Wartapilihan.com, Jakarta – Ketua Advokasi Cinta Tanah Air (ACTA), Krist Ibnu merasa khawatir jika tuntutan super ringan dari Jaksa Penuntut Umum terhadap Ahok akan berlanjut dengan divonis bebasnya Ahok oleh Majelis Hakim hari ini, Selasa (9/5). Menurutnya, jika mengacu pada kebiasaan praktek di pengadilan, rata-rata putusan hakim lebih ringan dari tuntutan JPU.
“Jika benar Ahok divonis bebas, menurut saya hal tersebut bisa menjadi lonceng kematian bagi penegakan hukum dan keadilan di negeri kita. Tingkat kepercayaan mayarakat pada hukum hampir dapat dipastikan akan merosot drastis,” ujar Ibnu kepada Warta Pilihan pada Selasa (9/5).
Lebih lanjut, memang kekuasaan memutus ada pada Hakim, tetapi masyarakat tentu tidak buta untuk melihat fakta-fakta yang terjadi dalam persidangan sehingga juga berhak memberikan penilaian yang argumentatif.
“Saya mencatat setidaknya ada empat hal yang bisa dijadikan majelis hakim untuk memvonis Ahok dengan hukuman maksimal dan dengan pasal penodaan agama yaitu 156a KUHP yaitu :
Yang pertama adalah adanya bukti beberapa versi rekaman video yang terbukti tidak direkayasa, jelas suaranya dan jelas gambarnya. Semua bukti telah diperiksa oleh ahli digital forensik Mabes Polri dan dinyatakan tidak ada pemotongan atau penyisipan. Dari bukti ini jelas Ahok adalah orang yang ada di dalam video tersebut dan redaksi pidatonya bisa terdengar jelas kata demi kata dan kalaimat demi kalimat.
Yang kedua adalah kesaksian warga kepulauan seribu yang mengkonfirmasi bahwa benar Ahok menyampaikan pidato kontroversial tersebut sehingga mereka yang berada di lokasi merasa tersinggung. Kesaksian ini mematahkan bangunan argumentasi pembelaan Ahok dan Penasehat Hukumnya yang mengklaim jika kasus ini hanya politisasi sebab warga kepulauan seribu sendiri tidak tersinggung dengan ucapan Ahok. Mereka berprogaganda seolah yang marah hanya para pelapor.
Yang ketiga pengakuan Ahok sendiri bahwa dia adalah orang yang ada dalam video tersebut dan apa yang dia ucapkan dalam video adalah benar adanya. Dalam hukum pidana pengakuan terdakwa adalah salah satu bukti penting, apalagi Ahok dalam memberikan pengakuan tersebut didampingi oleh para penasehat hukumnya serta tidak dalam keadaan tertekan sama sekali.
Yang keempat, adanya sikap keagamaan MUI bahwa menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil surah al-Maidah ayat 51 tentang larangan menjadikan non muslim sebagai pemimpin adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam. Sebagaimana kita tahu bahwa selama ini MUI selalu menjadi rujukan hakim dalam memutus kasus-kasus penodaan agama,” terang Ibnu lebih jauh.
ACTA berharap, Majelis Hakim PN Jakarta Utara bisa menjadi menjadi penyelamat tegaknya hukum dan keadilan dalam kasus ini. “Jangan ragu memberikan hukuman yang setimpal agar masyarakat tahu tidak ada satu orang pun yang kebal hukum di negeri ini,” tegasnya.
Reporter: Ahmad Zuhdi