Wartapilihan.com – Laki-laki berjenggot putih itu tidak menunjukkan ketuaannya. Meski usianya sudah 67 tahun, ia bicara tentang dakwah dengan penuh semangat. Ditemui Warta Pilihan di desanya, Cisantana Cigugur Kuningan, Abah –nama panggilannya—menceritakan suka dukanya dalam dakwah Islam.
Abah lahir dari keluarga Katolik. “Empat kakak saya dan orang tua saya Katolik,” terangnya. Tapi lambat laun dengan dakwahnya akhirnya ‘mereka semua’ masuk Islam.
Begitu juga pengalaman dakwahnya di Cisantana. Ia telah mengislamkan banyak orang di sana. Ada laki-laki yang masuk Islam, ingin menikah ia carikan maharnya. Ada yang masuk Islam dikecam oleh keluarga dan pendeta-pendeta Katolik di sana, ia lindungi dan sebagainya.
Meski berbagai cercaan dan rintangan dialaminya dalam dakwah mengajak Islam di desa yang alamnya sejuk itu, ia tidak pernah mundur selangkahpun. Karena ketekunan, kesabaran dan keuletannya dalam dakwah itu, ia kini menjadi teladan dakwah di sana. Ia juga kini telah mendirikan SMP Islam di sana.
Abah adalah contoh pribadi dakwah yang sukses. Ia mengamalkan surat al Maidah 54 : “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.”
Pribadi-pribadi yang komitmen kuat terhadap dakwah seperti ini, tidak peduli dengan urusan uang. Ia tidak seperti pendakwah –maaf banyak terjadi di kota-kota besar – yang hanya mau berdakwah bila diberikan materi atau uang dalam jumlah besar.
Rasulullah saw sangat mengecam perilaku dakwah hanya dilakukan bila ada imbalan uang. “Celaka hamba dinar, celaka hamba dirham dan celaka hamba selimut,” sabda Rasulullah.
Al Quran juga mengecam kepada orang yang hanya mau berdakwah bila ada imbalan uang dalam jumlah yang besar. “Dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa.” (QS al Baqarah 41)
Dakwah beda dengan dunia artis atau entertainment. Bila dunia artis penuh dengan pujaan dan glamour, dakwah seringkali penuh dengan cacian dan kesederhanaan. Pribadi-pribadi dakwah seperti Abah dalam kisah kecil di atas adalah contoh bahwa dunia dakwah bukan dunia artis.
Apalagi bila kita melihat zaman Rasulullah saw. Rasul bersama sahabat-sahabatnya dalam berdakwah penuh dengan lika-liku perjuangan. Bukan hanya cacian dan makian, bahkan kehilangan nyawapun dialami para sahabat ketika menjalani dakwah dalam kehidupannya.
Lihatlah ketika Rasulullah pertama kali berdakwah di Mekkah. Rasul dicaci maki oleh Abu Jahal dan orang-orang kafir Quraisy. Rasulullah tidak meminta imbalan kepada mereka dalam dakwah yang dilakukannya. Rasulullah tegar menghadapi caci maki dari mereka. Bahkan Abu Jahal sering mengikuti beliau dalam dakwah. Ketika beliau mengungkapkan sesuatu, Abu Jahal kemudian membantahnya, mencercanya dan seterusnya.
Sayid Qutb, ulama teladan dalam dakwah, menggambarkan tantangan dakwah yang berat dialami Rasulullah sebagaimana diungkap dalam surat al Alaq. “Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, Seorang hamba ketika mengerjakan shalat, Bagaimana pendapatmu jika ia (orang yang dilarang itu) berada di atas kebenaran atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)? Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling? Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?” (QS al Alaq 9-14)
Jadi merupakan sunnatullah dalam dakwah banyaknya rintangan dan hambatan. Bila dalam dakwah, tidak ada rintangan dan hambatan, justru malah mungkin kita perlu curiga. Jangan-jangan dakwah yang kita lakukan tidak benar atau kita kurang ikhlash dalam dakwah?
Tentu hadiah, honor atau imbalan ketika seorang dai menyampaikan dakwahnya ke masyarakat, tidak dilarang dalam Islam. Tapi yang penting hal seperti itu bukan tujuan. Imbalan dalam dakwah itu semestinya dianggap sebagai alat untuk menyebarkan dakwah lebih luas lagi. Sebagaimana Rasulullah saw mendapatkan ‘bantuan yang berlimpah’ dari istrinya Khadijah ketika menyampaikan dakwahnya di Mekkah.
Memang dakwah perlu keteladanan. Rasulullah saw, para sahabat dan para ulama yang shalih adalah teladan dalam dakwah.
