Oleh: Herry M. Joesoef
Dalam sepekan ini serentetan peristiwa terjadi. Mako Brimob diserang dari dalam, tiga gereja di Surabaya di bom, bom meledak di rumah susun, dan Mapolrestabes diserang.
Wartapilihan.com, Jakarta– Belum genap sepekan Mako Brimob (8/5) diserang dari dalam oleh para narapidana teroris, Ahad (13/5) pagi, tiga gereja di Surabaya menjadi sasaran bom bunuh diri, malamnya bom meledak di Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo. Senin (14/5) pagi, Mapolrestabes diserang dengan ledakan bom bunuh diri pakai motor.
Serangan di Mako Brimob menewaskan 5 orang polisi dan 1 pelaku. Serangan di tiga gereja menewaskan 18 orang meninggal, 3 orang meninggal saat bom meledak di Rusunawa Wonocolo; sementara peledakan bom di depan Mapolrestabes Surabaya memakan korban 4 orang. Tiga orang ditembak mati saat penyergapan di beberapa tempat.
Seisi dunia mengutuk tindakan ini, dari berbagai negara dan golongan agama. Jika di Mako Brimob “hanya” karena alasan makanan para tahanan melakukan aksi dan membunuh secara sadis 5 anggota kepolisian.
Apakah peristiwa di Mako Brimob dengan pelaku di Surabaya ada kaitannya? Biarlah pihak kepolisian yang akan mengusutnya. Tapi yang jelas, antara pelaku yang di Mako Brimob dengan pelaku bom bunuh diri di Surabaya, masih satu garis: kelompok yang mencari surga dengan jalan pintas. Mereka ini dikenal dengan kelompok takfiri(mengkafir-kafirkan diluar kelompoknya). Dalam sejarah Islam, kelompok ini dikenal dengan Khawarij. Kelompok inilah yang keluar dari barisan Khalifah Ali bin Abi Thalib, dan membunuh pada saat beliau sedang melaksanakan shalat.
Dalam pandangan mereka, pemerintah dan kepolisian adalah lembaga Thoghut(sesembahan selain Allah Ta’ala) dan karena itu harus diperangi. Kebenciannya kepada aparat, terutama polisi, cukup dalam. Mengapa, karena polisi, selain sebagai simbol negara, juga sebagai aparat yang selama ini berhadap-hadapan dengan para pelaku terorisme.
Jika ditilik dari cara beraksinya, kasus di Surabaya menunjukkan pergeseraan. Sebelumnya dilakukan secara sendiri-sendiri, sekarang sudah mulai melibatkan anggota keluarga. Artinya, pemahaman takfiri sudah begitu masif dan diikuti oleh anggota keluarga.
Dalam pandangan pelaku, apa yang mereka lakukan, dengan bom bunuh diri itu, adalah Jihad fi Sabilillah. Jika pelaku jihad mati, matinya adalah syahid. Mati syahid berpahala besar. Imam at-Timidzi memerinci pahala mati syahid itu, antara lain, diampuni (seluruh dosanya) pada saat awal terbunuhnya, dinikahkan dengan 72 Bidadari, dan bisa memberikan Syafa’at bagi 70 anggota keluarganya.
