengungkan sebagian pihak : ‘Tidak ada minoritas dan mayoritas’, ‘Kita adalah bangsa yang majemuk’ dan seterusnya. Harusnya mereka faham bahwa kaum Muslim itu mayoritas dan dari zaman dulu selalu melindungi minoritas. Lihatlah di Asia Tenggara ini, kaum Muslim minoritas mengalami penderitaan yang luar biasa. Di Thailand, Filipina, dan Rohingya. Kaum minoritas di sini harusnya berterima kasih kepada umat Islam yang memberi kesempatan mereka untuk berkembang. Bisa menjadi bupati, menteri, tentara dan pengusaha-pengusaha besar. Jangan ‘nglunjak’ (tidak tahu diri) ingin menjadi Presiden, Kapolri atau Panglima TNI. Mereka harusnya bersyukur bisa hidup damai di tanah air yang mayoritas Islam. Mereka harusnya memberi kesempatan pengusaha-pengusaha Muslim untuk berkembang, bukan memonopoli ekonomi.
“Jelas aja mereka ekonominya berkembang pesat, wong sejak zaman Belanda mereka diberi kesempatan. Dan harusnya dengan demokrasi proporsional ini ditata bahwa gubernur atau bupati yang daerahnya mayoritas Muslim maka gubernur atau bupati/walikotanya harus Muslim. Sebaliknya di daerah mayoritas non Muslim biarkan gubernur, bupati atau walikotanya non Muslim. Tidak dibiarkan liar atau liberal demokrasinya.”
“Ngomong-ngomong Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini yang Ketua Dewan Pengarahnya Megawati itu mengarah kemana ya. Jangan-jangan seperti P4 dulu yang ‘digagas CSIS’?”
“Bisa aja sih. Memang pergerakan Megawati dalam BPIP ini perlu dicermati. Tokoh-tokoh Islam perlu mengkritisi dengan keras bila BPIP ini arahnya ke sekulerisasi Pancasila. Kita ikuti terus perkembangannya.”
“Malam ini kemana Bud?”
“Yuk kita ke Insists.”
“Apa itu Insists?
“Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations. Ia adalah organisasi yang mengembangkan pemikiran dan peradaban Islam. Ia bukan organisasi politik. Tapi bergerak dalam bidang keilmuan, Islamisasi Ilmu istilah kerennya. Ia diawaki oleh intelektual-intelektual Islam yang hebat. Diantaranya : Dr Hamid Fahmy Zarkasyi, Dr Adian Husaini, Dr Ugi Suharto, Dr Syamsuddin Arif, Dr Anis Malik Thoha, Dr Nirwan Syafrin Manurung, Adnin Armas MA dan lain-lain. Baca-baca deh karyanya, insya Allah antum akan tercerahkan. Mereka menerbitkan rutin Jurnal Islamia (Majalah) dan Jurnal Islamia Bulanan kerjasama dengan Republika.”
“Kabarnya Ulil Abshar Abdalla tokoh pendiri Jaringan Islam Liberal sekarang tobat ya?”
“Nah, Ulil ini pernah menyatakan bahwa organisasinya itu paling berat menghadapi Insists. Padahal JIL saat itu sudah menjalin hubungan dengan puluhan doktor dari dalam negeri dan luar negeri. JIL kini gaungnya sudah tidak bergema lagi. Tapi bukan berarti bubar. Karena pemikiran-pemikiran Islam Liberal atau pemikiran liberal ini masih berkembang di kampus-kampus Islam dan kampus umum. Terutama oleh dosen-dosen Muslim yang kuliah di Barat yang tidak kuat dasar pemikiran Islamnya.”
“Jangan-jangan Ulil ini sadar karena membaca karya ustadz-ustadz di Insists.”
“Mungkin saja. Karena kini dia banyak berkeliling ke daerah-daerah mengajarkan Kitab Ihya’ Uluumuddin. Ia tidak lagi menggiatkan JIL yang dibentuknya. Ulil juga mulai mengkaji Tafsir Al Quran. Terakhir di twitternya ia banyak merujuk tafsir yang ditulis oleh Muhammad Asad.”
“Alhamdulillah kalau begitu. Memang berdakwah baik dengan ucapan atau tulisan itu kadang-kadang kita tidak tahu dan tidak duga hasilnya. Yang penting kita ikhlash karena Allah dan mengharap pahala besar di akhirat nanti. “Dan sungguh akhirat itu lebih baik dari dunia,” pesan al Quran.” (bersambung) II
Izzadina