Lihatlah bagaimana Rasulullah saw di awal dakwahnya tegar menghadapi rayuan, rintangan dan ancaman dari kafir Quraisy. Ketika Rasulullah dirayu mau diberikan gadis cantik, harta dan tahta agar Rasul menghentikan dakwahnya, Rasulullah menolak keras. Bahkan beliau menyatakan bahwa meski matahari diletakkan di tangan kanan beliau dan bulan di tangan kiri, beliau tidak akan menghentikan dakwah Islam.
Kenapa demikian? Karena Rasulullah tahu persis bahwa dakwah ini bukan hanya akan menguntungkan bagi dai itu sendiri, tapi juga bagi masyarakat dan umat manusia semuanya. Dakwah Islam adalah untuk menyelamatkan manusia dari zaman atau situasi kegelapan menuju zaman terang benderang, zaman penuh cahaya.
Al Quran menyatakan : “Allah adalah pelindung (wali) orang-orang mukmin, yang akan mengeluarkan dari kegelapan menuju cahaya…” (QS al Baqarah 257)
Rasulullah dikecam masyarakat kafir Quraisy saat itu, dianggap gila, tukang sihir dan sebagainya, Rasulullah tetap tegar dan terus berdakwah. Bahkan Rasulullah saw diancam mau dibunuh, beliau tetap tegar dan akhirnya turun wahyu agar beliau hijrah ke Madinah untuk membentuk peradaban mulia di sana.
Begitu juga para ulama yang shalih, tegar dalam dakwahnya. Kita ambil dua contoh ulama besar yang tegar dalam dakwah, hingga keduanya menjadi syahid dibunuh oleh penguasa-penguasa zalim saat itu. Mereka adalah Hasan al Bana dan Sayid Qutb.
Hasan al Bana, sang pembangun jenius gerakan Ikhwanul Muslimin dalam usia muda (43 tahun), dibunuh oleh tentara Raja Faruk ketika ia sedang membangun gerakan Islam hebat ini. Karya-karya tulisnya, ceramah-ceramah, gaya hidup dan ‘karya manajemennya’ menjadi teladan bagi dai yang shalih hingga saat ini.
Begitu juga dengan sang mujahid dan mujtahid besar Sayid Qutb. Ulama hebat ini tegar, meski puluhan tahun ia mendekam di penjara. Bahkan ketika dipenjara ia mampu menyelesaikan tafsir Al Quran menumentalnya, Fi Zhilalil Quran. Dalam tafsirnya ini ia menyatakan agar kaum Muslimin kembali kepada Al Quran dalam mengatasi problema kehidupannya. Karena semua masalah manusia dipecahkan oleh Al Quran (dan al Hadits sebagai penjabarnya serta para ulama shalih sebagai teladannya).
Sayid Qutb (1906-1966), adalah pribadi yang langka dalam dakwah. Ia menguasai al Quran, al Hadits, sejarah, sastra dan ilmu pengetahuan modern. Hingga, bila kita baca karya-karyanya, akan tetap meresap hingga saat ini. Qutb juga menulis buku bahwa masa depan dunia ini di tangan Islam, setelah ia memahami problematika manusia baik di Barat dan Timur. Kepergiannya ke Amerika Serikat untuk menimba ilmu tidak menjadikannya ‘tercelup’ menjadi pribadi Barat. Tapi justru ia memahami kekeruhan dan problematika kemanusiaan di Barat dan mengritik serta menguliti Barat dengan bagus.
Maka tidak heran, karena keilmuan Sayid Qutb yang tinggi, orientalis-orientalis Barat ketakutan terhadap Qutb. Mereka merekayasa dengan pemimpin Mesir saat itu, Gamal Abdul Nasser untuk membunuhnya. Dan bukan hanya itu, setelah terbunuh pun Sayid Qutb difitnah luar biasa. Dikatakan sebagai fundamentalis, radikalis atau pelopor terorisme. Padahal Qutb tidak pernah membunuh satu orang pun dalam sejarah hidupnya.
Tapi alhamdulillah, para ulama yang shaleh seperti Syekh Abdul Fatah al Khalidi dan pelopor mujahidin Afghanistan Syekh Abdullah Azzam mengetahui mana ulama yang benar-benar mutiara dan mana ulama yang berupa batu berwarna biasa. Kedua-duanya menuliskan sejarah Sayid Qutb luar biasa. Keduanya menyatakan bahwa Sayid Qutb adalah ulama besar, seorang mujahid dan mujtahid yang hebat dan sang teladan.
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak mengubah (janjinya).” (QS al Ahzab 23). ||
Penulis : Dachli Hasyim