Pertanyaannya, benarkah mereka syahid atau bunuh diri? Sedangkan bunuh diri dilarang dalam Islam. Allah berfirman dalam surah An-Nisaa’ ayat 29:
وَلاَ تَقْتُلُوْا أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Juga hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam:
عن أبى هريرة رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ فىِ نَارِ جَهَنَّمَ يَتَرَدَّى فِيْهِ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيْهَا أَبَدًا وَ مَنْ تَحَسَّى سُمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَسُمُّهُ فىِ يَدِهِ يَتَحَسَّاهُ فىِ نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيْهَا أَبَدًا وَ مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيْدَةٍ فَحَدِيْدَتُهُ فىِ يَدِهِ يُجَأُ بِهَا فىِ بَطْنِهِ فىِ نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيْهَا أَبَدًا
Dari Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang menjatuhkan dirinya dari sebuah bukit lalu bunuh diri maka ia akan menjatuhkan (dirinya) di dalam neraka Jahannam dalam keadaaan kekal lagi dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Barangsiapa yang menenggak racun lalu bunuh diri maka racun itu berada pada tangannya yang ia akan meneguknya di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal lagi dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sebilah besi maka besinya itu ada di tangannya yang akan ditikamkan ke perutnya di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal lagi dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. (HR. Imam Bukhari: 5778, Muslim: 109, an-Nasa’i: IV/ 66-67, at-Tirmidzi: 2043, Ibnu Majah: 3460, 2044, Abu Dawud: 3872, Ahmad: II/ 254, 478, 488-489 dan ad-Darimiy: II/ 192)
Jihad dalam arti perang dibenarkan di daerah yang sedang dilanda perang. Sedangkan Indonesia adalah negeri damai, karena itu yang berlaku adalah dakwah, bukan perang atau memerangi.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam di saat perang Khoibar, memerintahkan Bilal untuk menyeru kepada manusia dengan mengatakan:
إِنَّهُ لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلاَّ نَفْسٌ مُسْلِمَةٌ ، وَإِنَّ اللَّهَ لَيُؤَيِّدُ هَذَا الدِّينَ بِالرَّجُلِ الْفَاجِرِ
Tidak akan masuk surga kecuali jiwa seorang muslim. Mungkin saja Allah menolong agama ini lewat seorang laki-laki fajir (yang bermaksiat). (HR. Imam Bukhari: 3062 dan Imam Muslim: 111)
Sebab turunnya hadits tersebut dinarasikan oleh Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu. Bahwa ia mengikuti perang Khoibar. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata pada pemuda yang mengaku membela Islam, “Ia nantinya penghuni neraka.”
Ketika pemuda tersebut mengikuti peperangan, ia sangat bersemangat sampai banyak luka di sekujur tubuhnya. Melihat pemuda tersebut, sebagian orang menjadi ragu dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Ternyata luka yang parah tadi membuatnya mengambil pedang dan membunuh dirinya sendiri. Akhirnya para Sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, Allah membenarkan apa yang engkau katakan.” Pemuda tersebut, yang katanya ingin berjihad membela agama Allah dan Rasul-Nya, ternyata bunuh diri.
Karena itu, jangalah kita mudah tertipu dan terkagum-kagum pada mereka yang mengatasnamakan pembela agama Allah yang mulia ini. Apalagi yang seakan-akan berada di garis terdepan dalam membela Islam. Caranya? Kembalikan semuanya kepada Al-Quran dan hadits-hadits shahih. Inilah standar yang mesti kita pakai sebagai parameternya. Jika apa yang mereka lakukan atau yang mereka serukan bertentangan denga Quran dan hadits, tinggalkanlah.
Atas kejadian di Mako Brimob dan bom bunuh diri di Surabaya itu, kita bisa menilainya lewat dua hal tadi: Al-Quran dan hadits.
Boleh jadi, yang mereka tuju adalah surga. Tapi jika jalan menuju surga itu ditempuh dengan menggunakan peta-jalan yang
salah, mereka akan tersesat. Dan surga yang dituju tak kunjung mereka dapatkan.
Lalu, bagaimana umat Islam mensikapinya? Tak cukup hanya mengutuk-ngutuk saja, atau mendeklarasikan perang terhadap mereka tanpa punya agenda yang jelas.
Yang perlu kita lakukan adalah, menyelamatkan diri dan keluarga dari pemikiran dan tindakan yang justru menjerumuskan kita menuju pintu neraka, sebagaiamana tersurat dalam surah At-tahrim ayat 6:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Mari kita mulai dari diri, keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan kerja, dan lingkungan sosial dimana kita bermukim. Sudahkah mereka ber-Islam secara benar? Wallahu A’lam.